Kali ini kita akan membahas suatu hal yang ringan-ringan saja. Karenan saking ringannya, mungkin saja tiba-tiba ia menjadi cukup penting. Kok bisa begitu? Ya, karena setiap hal sesungguhnya adalah penting.
Misalnya, hal-hal kecil atau ringan seperti ini adalah penting untuk diabaikan. Tentu saja kita mesti membacanya tuntas terlebih dahulu sebelum mengabaikannya. Sebab, adalah penting untuk memahami suatu hal secara fair dan obyektif sebelum menilainya penting ataukah tidak. Siapa tahu setelah kelar membacanya, artikel ini ternyata justru tak penting untuk diabaikan.
Bekerja sebagai dokter memang punya seni tersendiri. Tak salah orang menyebut medicine is science dan art, kedokteran itu adalah sains dan seni. Ilmu kedokteran disepakati sebagai sains yang evidence base atau berdasarkan bukti. Bukti yang dihasilkan dari riset-riset ilmiah sesuai kaidah baku.
Variasi individual pasien dan lingkungan yang beragam memberinya nuansa seni. Tentu saja elemen scientific-nya yang lebih diutamakan sebelum dilengkapi dengan elemen seninya. Sebab jika belum apa-apa sudah mau seni, sudah pasti itu bukan produk dari sekolah kedokteran, mungkin lebih cocok produk dari sekolah institut seni dan desain.
Pasien-pasien yang datang ke rumah sakit pun kadang banyak nuansa seninya. Saat ini kita akan bahas yang berkaitan dengan tingkat kegawatan penyakit mereka. Yang pertama adalah pasien gawat. Setiap pasien gawat sudah pasti darurat, maka ada istilah gawat darurat. Sehingga nanti akan ada sebetulnya pasien yang darurat namun tidak gawat.
Pasien gawat adalah pasien-pasien yang sedang mengalami keadaan sakit berat atau kritis yang dapat mengancam nyawanya (life threathening). Karena gawat maka itu pasti darurat sehingga perlu tindakan segera untuk penyelamatan hidup atau life saving. Jika hal ini tidak dilakukan, pasien punya risiko besar mengalami kematian dan sebaliknya tindakan yang cepat dan tepat akan dapat mengurangi risiko fatal pada pasien.
Pada kasus-kasus seperti ini tindakan medis dapat dilakukan secepat mungkin dan penjelasan medis untuk keluarganya (informed concent) dapat menyusul kemudian. Beberapa contoh kasus gawat darurat adalah keadaan ancaman gagal nafas akibat serangan asma berat, ancaman gagal jantung akut akibat serangan jantung koroner, atau ancaman syok akibat pendarahan masif pasca persalinan maupun akibat kelumpuhan usus (ileus).
Keadaan gawat bahkan kadangkala tak disadari atau dikeluhkan oleh pasien maupun tak tampak oleh dokter. Contohnya adanya gangguan elektrolit yang hanya dapat dilihat dari hasil laboratorium, misalnya kadar kalium darah yang terlalu tinggi atau rendah yang dapat menimbulkan gangguan irama jantung dan kematian tiba-tiba.
Yang kedua adalah pasien darurat yang tak gawat. Kasus ini ditandai oleh keluhan pasien yang berat walau dari sudut pandang medis tak fatal atau mengancam jiwa. Misalnya pada kasus-kasus kolik saluran kencing, vertigo atau mual muntah berlebihan pada ibu hamil (hiperemesis gravidarum).
Pasien dengan kolik saluran kencing (ureter), umumnya mengalami nyeri pinggang dan perut dengan skala berat yang tak tertahankan dan membuat mereka harus datang ke UGD. Meski penderitanya menunjukkan keluhan berat seperti berteriak-teriak kesakitan sampai berguling-guling namun dengan pemberian obat anti nyeri yang kuat keluhan itu akan berkurang dan pasien boleh rawat jalan.
Pada keadaan-keadaan seperti ini, penjelasan medis mengenai penyakitnya untuk pasien atau keluarganya dapat diberikan mendahului atau berbarengan dengan pemberian terapi medis.
Yang ketiga adalah kasus tidak gawat dan tidak darurat. Pasien-pasien seperti ini umumnya akan datang berobat atau kontrol ke poliklinik. Karakteristik jenis penyakit-penyakit seperti ini adalah tidak memberi keluhan yang berat dan tentunya juga tidak mengancam nyawa.
Contohnya adalah pasien dengan demam hari pertama, keluhan maag atau pasien kencing manis dan darah tinggi yang kontrol rutin. Meski pasien-pasien seperti ini seharusnya datang ke poliklinik (rawat jalan) namun satu dua dari mereka dapat saja datang ke UGD.
Nah inilah yang kita sebut sebagai sisi seni dari dunia medis. Maka terapi pasien-pasien seperti ini terutama bukanlah obat-obatan namun sebuah seni yaitu seni komunikasi agar mereka memahami status penyakitnya. Pasien tak gawat darurat jika datang ke UGD akan dapat menghambat pelayanan untuk pasien-pasien yang memang betul-betul gawat darurat.
Yang terakhir, ini sebetulnya tak pernah dibahas secara akademis, namun cukup sering terjadi. Kategori inilah yang betul-betul memiliki nilai seni yang sangat kental. Yaitu kasus tidak gawat dan tidak darurat namun tiba-tiba menjadi gawat darurat karena pasiennya adalah keluarga dari seorang yang berpengaruh, mungkin pejabat, politisi atau public figure lainnya. Ini sangat seni karena dipengaruhi oleh budaya timur kita yang paternalistik dan ewuh pakewuh.
Ada satu kisah yang sangat menarik, saat seorang pejabat menjalani rawat inap. Diceritakan selain dokter dan paramedis sudah memberi perawatan dengan baik, salah seorang dari jajaran direksi ikut memberi terapi dengan memijat kakinya. Betapa gawat situasinya hehehe…
Lalu kita pun akan diajak untuk mengingat sebuah berita, bagaimana saat mantan ketua DPR RI bapak Setya Novanto hendak opname, tim pengacaranya sudah booking ruangan sebelum yang bersangkutan sakit. Jika benar, ini boleh kita sebut sebagai sebuah pure art! [T]