5 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Membaca Bagaimana Peristiwa ‘65 Disembunyikan Lewat Karya Sastra

Ahmad Anif AlhakibyAhmad Anif Alhaki
November 2, 2019
inUlasan
Membaca Bagaimana Peristiwa ‘65 Disembunyikan Lewat Karya Sastra
16
SHARES
  • Judul Buku : Khotbah
  • Penulis : Dwi S Wibowo
  • Penerbit : Alpha Centauri
  • ISBN : 978-602-3092-29-1
  • Jumlah halaman : 111

____

Sebagaimana diketahui, kajian mimesis memandang karya seni sebagai tiruan dari kenyataan. Maka dari itu, fenomena sosial termasuk salah satu bahan konstruksi karya seni. Menurut Aristoteles, ketika meniru realita sebenarnya, seniman terlibat dalam proses kreatif untuk menciptakan karya[1]. Dengan demikian, karya seni bukanlah sebenarnya realita, melainkan cerminan kenyataan melalui olah pikir dan imajinasi manusia. Karya seni memiliki macam kategori, salah satunya adalah karya sastra. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat yang terikat oleh status sosial tertentu[2]. Ikatan status sosial tersebut akan mepengaruhinya dalam menciptakan karya. 

Mengingat bahwa dunia dalam karya sastra merupakan tiruan (mimesis) atas peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (imatitation of reality), maka sering kali dinyatakan bahwa karya sastra merupakan dokumen sosial[3]. Dalam perspektif ini karya sastra adalah sebagai manifestasi kenyataan sosial karena mencatat rekam jejak realitas sosial pada masa tertentu.

Fenomena sosial masa lalu pun bisa saja hadir dalam karya sastra sekarang ini meskipun memiliki rentang waktu panjang dengan fenomena sosial yang diangkatnya sebagai tema. Salah satu sastrawan yang mengangkat tema sosial lama pada karyanya adalah Dwi S Wibowo. Hal itu itu bisa ditemukan dalam antologi cerita pendeknya berjudul Khotbah. Namun, bukan berarti bahwa tema tersebut sudah basi dan tanpa ada hubungan lagi dengan persoalan di masa kini.

Khotbahkarya Dwi S Wibowo terbit tahun 2016. Buku yang tebalnya 111 halaman ini terdiri atas 11 cerita pendek. Beberapa tema yang diangkat dalam ceritanya berhubungan dengan peristiwa kelam negeri ini. Salah satunya, yang paling menonjol, adalah tragedi ‘65 yang sampai detik ini masih menyisakan tanda tanya. Tema tersebut dapat ditemui dalam cerpen berjudul “Terumbu Kepala” dan “Belulang Sunyi”.

“Terumbu Kepala” bercerita tentang nelayan yang menemukan tumpukan tulang kepala manusia di dasar perairan Segara Anakan saat mencari ikan. Hal itu kemudian membuatnya ditembak mati oleh polisi yang sedang patroli di tempat ia menemukan tumpukan tulang kepala manusia. Sementara itu, “Belulang Sunyi” bercerita tentang seorang bernama Sunardian Pranoto Wongso yang menemukan tumpukan tulang manusia di dasar Sungai Serayu saat menuruti mimpinya bahwa akan mendapatkan harta di sana. Kemudian Sunardian Pranoto Wongso diancam untuk tidak membuka persoalan tentang tumpukan tulang manusia yang ditemukannya.

Menariknya, dalam buku kumpulan cerita pendek Khotbah karya Dwi S Wibowo tersebut, beberapa cerita yang menyingung peristiwa terkait ‘65, tidak menggambarkan bagaimana peristiwa itu terjadi, tetapi bagaimana peritiwa tersebut disembunyikan. Hal ini berbeda dengan sastrawan yang mengalami peristiwa ’65, seperti Martin Aleida dan Putu Oka Sukanta. Karya-karya Martin Aleida dan Putu Oka Sukanta terkait peristiwa ‘65 lebih banyak mengambarkan bagaimana kejadian dan beban psikologis yang dialami korban. Sebut saja dalam cerpen “Tanah Air” karya Martin Aleida, peraih penghargaan cerpen terbaik Kompas 2016, digambarkan beban psikologi korban eksil atas peristiwa ‘65.  Sementara itu, dalam cerpen “Surat Undangan” karya Putu Oka Sukanta, digambarkan proses penangkapan korban dengan dalih surat undangan. Namun, dalam cerpen “Terumbu Kepala” dan “Belulang Sunyi” karya Dwi S Wibowo yang hidup di masa setelah peristiwa ‘65, lebih digambarkan penyebab-penyebab peristiwa itu kabur dan tersembunyi.

Korban dalam tragedi ‘65 masih kabur dan tersembunyi. Angka-angka yang mencatat jumlah korban dari peristiwa itu masih beraneka ragam. Menurut Liputan Khusus Tempoedisi 1—7 Oktober 2012, dikabarkan bahwa tidak ada angka pasti tentang jumlah korban pembantaian PKI pada 1965. Pada Desember 1965, Soekarno pernah membentuk komisi pencari fakta yang dipimpin oleh Menteri Negara Oie Tjoe Tat untuk mencari tahu jumlah korban pembantain. Namun, karena tidak leluasa bekerja dan khawatir pada reaksi tentara, komisi itu menyimpulkan 78 ribu orang terbunuh. Namun, angka tersebut dipercaya terlalu kecil. Laporan dari Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban menyebutkan korban tewas sekitar 1 juta jiwa. Menurut mantan Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat, Sarwo Edhi Wibowo, setidaknya ada 3 juta orang terbunuh, sedangkan para aktivis kiri mempercayai 2 juta orang yang terbunuh[4].

Hingga hari ini dampak negatif peristiwa ‘65 tidak hilang begitu saja. Kondisi yang memprihatinkan ternyata mengikat para korban dan keluarga korban secara turun menurun. Peristiwa 1965—1966 memiliki dampak sangat merugikan bagi para korban hingga mengalami penderitaan mental (psikologis) maupun tindakan diskriminasi di bidang hak sipil dan politik serta dalam bidang hak ekonomi, sosial, dan budaya[5].

Setelah masa kekuasaan Soeharto berakhir, muncul berbagai macam kalangan dan kelompok masyarakat yang menuntut hak mereka sebagai korban dari kekuasaan Orde Baru. Salah satunya adalah International People’s Tribunal (IPT) yang merupakan badan legal-formal yang dibentuk dalam rangka menyelenggarakan Pengadilan Publik Internasional pada Kejahatan Terhadap Kemanusiaan 1965 dan kegiatan advokasi lainnya terkait kasus 1965. Yayasan International People’s Tribunal secara resmi berdiri pada 18 Maret 2014 di Belanda dan memiliki sekretariat yang berlokasi di kota Amsterdam. Yayasan IPT 65 sendiri memiliki tujuan memperbaiki kecenderungan sejarah yang menyepelekan dan mengaburkan kejahatan-kejahatan dalam peristiwa 1965 di Indonesia[5].

Fareza Rahman (2018: 35) mengatakan bahwa temuan serta putusan dari hasil persidangan publik internasional 1965 yang berlangsung pada 10—13 November 2015 dan dibacakan selang sembilan bulan pascapersidangan. Laporan dari keputusan final pengadilan publik internasional 1965 ini memuat 10 temuan tindakan pelanggaran HAM berat seperti kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida. Dari 10 temuan tersebut, Indonesia dinyatakan bersalah dan harus bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat yang telah terjadi. Sepuluh temuan tersebut adalah pembunuhan, pemenjaraan, penyiksaan, perbudakan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda, keterlibatan negara lain, dan genosida (IPT 65 2017)[5].

Pelanggaran yang direspon dalam cerpen “Terumbu Kepala”dan “Belulang Sunyi”, salah satunya, adalah genosida. Hal tersebut tersirat dalam ceritanya, yaitu  menemukan tumpukan tulang para korban. Namun, jumlah korban masih menjadi tanda tanya karena variasi angka-angka penelitian terkait jumlah korban terbunuh. Yang diangkat dalam cerita pendek ini adalah persoalan alasan peristiwa itu masih menjadi tanda tanya sampai saat ini. Dwi S Wibowo sebagai pencipta karya meletakkan dasar bahwa semua itu tidak lepas dari upaya untuk menyembunyikan korban-korban peristiwa ‘65. Berikut adalah kutipan cerita pendek “Terumbu Kepala”.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya seorang di antara mereka, mungkin komandannya.

“Kepala, Pak! Banyak kepala di bawah sana.” Antara takut dan gugup, ia menceritakan apa yang baru saja dilihatnya di dalam air.

Dengan ekspresi dingin, komandan itu menjawab, “Ya, kami sudah tahu.” tangannya segera meraih pistol di pinggang, dan…

Membaca cerita tersebut secara utuh akan membawa kesimpulan bahwa matinya nelayan dalam cerita itu disebabkan oleh ketakutan akan terbukanya rahasia yang sengaja disembunyikan. Hal serupa juga digambarkan dalam cerita pendek berjudul “Belulang Sunyi”. Berikut kutipan “Belulang Sunyi” yang menggambarkan bagaimana ancaman untuk tidak membuka persoalan terkait korban ‘65 yang penuh dengan tanda tanya itu.

“Jangan membuka luka lama,” bentak seorang dari mereka yang memakai penutup muka, “atau kamu akan memiliki luka baru!”

Sunardian ditodong kepalanya.

Semua kutipan di atas diambil dari kedua cerpen yang sama-sama mengangkat tema terkait peristiwa kelam ‘65. Membaca kedua cerita dalam kumpulan cerpen Khotbahtersebut seakan membaca tentang bagaimana peristiwa kelam ‘65 itu sengaja disembunyikan.

Dwi S Wibowo telah mengangkat isu sosial ke dalam cerpennya. Isu sosial yang diangkat ke dalam beberapa cerpen yang memiliki rentang waktu jauh sebelum ia lahir tentunya ditempa oleh literatur dan cerita yang didapatkannya. Bahan yang didapatkan tersebut sesuai dengan yang disampaikan Aristoteles: ketika meniru realita, sebenarnya seniman terlibat dalam proses kreatif. Maka dari itu, Dwi S Wibowo membubuhi karyanya dengan kreativitas tersendiri. Kreativitas tersebut merespons mengapa tragedi ‘65 masih menyisakan ragam tanda tanya. Kemudian sampailah pada persoalan bahwa korban terkait peristiwa ‘65 sengaja disembunyikan. Pertanyaannya adalah: siapa yang menyembunyikan?

Rujukan:

  • Darma, Budi. 2019. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
  • Purwadi. 2009. Pengkajian Sastra Jawa. Yogyakarta: Pura Pustaka.
  • Emzir, Rohman. 2016. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
  • Dikutip dari Liputan Khusus Tempo edisi 1-7 Oktober 2012.
  • Rahman, Fareza. 2018. Peran Internasional People’s Tribunal 1965 dalam Upaya Advokasi Korban Peristiwa 1965-1966 Indonesia. Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7.
Tags: Bukuresensi buku
Previous Post

“Menanam Puisi di Emperan Matamu” – Melihat Esa Menanam Kata-Kata Tak Biasa

Next Post

Pasca Minikino Film Week 5: Bali International Short Film Festival Gelar Workshop dan Layar Tancap di Lombok

Ahmad Anif Alhaki

Ahmad Anif Alhaki

Biasa dipanggil Anif. Lahir di Sumatera Barat. Saat ini berstatus sebagai mahasiswa di jurusan Penidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Bali. Tak tahu hobinya apa, tapi merasa senang menulis.

Next Post
Pasca Minikino Film Week 5: Bali International Short Film Festival Gelar Workshop dan Layar Tancap di Lombok

Pasca Minikino Film Week 5: Bali International Short Film Festival Gelar Workshop dan Layar Tancap di Lombok

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ritual Sebelum Bercinta | Cerpen Jaswanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025

“Hey, do you sell this sauce? How much is it?” tanya seorang turis perempuan, menunjuk botol sambal di meja. “It’s...

by Dede Putra Wiguna
June 5, 2025
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co