Guyub Kalangan merupakan proses latihan keaktoran yang diberikan oleh Teater Kalangan. Proses latihannya dilakukan selama sebulan lebih. Latihan yang diberikan merupakan latihan olah tubuh, menonton film, dan membaca buku keaktoran. Proses latihan olah tubuh yang digunakanan berada di Lapangan Puputan Badung. Latihan dimulai pada pukul 18.00 hingga 20.00, proses latihannya hanya 2 jam setiap harinya. Sedangkan menonton film dan membaca buku dilaksanakan di Canasta Creativespace.
Kawan-kawan yang mengikuti guyub ada lima orang yaitu Dedek Surya, Aguk, Jacko, Iin dan tentu saja saya. Awal mula diajak proses Guyub Kalangan yaitu ketika saya mengikuti program Olah yaitu kegiatan melatih menulis naskah yang dilakukan di Canasta. Ketika itu saya bertemu dengan I Wayan Sumahardika atau biasa saya sapa Bli Suma selaku narasumber. Dari pertemuan perdana kami, Bli Suma mengajak saya untuk mengikuti Guyub Kalangan.
Dari mulai saat itu saya bersedia untuk mengikuti proses Guyub Kalangan yang dilakukan selama sebulan. Yang mana setiap hari akan dibagi menjadi menonton film dan latihan olah tubuh. Hari Senin dan Rabu kami mendapatkan jadwal untuk menonton film, kemudian hari Selasa, Kamis, Jumat akan menjadi hari latihan olah tubuh, kemudian hari Sabtu akan menjadi hari diskusi bahan bacaan yang dibagi oleh Bli Suma, dan hari Minggunya pada pagi harinya kami latihan di pantai Sanur. Saya tidak sepenuhnya mengikuti latihan selama sebulan penuh karena ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan. Jadinya, saya minta izin kepada Bli Suma untuk tidak mengikuti latihan tersebut.
Latihan perdana dilakukan pada tanggal 10 Juni 2019, pada awal pertemuan latihan kami menonton sebuah film yang berjudul “Black”, film India yang diadaptasi dari naskah The Miracle Worker karya William Gibson. Pemeran utama dalam film ini ialah Amitabh Bachchan dengan Rani Mukerji. Film tersebut menceritakan tentang dunia yang dirasakan oleh seorang perempuan bisu, buta, dan tuli. Karena kekurangan yang dimiliki, ia mempunyai dunia yang berbeda dengan orang normal pada umumnya. Dunianya dinamakan black.
Filmnya begitu emosianal sehingga tetesan air mata tidak bisa dibendung oleh kelopak mata sehingga berjatuhan membasahi pipi. Setelah menonton kami berkumpul diruang tamu untuk mendiskusikan apa yang sudah kami tonton tadi. Karena kami baru pertama kali melakukan diskusi ini, saya begitu canggung untuk menyampaikan pendapat saya sehingga saya hanya mendengarkan saja apa yang disampaikan teman-teman. Ketika saya menyampaikan pendapat saya begitu terbata-bata dan malu untuk mengatakannya.
Ternyata teman-teman mempunyai pendapat yang begitu beragam sehingga saya mulai memikirkan pendapat dari teman-teman yang lain. Hal yang saya dapatkan dari diskusi tersebut ialah hal-hal yang tidak pernah saya pikirkan yang kemudian membuat saya ingat pada hal-hal yang lebih detail lagi.
Kemudian kami menonton film “Pina”. Film ini adalah film documenter tentang Pina Bausch, seorang seniman tari kontemporer Jerman. Karya-karyanya kerap menggunakan Bahasa tubuh untuk menyampaikan pesan yang ingin disampaikan. Selanjutnya, kami juga menonton film “The Man Without A Past”.
Film ini begitu aneh bagi saya karena mmiliki tempo yang flat. Tidak ada konflik yang dipermasalahkan begitu berat. Setiap konflik hanya ditanggapi dengan kondisi apa adanya. Tidak ada tekanan terhadap setiap konflik sehingga menghadirkan cerita yang begitu detail untuk diperhatikan dan menuntut para penonton untuk merasakan ketegangan yang dirasakan oleh tokoh di dalam benak pribadi.
Latihan olah tubuh yang diberikan oleh Bli Suma dimulai dengan melakukan pemanasan mengitari trek joging lapangan puputan sambil berlari. Yang menarik dari Bli Suma yaitu sebelum latihan, kami akan duduk melingkar di dekat joging trek. Bli Suma kemudian menanyakan apa yang kami rasakan ketika kami duduk. Saya yang baru pertama kali ditanyakan seperti itu langsung saja menjawab apa yang saya rasakan pada waktu itu.
Yang saya rasakan ialah suasana yang kelam. Langit yang mendung namun tidak hujan dan hembusan angin yang lumayan dingin. Setelah ditanyakan, kami kemudian berdoa dan setelah itu saya dan teman-teman lari mengitari trek joging. Barang-barang kami dijaga oleh Bli Suma di tempat kami memarkirkan motor kami. Awalnya kami hanya berlari selama 5 menit akan tetapi pada hari selanjutnya kami diminta berlari selama 10 menit.
Setelah berlari, kami akan pergi ke lapangan. Adapun latihan selanjutnya adalah latihan yang diadaptasi dari metode A Beat oleh Anwari, seorang seniman teater dari Madura yang dimulai dari Soka 1, 2, 3, dan 4. Pada metode Anwari kami latihan selama 10 menit setiap Soka. Metode ini berfokus terhadap respon tubuh dan pernafasan. Yang dimaksud tubuh ialah pikiran, badan, dan perasaan.
Metode ini melatih kita untuk fokus, konsentrasi dan sadar terhadap pernafasan. Melatih kekuatan badan agar selalu tegap dan siap. Kemudian melatih perasaaan untuk siap melakukan latihan. Saya baru pertama kali mengikuti latihan semacam ini. Hal yang saya rasakan pada awalnya lumayan campur aduk dimana pada saat itu konsentrasi sangat dibutuhkan sedangkan pada diri saya, saya susah berkonsentrasi. Jadi, pada latihan soka ini saya belum bisa melakukan dengan baik sehingga masih harus berlatih lagi.
Memang latihan ini sangatlah melelahkan. Kita harus fokus pada latihan. Apalagi kita akan terus mengulangi soka 1 terus menerus selama 10 menit. Dimana soka 1 harus lari sekencang-kencangnya ditempat, kemudian jatuh menyamping dan kemudian berdiri lalu berlari lagi. Itu sangat membutuhkan pernafasan dan tenaga kuat pada tumpuan yang tepat. Bli Suma selalu mengingatkan kita untuk memberikan tenaga ke setiap gerakan dan selalu siaga terhadap tubuh kita.
Selain melatih tubuh, soka 1, 2, 3, dan 4 juga melatih pernafasan. Setiap melakukan soka pastilah pernafasan yang paling utama. Dibutuhkan pernafasan yang setabil untuk memompa tenaga agar bisa mengulang-ulang gerakan soka. Oh, iyaa, kesadaran tubuh juga dilatih didalam metode Anwari ini dimana kita harus sadar terhadap tangan, kaki, kepala, dan badan. Untuk kepala kita harus sadar dan fokus memandang ke arah depan.
Pada metode ini tangan juga penting untuk menyeimbangkan badan dan menambahkan tenaga di setiap soka. Kaki menjadi hal yang harus disadari karena setiap metode menggunakan kaki sebagi tumpuan. Saya pernah mengalami tidak sadar terhadap kaki yang membuat saya susah melakukan metode soka tersebut. Tenaga yang dihasilkan menjadi tidak seimbang sehingga saya kewalahan dalam melakukan soka.
Setelah mengikuti latihan, hal yang saya dapatkan ialah ketegapan badan. Saya merasakan perubahan pada badan saya. Dalam hal kesadaran, sebelum melakukan latihan badan saya terasa tidak ada ketegangan alias tidak ada kesadaran di dalam setiap anggota tubuh dalam melakukkan kegiatan. Setelah latihan, badan saya berasa lebih hidup dan lebih dirasakan.
Selain latihan Metode Anwari, kami juga latihan ngukur tubuh yang diadaptasi dari metode latihan Ibed Surgana Yuga, seniman teater dari Jogja. Dimana latihan ngukur tubuh ini bertujuan untuk mengenal anggota badan kita. Awalnya saya tidak mengerti apa yang dimaksud dengan ngukur tubuh ini. Setiap melakukan ngukur tubuh, yang saya rasakan hanyalah kebingungan sehingga saya tidak mendapatkan apa-apa dari ngukur tubuh ini.
Namun setelah melakukannya berulang-ulang dan mendapatkan momennya, saya menjadi mengerti apa yang dimaksud dengan ngukur tubuh ini. Ketika kita mengukur tubuh, kita berdialog dengan tubuh kita, mengenal siapa saja anggota badan kita sehingga saya lebih akrab lagi dengan badan saya. Saya menjadi lebih sadar lagi terhadap badan saya. Saya bisa menumpu pada posisi yang saya inginkan karena sudah akrab dengan badan saya. Namun saya masih perlu belajar lagi agar bisa lebih menyadari tubuh saya.
Latihan berakhir pada tanggal 14 juli 2019, dimana kami mempresentasikan hasil proses Guyub Kalangan di acara Bali Yang Binal yang ke 8. Saya berserta teman-teman melakukan gerakan abstrak mengikuti alunan lagu band Cassadaga yang bergendre Rock.
Ini pengalaman yang sangat menarik karena baru pertama kali ini saya mencoba teater menggunakan gerak tubuh. Bli Suma selalu bilang bukan bentuk yang dicari melainkan kesadaran terhadap tubuh itu. Sadar terhadap nafas, sadar terhadap anggota tubuh, dan sadar terhadap pikiran. [T]