5 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Situasi Keperempuanan dalam “Cerita Perempuan Paruh Baya”

Helmi Y HaskabyHelmi Y Haska
July 4, 2019
inUlasan
Situasi Keperempuanan dalam “Cerita Perempuan Paruh Baya”

Crop poster Bentara Budaya Bali

45
SHARES

Minggu terakhir bulan Juli 2019. Hari Sabtu dan Minggu. Dua malam. Mengenal lima perempuan paruh baya. Vidya Bagchi, Juliette, Glo, Umay dan Malena. Mencoba memahami tiga sosok protagonis tiga filem, dari lima filem yang ditayangkan pada layar sinema Bentara Budaya Bali, yang mengusung tema “Cerita Perempuan Paruh Baya”.

Dari pengalaman lima perempuan itu, seluruh praktik diskriminasi membekas. Pada medan kebudayaan kiwari, mengandung narasi, kontruksi besar ketidakadilan.

Film-film yang ditayangkan diantaranya : Malèna (Italia, 2000) garapan sutradara Giuseppe Tornatore, La Vie Domestique (Perancis, 2012) karya sutradara Isabelle Czajka, Kahaani (India, 2012) buah cipta Sujoy Ghosh, Die Fremde (Jerman, 2010)  disutradarai Feo Aladag, tak ketinggalan film dari Indonesia, Demi Ucok (2012).

Program ini diselenggarakan dengan konsep Misbar, mengedepankan nonton bersama di ruang terbuka yang hangat, guyub, dan akrab. Acara ini didukung oleh Bioskop Keliling Kemendikbud RI – BPNB Bali Wilayah Bali, NTB, NTT, Institut Français d’Indonésie, Alliance Française Bali, Konsulat Kehormatan Italia di Denpasar, Goethe Institut Indonesien Jakarta, dan Udayana Science Club.

Baiklah. Saya mulai mulai dari Glo, panggilan Gloria Sinaga dari filem Demi Ucok (2012). Glo, sosok yang lincah dan cerdas. Perempuan yang diandaikan mandiri. Ia terobsesi menjadi seorang filmmaker. Ia ingin merdeka. Bebas menentukan haluan hidupnya. Namun selalu mendapat tekanan dari keluarga yang memegang teguh adat Batak. Ibunya, yang telah lama menjanda, ingin putri satu-satunya, itu segera menikah dengan lelaki Batak tulen.

Glo menentang. Ia yang tumbuh besar di kota, dan mereguk kebebasan di luar rumah, harus bersitegang dengan “orang rumah”, yang mempertahankan budaya bahwa perempuan berkedudukan di bawah laki-laki. Dialog atau celotehan ringan nan jenaka,yang bahkan dilengkapi dengan info grafis, membuat narasi menjadi cerdas dan bernas.

Ikhtiar Glo sebagai film-maker menabrak kenyataan. Bahwa industri filem ditentukan kapital. Produksi sebuah filem dihadang pajak, dan dibegal para pembajak. Ia menggempur sarang patriarki yang ada di dalam institusi kita hari ini: partai, birokrasi dan media. Pun ia menghadapi prasangka yang tumbuh dalam masyarakat, yang mengaitkan lingkaran pergaulan dalam industri filem dengan isu LGBT.

Problem klasik keluarga dalam filem yang dibesut sutradara Sammaria Simanjuntak , menghadirkan komedi siatuasi. Hubungan Glo dan sang ibu. Setengah-dungu. Setengah-angkuh. Dan saling mencurigai, siapa di antara mereka akan berkhianat lebih dulu. Konflik kian yang meruncing mengakibatkan merosotnya kesehatan sang ibu. Merosot pula ekonomi keluarga. Dalam kemiskinan, mereka tinggal satu atap, menempati kamar kos yang pengab. Seperti Kartini, kita diajak percaya bahwa habis gelap terbitlah terang.

Medan konflik antara anak dan ibu, itu sirna dengan kompromi. Sang ibu yang pada masa belianya terobsesi menjadi artis tenar, akhirnya dilibatkan dalam produksi filem putrinya. Filem sukses di pasar. Kapital yang menang dalam kisah melodrama ini. Sang ibu berubah pikiran. Ia membebaskan sang anak menentukan jodohnya.

Tidak demikian dengan Umay. Protagonis dalam filem Jerman, Die Fremde (When We Leave) karya Feo Aladag (2010). Pada sosok Umay, segala tragedi hadir. Ia lahir dan tumbuh dari keluarga migran keturunan Turki di Jerman. Ia yang dijodohkan keluarga. Ikut suami bermukim di Istambul. Mereka dikaruniai seorang putra. Sang suami bengis. Pemukul. Pun ia harus submisif dalam seks. Menyadari biduk rumah-tangga yang remuk.

Umay kabur ke Jerman. Kepada ibunya, ia ceritakan semua deritanya. Ia memohon agar diterima kembali di tengah keluarganya. “Kau bisa tinggal di sini tiga hari. Kau harus kembali ke suamimu,” ujar saudara lelakinya dengan dingin, ketika jamuan makan malam. Umay menatap ibunya dengan dalam. Memohon dukungan. Ibunya hanya diam menunduk.

Hanya sang ayah, sebagai kepala keluarga yang dapat memutuskan. “Apa yang terjadi sesungguhnya?” tanya sang ayah menyelidik. Umay mengadu. Tak dapat hidup kembali dengan suami yang bengis. Hari-hari hanya menerima tonjokan dan tonjokan. Dengan suara lantang, sang ayah berkata bahwa Umay harus kembali. Terima saja perlakuan suamimu. Titik. Habis perkara.

Seorang isteri yang kabur dari suami adalah aib bagi keluarga perempuan. Bahkan keluarga sang suami mencemooh, menjuluki Umay sebagai,”German whore”. Pelacur, jalang. Umay telah bulat tak mau kembali ke Istambul. Ia membakar pun paspornya. Akibatnya, ia mendapat hukuman dari keluarga. Harus menjalani pingitan. Hingga sang suami datang menjemput. Umay pun berusaha minggat dari rumah. Ia menelpon polisi, minta perlindungan. Hukum Jerman melindungi warganya yang menjadi korban kekerasan domestik.

Polisi membawa ibu dan anak itu ke sebuah rumah singgah, save house. Di rumah perlindungan, Umay mulai menata hidupnya. Bekerja sebagai staf bakery dan melanjutkan sekolah. Dengan bekerja dan menempuh pendidikan yang lebih tinggi, ia berkeyakinan dapat melanjutkan kehidupan mandiri sebagai orangtua tunggal. Walau negara telah menjamin perlindungan dan kesetaraan dalam ekonomi dan pendidikan, perempuan masih mendapatkan diskrimanasi dan ditindas budaya komunal.

Umay memiliki putera yang senantiasa merengek ingin bertemu dengan ayahnya, ingin bertemu kakek-neneknya, ingin bertemu dengan paman dan bibinya. Umay pun galau. Setelah kehilangan keluarganya, pantaskah puteranya yang sedang bertumbuh mengalami hal yang sama. Kehilangan keluarga. Umay berusaha menjalin tali silaturahmi. Demi sang anak. Memohon dibukakan pintu maaf. Permohonan ditolak di depan pintu.

“Bukankah ayah pernah berkata kepadaku. Bahwa darah dalam keluarga lebih kental dari air. Terimalah maafku. Demi anakku,” pinta Umay.

Sang ayah menatap kosong, lalu menutup pintu rumah. Umay pun menuntun anaknya terseok pergi. Umay adalah aib, yang merusak kehormatan keluarga. Nilai kehormatan keluarga yang tumbuh dalam suasana patriarkis, feodalistik dan doktriner. Dan diakhir cerita, kehormatan keluarga pun ditegakkan. Dengan rencana melenyapkan Umay.Pembunuhan yang dilakukan saudara kandungnya, itu justru merenggut nyawa anaknya.

Di adegan akhir, Umay menggendong jasad anaknya yang berlumur darah. Berjalan menyusuri jalan raya. Pergi menuju nun. Sedangkan dalam filem Prancis, La Vie Domestique (2012), menyelami kehidupan Juliette. Ia perempuan kulit putih. Menikah. Punya dua anak. Hidup mapan. Ia berpendidikan dan berpengalaman hidup di perantauan. Pernah cukup lama bermukim di Amerika. Karena suami harus pindah pekerjaan.

Akhirnya tinggal di pinggiran kota Paris. Wilayah yang Sepi. Membosankan. Sebagai ibu rumahtangga, ia menjalankan tugas rutin: memasak, bersih-bersih rumah, memandikan anak-anak, mengantar ke sekolah, dan membacakan dongeng untuk anaknya menjelang tidur, melayani suami yang selalu pulang larut malam dari kantor. Ego suami yang kembung. Asyik omong tentang hasratnya. Percakapan dengan suami penuh perintah. “jangan lupa ini… jangan lupa itu…”

Itulah gambaran kehidupan sehari-hari Juliette. Garing. Pun di luar rumah, ia harus menghadapi budaya dominan patriakhis. Di kantor, ia dipermainkan boss, yang laki-laki. Serta dilecehkan oleh kolega laki-laki, yang merendahkan kualifikasi pekerjaannya. Pun para kenalan perempuan, para ibu rumahtangga, yang acap ditemuinya ketika di pekarangan sekolah ketika antar-jemput anak ke sekolah, hanya asyik berkutat memuaskan hasrat para suami mereka. Mulai dari urusan mengurus rumah, pakaian dan tutur kata.

Dengan apik filem yang dibesut sutradara Isabelle Czajka,secara realis, itu mampun menukik pada konflik psikologis, sekaligus menyelusuri ruang batin Juliette. Sebagai pribadi , ia terbelah. Mengerjakan apa yang ia tak sukai. Menerima apa yang tidak ia maui. Dalam gejolak amarah yang ia bungkam sendiri itu, Julliette hanya menatap kekosongan sambil menghisap sigaret. Ia cemas.

Filem ini mengajak kita masuk dalam situasi keperempuanan. Kecemasan eksistensial seorang perempuan. Peradaban telah berbuat curang kepada separuh umat manusia, hanya karena ia bukan laki-laki. Pada perempuan melekat seluruh jenis ketidakadilan: ekonomi, politik, seksual, hokum, kultur, teologi. Dari sinisme sehari-hari hingga kebijakan publik.[T]

Tags: Bentara Budayafilmfilm layar lebarPerempuansinema
Previous Post

Lestari Ledok, Lestari Jagung – Makanan Kampung Nusa Penida Go to Jakarta

Next Post

Kegembiraan Pewaris Bungbang dari Banjar Tengah, Sesetan, Denpasar

Helmi Y Haska

Helmi Y Haska

Sastrawan

Next Post
Kegembiraan Pewaris Bungbang dari Banjar Tengah, Sesetan, Denpasar

Kegembiraan Pewaris Bungbang dari Banjar Tengah, Sesetan, Denpasar

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ritual Sebelum Bercinta | Cerpen Jaswanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025

“Hey, do you sell this sauce? How much is it?” tanya seorang turis perempuan, menunjuk botol sambal di meja. “It’s...

by Dede Putra Wiguna
June 5, 2025
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co