5 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Jika Dokter Identik dengan Keseriusan, Apakah Mereka Baca Karya Sastra?

dr. Ketut Suantarabydr. Ketut Suantara
June 14, 2019
inEsai
Jika Dokter Identik dengan Keseriusan, Apakah Mereka Baca Karya Sastra?

Dokter Suantara

125
SHARES

Dunia medis  identik dengan keseriusan. Kalau anda meragukannya, mungkin anda akan dibilang kurang waras. Bahkan kalau anda menanyakannya langsung pada mereka, barangkali jawaban ketus akan anda terima. “Profesi yang menyangkut nyawa orang, kau anggap main-main?”

Kejadian berikut bisa jadi gambaran yang gamblang dari pernyataan di atas.

Pada saat saya  kuliah dulu, saya sempat membaca sebuah survey tingkat kelucuan mahasiswa sebuah perguruan tinggi. Saya lupa mahasiswa jurusan apa yang dianggap mempunyai selera humor yang tinggi, dan saya juga tak mendalami metode apa yang dipakai sehingga didapatkan kesimpulan tersebut.

Yang saya ingat dengan jelas, bahwa mahasiswa fakultas kedokteran menempati urutan paling buncit dalam hal tingkat selera humor tersebut. Saya yang sejak SMA suka baca buku humor, misalnya Mati Ketawa Cara Rusia, dsb-nya. Dan juga menggemari acara Bagito Show di stasiun TV swasta saat itu, merasa selera humor saya masih dalam taraf yang wajar, artinya tidak rendah rendah amat.

Akhirnya sampai pada titik tertentu saya harus menerima kenyataan bahwa kami mahasiswa muda FK memang terlalu disibukkan dengan kuliah, praktikum dan sebagainya. Sehingga kami lupa meng-upgrade pengetahuan humor kami.

Kejadiannya seperti ini. Saat itu kami menerima kuliah Pengantar Ilmu Penyakit Dalamdari seorang dosen yang senior, yang bahkan saat ini sudah bergelar guru besar di bidang penyakit dalam.

Begini katanya:

“Dalam menentukan penyakit seseorang kita harus melakukan pemeriksaan fisik sederhana, dan untuk mendiagnose adanya infeksi awal, kita bisa melakukan pengukuran suhu tubuh orang tersebut.

Pengukuran suhu tubuh bisa dilakukan dengan tiga cara, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Yaitu diukur di mulut, ketiak dan dubur.

Pengukuran di ketiak paling lazim kita lakukan, karena sederhana dan nyaman untuk pasien. Tapi yang paling akurat adalah pengukuran suhu  di mulut pasien. Kendalanya pengukuran di mulut sangat sulit dilakukan pada dua kategori pasien. Pertama pada balita karena mereka biasanya kurang kooperatif.

Dan yang sulit kedua adalah pengukuran pada pemain kuda lumping.”

Saya tertawa terbahak mendengar guyonan ini, dan baru sadar ternyata saya tertawa sendiri, dan seisi ruangan tetap hening. Berarti ada dua pesakitan di ruang kuliah itu, saya yang tertawa sendiri, dan dosen saya yang hendak membuat lelucon tapi belum cukup memancing tawa pendengarnya.

Dan yang paling tragis, beberapa minggu kemudian , saya meminjam catatan kuliah penyakit dalam dari pacar saya. Di sana jelas tertulis, kontra indikasi pemeriksaan suhu badan secara oral adalah pada bayi dan pemain kuda lumping.

Ternyata memang benar, kami adalah orang-orang yang ditakdirkan untuk selalu serius memandang hidup.

Kembali ke pernyataan pada judul, kami yang memang golongan orang yang super serius itu, apakah otomatis juga pembaca sastra yang tekun? Saya jawab tidak, dengan tegas. Karena dari status-status di media social, percakapan di grup pertemanan, jarang sekali kami membabahas karya sastra, baik tulisan, buku maupun penulis sastra, sekali sebulan saya rasa tidak. Kalaupun dibicarakan, yang terlibat aktif mungkin cuma satu dua orang.

Dan ini terus terang cukup membuat jengah, untuk kita yang ingin generasi kita ke depan tak lupa pada hasil karya anak bangsa, sehingga saya selalu berusaha menyelipkan pesan-pesan berbau sastra pada setiap kesempatan berbicara di depan orang banyak.

Kesempatan pertama hadir saat survey akreditasi puskesmas, yang mendatangkan tim surveyor dari luar Bali dengan level nasional. Pada saat penerimaan mereka, dengan kapasitas saya sebagai kepala puskesmas, saya berkesempatan memberikan sambutan pembukaan.

Saat itu pidato saya tutup dengan sebuah kutipan dari tulisan Goenawan Muhammad (saya kurang yakin mereka membaca GM).

“Harapan, layaknya jalan setapak di tengah rimba, dia terlihat saat makin banyak orang yang melaluinya.“

Lalu, saya melanjutkan: “Bersama bapak dan ibu tim surveyor, mari bimbing kami melewati jalan itu, agar semakin jelas harapan di depan untuk puskesmas yang terakreditasi, yang ujungnya nanti adalah pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.”

Dan saya tak terlalu terkejut, saat sebulan kemudian hadir pemberitahuan bahwa puskesmas kami lulus akreditasi dengan status memuaskan

Kesempatan lainnya datang kemudian. Momen pelatihan kepala puskesmas tingkat provinsi menjadi ajang unjuk gigi. Dalam setiap kesempatan diskusi selalu saya aktif mengajukan pertanyaan yang beraroma sastra. Pemaparan materi tentang kepemimpinan yang efektif, menggunakan teori dan konsep konsep asing, yang saya rasa juga terlalu usang dan tak cukup membumi.

Iseng saya mendebat, “Dalam budaya minang ada sebuah pepatah, pemimpin itu semestinya cuma dimajukan selangkah,dan ditinggikan sedahan, dan itu konsep yang ada di bumi nusantara, mengapa tidak kita belajar dari sana?”

“Selama ini pemimpin kita selau berjarak dengan yang dipimpin, dan benar kata bijaksana, bahwasanya seorang pemimpin adalah cerminan masyarakat yang dipimpinnya,” begitu lanjut saya.

Sang fasilititator tergugun, dan terkesan sependapat dengan ide tersebut.

Aksi terakhir hadir saat perpisahan. Pelatihan selama sepuluh hari tak terasa panjang bagi semua peserta, termasuk fasilitator kami yang jujur mengaku sangat berkesan karena keragaman kelompok ini dengan beragam inisiatif dari anggotanya.

“Ayo siapa yang mewakili grup ini untuk memberikan kesan dan pesan setelah mengikuti pelatihan yang lama dan melelahkan ini?” tantang koordinator fasilitator pelatihan.

“Ayo Tut, kita Buleleng peserta paling banyak, masak kalah dengan Denpasar yang cuma seorang?” begitu provokasi teman-teman saya.

Baiklah saya terima tantangan ini,  kata saya di depan peserta pelatihan dan segenap fasilitator yang sempat hadir. Tetapi barangkail gaya saya, tak bisa disamakan dengan rekan dari Bangli, Denpasar, yang saya rasa memang penggiat multi level.

“Gaya saya lebih sebagai pencerita,” begitu saya membuka pidato. “Tapi bagaimanapun, seperti kata Chairil Anwar, “Semua dicatat, semua dapat tempat”…bukan begitu teman-teman?”

Penonton terdiam, tak ada yang merespons pernyataan saya.

“Sepuluh hari kebersamaan kita, dalam suka dan duka, sedih senang, makan bersama, bercanda bersama sudah cukup menumbuhkan “cinta” di antara kita. Untuk merayakannya, saya persembahkan sebuah puisi, karya Sapardi Djoko Damono, Aku Ingin…”

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya arang

Aku ingi mencintaimu dengan sederhana

Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

Awan kepada hujan  yang menjadikannya tiada

            Terdengar sorakan keras di penjuru kelas, menanggapi puisi wajib bagi penyuka puisi Indonesia ini.

“Biar saya tak melebar ke mana-mana, akhirnya saya ucapkan terima kasih banyak kepada seluruh fasilitator yang telah membimbing kami dalam sepuluh hari yang kita lewatkan bersama.

Seperti kata bijak dari Cina.”Anda bisa menemukan seratus orang pandai dalam jarak seratus li, tapi untuk menemukan satu orang bijak, anda mungkin harus mencari sejauh seribu li.

Mudah mudahan setelah pelatihan ini, kita bisa menjadi orang orang bijak , minimal di tempat kerja kita, dan di wilayah kerja yang menjadi tanggung jawab kita.

Seperti dalam sajak Sapardi yang lain, Hujan Bulan Juni:

Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni

Dihapuskannya jejak kakinya yang ragu ragu di jalan itu

Terlihat wajah-wajah bingung menagggapi puisi yang saya bacakan itu. Sebelum mereka melempari saya dengan buku, saya lanjutkan:

“Hujan Bulan Juni adalah hujan sisa sisa, hujan penghabisan. Dia turun sebentar untuk sekedar memadamkan debu, lalu bekasnya akan segera hilang. Kita harus bisa seperti itu. Saat menggerakkkan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan mereka, kita terlibat secara langsung , dan saat mereka berhasil, mari kita tinggalkan , dan biarkan mereka merasakan itu sebagai keberhasilan mereka sendiri.”

Terdengar desahan puas dari pendengar puisi, atas interpretasi sederhana saya itu.

Dan akhirnya sekali, untuk menutup pidato kebudayaan saya selama sepuluh menit ini, saya coba menyentuh sisi nasionalisme teman-teman seprofesi saya.

“Para pendiri bangsa ini telah memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang mesti kita junjung bersama. Tugas kitalah untuk menggunakannya dengan baik, salah satunya dengan membaca karya-karya sastra yang berbahasa Indonesia. Mari mulai dari diri kita sendiri, untuk memberi contoh pada lingkungan terdekat, keluarga, pasien, tetangga dan seterusnya. Jangan nanti kita baru terkejut kalau saat nanti ada yang mengakui bahwa Chairil Anwar adalah orang Malaysia”.

Saya menutup pidato dengan berapi api.

Sepi menyelimuti kelas sesaat, baru dilanjutkan tepuk tangan, yang entah karena kagum atau karena kasihan dengan saya yang berbicara sendiri di depan kelas seperti orang tak waras.

Dari hati kecil saya berharap mereka tergerak untuk membaca karya sastra anak bangsa, walaupun saya rasa harapan itu agak kejauhan. Tapi satu yang bisa saya pastikan, suatu saat ketika mereka yang ada di kelas itu mendengar nama saya, mereka akan segera teringat, “Ooo, dokter dari pelosok Buleleng yang merangkap pujanggaitu!?” [T]

Tags: dokterhumorPendidikanPengetahuansastra
Previous Post

Memandang Pendongeng, Menatap Selintas “Gadis Suci Melukis Tanda Suci di Tempat Suci”

Next Post

Puisi-puisi Pranita Dewi # Benteng, Episode, Chaplin

dr. Ketut Suantara

dr. Ketut Suantara

Dokter. Lahir di Tista, Busungbiu, Buleleng. Kini bertugas di Puskesmas Busungbiu 2 dan buka praktek di Desa Dapdaputih, Busungbiu

Next Post
Puisi-puisi Pranita Dewi # Benteng, Episode, Chaplin

Puisi-puisi Pranita Dewi # Benteng, Episode, Chaplin

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ritual Sebelum Bercinta | Cerpen Jaswanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025

“Hey, do you sell this sauce? How much is it?” tanya seorang turis perempuan, menunjuk botol sambal di meja. “It’s...

by Dede Putra Wiguna
June 5, 2025
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co