Rasa sesal dan kesal kini bercampur menjadi satu hal yang membingungkan. Beberapa hari yang lalu, saudaraku dihina dan dimaki, aku tidak tau mengapa mereka begitu pesimis dengan bendera merah putih yang tiangnya rusak dan roboh. Kejadian itu, membuat kerusuhan terjadi di tanah Papua. Sebab itu pula, saudaraku di Papua ingin merdeka.
Di lain hal, pengawas moralitas bangsa diciderai oleh beberapa pihak. Aku dengar ada beberapa nama yang lolos seleksi profil assessment, tetapi masih ada dari mereka yang memiliki rekam jejak bermasalah. Ah, ada-ada saja, ternyata ini juga membuatku menjadi seorang yang pesimis.
Semua rentetan peristiwa ini, membuatku merindukan sesosok seperti Gus Dur, bagaimana ketika ia mengembalikan martabat rakyat Papua dan bagaimana ia melihat satu hal yang menjadi bianglala dari segala permasalahan yang ada di negeri ini.
“Negeri ini paling kaya di dunia, tapi sekarang negeri ini menjadi melarat karena para koruptor tidak ditindak tegas.” Abdurrahman Wahid.
Aku tidak tau harus bersikap seperti apa untuk menyikapi permintaan referendum rakyat Papua ketika kemanusiaanya tersinggung, apakah seorang nasionalis sudah seharusnya tunduk pada kemanusiaan? Dan kenapa aku memiliki perasaan khawatir jika nantinya mereka akan berpisah dari negara ini?
Banyak teman-temanku yang mendukung kemerdekaan rakyat Papua dan setidaknya ada satu alasan kongkret kenapa Papua memang benar-benar harus merdeka, yaitu: sampai saat ini kekayaan alam mereka tidak pernah mereka nikmati sendiri.
Tetapi juga tidak sedikit teman-temanku yang menginginkan Papua tetap menjadi bagian dari Indonesia, tentu juga dengan alasan yang riil terjadi, yaitu: berapa banyak negara yang selalu ikut campur dengan permasalahan internal Negara Indonesia dan mendukung kemerdekaan Papua, dan satu hal yang pasti, siapa yang tidak tergiur dengan kekayaan alam Papua.
Jangan tanyakan kecintaanku pada negeri ini dan saudaraku di Papua, karena aku takut ada satu pertanyaan yang membuatku menjadi kecil, “apa yang telah aku perbuat?” tetapi setidaknya aku mau dan memaksakan diri untuk menuliskan keresahan ini dan seorang nasionalis selalu memiliki sebuah harapan, aku ingin guru-guru bangsa seperti Buya Syafi’i Maarif dan Cak Nun turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan kemanusiaan yang juga membuatku menjadi resah. [T]