Pernahkan kamu duduk merenung sendiri? Apa yang kamu pikirkan? Harta? Tahta? Apa pasangan hidup? Atau tujuan hidupmu? Mau makan apa besok? Atau mungkin kapan gajian karena gaji menipis?
Minggu-minggu ini saya menikmati waktu saya sendiri. Waktu yang menurut saya berharga karena saya bebas dan lepas dari hiruk pikuk ajakan teman untuk nongkrong, deadline pekerjaan yang mengejar ataupun kegiatan-kegiatan di luar itu.
Waktu kesendirian itu sering saya manfaatkan untuk menengok ke dalam diri saya, melihat sejauh mana saya berjalan, dan memberikan jeda pada hati dan pikiran saya. Jeda itu penting dan mengasyikkan asal tidak terlalu.
Dalam waktu “me time”, begitu saya menyebutnya, saya akan merasakan ketenangan dan melihat hidup yang saya jalani dari berbagai sisi dan menentukan langkah selanjutnya. Ternyata saya merasakan, tidak ada yang lebih memahami diri saya selain saya sendiri.
Setiap hal yang saya jalani, setiap hal yang membuat saya bahagia dan berduka, dan setiap hal yang memberikan tantangan memberikan ilmu kehidupan untuk diri saya dan membuat saya untuk terus belajar memahami diri. Memahami bagaimana pikiran, hati dan tubuh saya agar selalu seirama. Seia dan sekata. Hati yang menentukan jalan dan tugas pikiran hanya menentukan strategi. Bukan sebaliknya.
Kesejatian diri haruslah dicari dan ditemukan. Mencarinya pun dengan merenung. Jangan terlalu sibuk di luar, namun di dalammu rapuh. Ke dalam diri dan ke luar (berinteraksi) harus seimbang. Kapan kamu menentukan waktumu untuk diri sendiri, keluarga, pasangan, ataupun teman.
Kamu adalah pemilik hidupmu. Temukan kesejatian dirimu agar kamu bisa melihat setiap orang bermakna dalam hidupnya dan tidak membandingkan hidupmu dengan orang lain.
Awal-awal bekerja setelah usai kuliah saya suka sekali menanyakan gaji teman saya dan membandingkannya. Lalu apa yang saya dapat? Saya hanya mendapati diri saya yang kurang bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan.
Rejeki ibarat air, semakin keras alirannya, maka semakin besar pula yang datang. Hingga pada akhirnya saya sadar bahwa tidak ada gunanya saya melakukan hal itu.
Setelah saya sadar yang saya lakukan adalah saya berfokus pada diri saya sendiri. Memperbanyak rasa syukur dan berlatih untuk selesai membandingkan diri saya dengan orang lain. Meningkatkan kualitas diri saya dan menjadi versi terbaik diri saya setiap hari dengan belajar, mengikuti pelatihan, bertemu dan belajar dengan orang baru. Tidak lupa memperbaiki dalam diri yaitu pikiran, tutur kata dan perilaku.
Dan yang paling penting dari semuanya adalah belajar mendengarkan. Mendengarkan hati kita, memahaminya hingga mencintai kesejatian dalam diri kita.
Saya pernah bercerita pada teman saya. Teman saya, yang menurut saya bijaksana berkata “Pahami dirimu. Temukan keindahan pada dirimu, di hatimu. Ketika kamu sudah menemukan keindahan pada dirimu, jangan lupa mengisi diri dan memberikan manfaat. Menjadi diri kamu yang lebih baik dalam ilmu, pengetahuan dan keterampilan akan membuat semakin banyak yang bisa kamu berikan”. [T]