Ibnu Batutah bekerja sebagai hakim di bawah Sultan India yang jutek dan tiran, Muhammad Tughluq. Sultan memerintah Ibn Batutah sebagai duta besarnya untuk sidang di Mongol Cina. Ia menemani 15 utusan Cina kembali ke tanah air mereka dan membawa banyak hadiah ke kaisar. Karena ia melakukan perjalanan atasnama Sultan Muhammad Tughluq, ia berkesempatan besar bertualang ke berbagai negeri dengan kemewahan utusan kerajaan.
Pada 1341 Ibnu Batutah berangkat dari Delhi sebagai ketua delegasi menuju Cina. Ia membawa hadiah dari Muhammad Tughluq kepada Kaisar Mongol termasuk 200 budak Hindu, penyanyi dan penari, 15 pelayan anak laki-laki, 100 kuda, dan sejumlah besar kain, piring, dan pedang. Ada sekitar 1.000 tentara di bawah komandonya untuk melindungi harta dan persediaan sampai mereka bisa naik kapal ke Cina.
Beberapa hari di luar Delhi, ia diserang sekitar 4.000 pemberontak. Ia mengklaim bahwa mereka mengalahkan pemberontak dengan mudah. Mungkin itu hanya bumbu cerita karangannya. Mungkin juga kenyataan.
Di rute lain Ibnu Batutah sempat kehilangan semuanya akibat rampok, bahkan pakaian yang melekat di tubuhnya hendak dirampas.
Saya kunjungi Madives tahun 2005, singgah di mesjid yang konon dibalikkan arahnya, dari sembah ke arah matahari terbit menjadi ke barat oleh Ibnu Batutah.
Kisah pernikahan Ibnu Batutah dengan putri bangsawan lokal disebut dalam sejarah Malvides atau Maladewa: Kawin politik dan pisah seketika setelah perahunya kembali berlayar mengarungi Samudera India dan Laut Cina Selatan.
Apa yang dimakan Ibnu Batutah di Kepulauan Maldives?
Catatan Ibnu Batutah menceritakan ia makan kelapa (santan, jus, “daging”, dan madu manis dari getah pohon), serta nasi, ikan, daging asin, unggas, puyuh, dan beberapa buah.
Kunjungan 2005 selama 2 minggu saya dijamu makan kelapa mentah dan ikan kering dll. Rentang tahun 1341 sampai 2005 tak berubah jamuan makan sebuah negeri. Jejak selera di lidah sebuah bangsa tetap ajeg karena ingatan lidah tak pernah bohong pada leluhurnya. [T]
Catatan Harian, 2 Oktober 2019