PEMILIHAN Umum tinggal menghitung hari. Sebagai warga negara yang baik, nenek saya, Dadong Norit, selalu berpartisipasi. Namun sepertinya tahun ini, Dadong berencana tidak berpartisipasi.
Tiap kali pesta demokrasi digelar, Dadong tak pernah absen. Mulai dari pemilihan bupati hingga pemilihan gubernur, Dadong selalu datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Walau kadang-kadang dadong juga tidak selalu nyoblos, seperti saatpemilihan bupatidua tahun lalu.
Nah tahun ini, Dadong benar-benar semangat menyalurkan hak pilihnya. Maklum, ada seorang caleg yang didukungnya sepenuh hati. Caleg ini tinggal satu desa dengan Dadong. Jarak rumahnya pun tak sampai satu kilometer dari rumah Dadong.
Pada Pemilu 2014 lalu, Dadong relatif lancar menyalurkan hak suaranya. Padahal dadong tak kenal huruf latin. Hanya tahu angka-angka saja.
Tatkala itu Dadong hanya mengandalkan pengetahuannya soal gambar partai. “Gampang, tinggal coblos gen adan ne beten gambar sampi, jeg ye sube,” ujar Dadong kala itu.
Tapi tahun ini berbeda. Ingatan Dadong tak sekuat lima tahun lalu. Penglihatannya pun mulai lamur. Namun demi srikandi yang didukungnya, Dadong tetap berusaha.
Tatkala sang caleg yang juga Ketua Fraksi di DPRD Buleleng itu melakukan sosialisasi di desa belum lama ini, Dadong pun sempat hadir. Dadong berusaha mendengarkan dengan saksama. Terutama soal tata cara mencoblos surat suara.
Dadong ingat betul bahwa ia diminta mencoblos surat suara yang warna hijau. Namun Dadong tak ingat betul seperti apa tata cara mencoblos surat suara, agar sang caleg yang kini maju untuk ketiga kalinya itu, kebagian suara.
Saat simulasi pencoblosan dilakukan, Dadong pun dengan percaya diri melakukan pencoblosan. Surat suara sebesar lembaran koran pun dibukanya. Butuh waktu hampir lima menit bagi dadong untuk mengingat tata cara pencoblosan.
Semakin Dadong berusaha mengingat, semakin gagal ia mengingatnya. Hingga akhirnya Dadong hanya ingat dua petunjuk sakti. Yakni “warna hijau” dan “angka satu”. Dadong pun nyoblos surat suara.
Setelah dicek, ternyata Dadong keliru menyalurkan hak suara. Bukannya memberikan suara pada sang caleg, Dadong justru menyalurkan suara bagi partai lain. Partai dengan warna hijau yang kebetulan berada pada nomor urut satu.
Saat dicek itu pula, sang caleg yang kebetulan menyaksikan seluruh proses simulasi, hanya bisa menarik nafas panjang. Maklum, terancam berkurang satu suara tahun ini.
Gara-gara kegagalan itu pula, Dadong berencana tidak menyalurkan hak pilihnya. “Adenan be sing milih, pang sing pelih pas nyoblos. Sing juari Dadong jak Turkini,” kata Dadong. [T]