Benar kata-kata Karl Marx. Sejarah ditentukan oleh basis struktur, yakni ekonomi. Hal inilah dasar materialisme dialektika historis (MDH). Agama atau kebudayaan bukan penentu sejarah. Proses produksi barang dan jasa menjadi pengerak sejarah sosial dan wajah agama pun berubah karenanya.
Komunalitas adat lahir dari sistem produksi ekonomi agraris yang berdasar gotong royong karena kerja atau produksi pertanian bersifat padat karya dan terikat waktu (musim, kerta masa). Kebudayaan dan praktik-praktik agama desa dibentuk oleh pergerakan roda produksi pertanian. Demikian pula halnya moralitas atau nilai-nilai serta kesenian.
Transformasi sosial di Bali terjadi karena perubahan gerak roda produksi, jadi bukan karena indonesianisasi, pendidikan, atau pariwisata. Tidak hanya didominasi oleh kerja pertanian. Komunalitas sebagai basis proses kerja pertanian pecah karena adanya migrasi ekonomi. Maka orang Bali mengalami persoalan, seperti konflik adat, yang selalu bersumbu pada konflik kepentingan komunalitas (adat) dan individualitas.
Tapi ide dasar konflik semacam ini sudah terjadi pada diri Pan Balang Tamak. Ia melepaskan diri dari labirin adat yang dipecahkannya dengan cerdik. Adat sama sekali bukan pencapaian adiluhung bagi dirinya yang justru mengambil posisi besebrangan.
Di tengah kekuatan fondasi sosial komunalitas adat, tokoh Pan Balang Tamak dilahirkan sebagai antisipasi perubahan besar adat. Ketika itu, kehadiran Pan Balang Tamak tentu hanya suatu misteri dalam narasi pengasingan sosial yang menyeramkan bagi warga tetapi tidak bagi Pan Balang Tamak.
Pan Balang Tamak adalah anomali sosial dan penolakan Marxisme Kuno. Ia memecah dan melepaskan diri dari labirin adat yang membelenggunya dan memilih alienasi atau keterasingan, yang walaupun menggunakan terminologi yang sama dengan Karl Marx tetapi makna keterasingan Pan Balang Tamak berbeda dengan konsep keterasingan kaum buruh atau proletar.
BACA JUGA
- Balada Ayam Hutan Kaki Batukaru
- Sampah Plastik & Puncak Kesadaran Ekologis
- Bendo Gerit & Kebebasan Soekarno
Kini banyak orang Bali yang mewarisi tata sosial komunalisme adat menjelma Pan Balang Tamak yang karena pilihan kerja atau masuk ke dalam sistem pergerakan roda produksi modern, di luar agrarisme, harus memecah labirin adat dan terlempar jauh keluar, menjalani sejumlah konflik.
Pan Balang Tamak-Pan Balang Tamak modern dalam adat Bali itu lahir semakin banyak karena adanya berbagai sistem kerja ekonomi baru, yang sudah dengan jelas semakin jauh meninggalkan agrarisme di pedesaan, pun semakin cepat mengubah instalasi air subak dan lahan sawah menjadi gudang, hotel, taman bermain, dll. Yang jelas, perubahan ekonomi sudah masuk ke jantung adat, yakni agrarisme.
Maka untuk kesekian kalinya Karl Marx benar. Adat bali berubah karena basis ekonomi berubah. Maka labirin itu pecah sudah dan kini desa adat dengan segala sistem kunonya sedang berhadapan dengan barisan Pan Balang Tamak. [T]