5 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Buku Puisi “Laila Kau Biarkan Aku Majnun”: Peristiwa dan Kenangan Tak Senilai Berita

Made Adnyana OlebyMade Adnyana Ole
April 5, 2019
inUlasan
Buku Puisi “Laila Kau Biarkan Aku Majnun”: Peristiwa dan Kenangan Tak Senilai Berita

tatkala

29
SHARES

Saya mengenal Kambali Zutas dengan panggilan Ali ketika sama-sama bertugas menjadi wartawan di Singaraja, Buleleng. Sejak bertemu kami merasa serasi, setidaknya serasi sebagai teman yang sama-sama suka nongkrong di dagang pecel lele sembari membicarakan hal-hal yang tidak “bernilai berita”. Misalnya kenapa seorang pedagang pecel lele dinamai Mas Gondrong, padahal rambutnya tak gondrong-gondrong amat.

Pagi, siang, hingga saat deadline petang, sebagai wartawan, kami sudah disibukkan dengan urusan berita. Sehingga malam-malam bolehlah terbebaskan untuk bicara soal remeh temeh yang tak layak sama sekali masuk headline di halaman pertama koran kami. Kadang-kadang kami merancang khayalan tentang hal sensitif, yang tetap “tak layak berita”.

Misalnya, bagaimana kalau sesekali kami  bernyanyi bersama – benar-benar bersamaaan, bukan bergiliran – di atas panggung hiburan. Ali menyanyi lagu berbahasa Arab, saya menyanyikan kidung Bali berbahasa Jawa Kuno. Bahkan kami berpikir akan menukar ucapan salam. Ali yang seorang Muslim mengucap salam Hindu sebelum bernyanyi, dan saya yang Hindu mengucap salam Muslim.   

Tapi khalayan itu tak pernah terjadi, sehingga kami tak pernah tahu bagaimana kiranya respon penonton jika aksi panggung itu benar-benar digelar, misalnya, di Taman Kota Singaraja. Mungkin saja aksi kami akan masuk koran, karena dianggap bernilai berita. Entah berita bagus atau berita buruk.

Saya sebenarnya mencoba menghindar dari niat untuk untuk menghubung-hubungkan puisi yang ditulis Ali dalam buku “Laila Kau Biarkan Aku Majnun” ini dengan kenangan-kenangan kami saat bersama di Singaraja. Namun saya bukanlah kritikus sastra yang punya bekal teori memadai untuk membicarakan puisi seorang teman, maka satu-satunya cara adalah mencoba menemukan semacam hubungan antara apa yang pernah saya tahu dari laku penyairnya dan puisi-puisi yang ditulisnya kemudian.

Jadi, mungkin apa yang saya katakan tentang puisi dari Penyair Kambali Zutas ini adalah sesuatu yang subjektif, personal, dan tentu saja polos tanpa kecurigaan layaknya sepasang teman, karena penyairnya “tak pernah mati”, ia senantiasa hidup dalam pikiran saya, kata per kata. 

Satu hal yang saya temukan kemudian adalah bagaimana Ali  meramu sesuatu yang tampak,tak “bernilai berita” menjadi puisi yang layak jadi renungan tentang kehidupan manusia, apa pun keyakinannya, apa pun gaya hidupnya, sehingga pada akhirnya puisi-puisinya mengingatkan saya pada berita-berita besar yang terjadi pada manusia, yang terjadi di negeri ini, kadang sebagai berita kecil yang lewat begitu saja, kadang sebagai berita besar yang ditulis berjilid-jilid meski pada akhirnya juga lewat begitu saja.  

Tapi memang begitulah tugas sebuah berita. Ia seakan harus didengar dan dibaca secepatnya, tapi kemudian dilupakan secepatnya. Pada saat seperti itu, puisi mencoba mengukuhkannya. Dan Ali, sebagai seorang wartawan, menulis puisi, sepertinya sedang ingin membuat berita menjadi ajeg, setidaknya dalam ajeg dalam renungan tengah malam, sebagaimana kami lakukan dulu, di Singaraja.  

Tema yang digarapnya sepertinya adalah sebagian besar tema obrolan kami tengah malam itu, setelah berita dikirim ke redaksi, sebelum kami tidur di masing-masing rumah kontrakan. Obrolan kadang kadang dimulai dengan mentertawakan isi berita yang tadi siang kami tulis, atau kadang obrolan lepas begitu saja, tak ada kaitan sama sekali dengan berita apa pun di dunia ini. Dan, saya pikir, puisi-puisi Ali ini memang digarap dari peristiwa sehari-hari, baik yang dilihatnya sendiri, maupun peristiwa yang didapat dari media, termasuk media tempat dia bekerja sebagai redaktur saat ini.  

Hanya saja, selayaknya penyair, ia mengerahkan berbagai kekuatan majas, untuk membuat puisi tak sekadar seperti berita-berita biasa, sebagaimana sehari-hari ia tulis atau ia edit di meja redaksi. 

Dan majas yang ia bangun, lagi-lagi mengingatkan saya pada gaya obrolan kami pada tengah-tengah malam di Singaraja itu, yang nakal, tak terduga, kritis, namun sesekali mencoba untuk bijak selayaknya seorang spiritualis. Sehingga puisinya layak dikupas dengan sedikit berkeringat untuk menemukan daging isi yang kemudian bisa dimakan, sekaligus menemukan biji buah untuk kemudian ditanam demi kehidupan yang berlanjut.

Mari baca penggalan puisi “Songkok Beterbangan”:

cerita lain saat sorak kegembiraan. orang lalu lalang tak terhitung. menenteng, mengangkat, dan menyunggi. berbagai bentuk, ukuran, warna, dan merk dari dalam dan luar negeri.

waktu itu musim panas. angin berhembus mengencang. ini hari kemenangan. mereka dan kami merayakan keriangan. mengikuti hingga khusuk. saling menyapa dan bertanya.

“sejak kapan si fulan bersolek seperti itu?” tanya mereka kepadaku.

mereka lantas memegang kepala. waktu itu? si fulan memegang sambil menggelengkan kepala.

“ aku tidak pernah pergi ke mana-mana. aku hanya di rumah.” “kalau begitu, copot! aku sudah muak melihatnya.”

Kuat dugaan puisi itu bercerita tentang sebuah peristiwa, mungkin hanya penyairnya semata yang tahu, mungkin juga peristiwa yang sudah diberitakan secara luas di media massa. Dengan gaya ungkap yang terkesan seenaknya dan sedikit nakal, penyairnya mencoba membangun peristiwa baru, dengan mengedit (kebiasaan seorang redaktur di media massa) peristiwa sebenarnya.

Songkok, kata yang kerap direpresentasikan dengan penutup kepala lelaki Muslim, mungkin memang dimaksud untuk menunjukkan sebuah peristiwa yang berkaitan dengan lakon orang Muslim. Namun sebagai simbol ia bisa menjadi simbol milik siapa saja, simbol bagi gaya hidup siapa siapa.

Songkok hanya ada dalam judul puisi dan tak ada satu kata songkok pun dalam baris puisi. Itu bisa diartikan bahwa songkok hanyalah penunjuk jalan, sementara jalan kehidupan yang dilewati, tahap demi tahap, bait demi bait, spasi demi spasi, bisa milik siapa saja.

Dalam buku yang cukup tebal ini terdapat banyak puisi yang mengesankan ramuan majas dan gaya ungkap semacam itu. Dan puisi “Songkok Beterbangan”, saya kutip karena puisi ini salah satu yang amat saya suka di antara puisi-puisi sejenis yang lain. Mungkin karena begitu sering saya temukan foto Ali dengan gaya berpenutup kepala di media sosial, kadang pakai songkok dengan benar, lebih sering pakai penutup kepala selayak pendaki gunung salju atau seperti gaya penyanyi rap.

Puisi gaya lain yang sungguh memikat adalah  “Laila Kau Biarkan Aku Majnun” yang dijadikan judul dalam buku ini. Mungkin saya telanjur tersihir karena sebagai judul buku, puisi itulah yang saya baca pertama kali saat Ali menunjukkan stensilan dari kumpulan puisinya. Namun, sebagai sebuah puisi tentang kegelisahan seorang pecinta, puisi ini terkesan digarap dengan kekuatan literer yang sungguh-sungguh.

Puisi ini merujuk pada kisah klasik Laila-Majnun, lalu memasaknya dengan  berbagai kesangsian dan pertanyaan-pertanyaan masa kini, mungkin pertanyaan seseorang dari generasi milenial, mungkin juga pertanyaan penyairnya sendiri, tentang rasa hakiki dalam diri dan rasa gelisah di luar diri.  Coba tengok satu bait yang menggetarkan hati:    

 Tapi tak usah kau pikirkan

Apakah aku seorang basyar, insan atau an-nas

Aku adalah harapan yang tak pernah kau temukan

Saat mengenal Ali di Singaraja, saya tak pernah peduli apakah ia seorang Muslim atau bukan. Jika pun saya tahu ia seorang Muslim, saya tak peduli juga apakah ia seorang yang taat atau seseorang yang biasa-biasa saja. Karena dalam setiap obrolan, kami selalu memandang sesuatu dengan cara pikir yang sama: liar tanpa batas, meski bukan dengan keyakinan yang sama. Tapi dari biodata resmi yang saya tahu kemudian ia punya riwayat pendidikan agama yang mengesankan, di dalam lembaga formal maupun di luar lembaga formal.     

Maka dalam puisi-puisi dia, sesungguhnya bisa dilacak perangkat-perangkat ajaran yang digunakan sebagai pengolah data dan peristiwa, sebagai pemicu cara berpikir, untuk mendapatkan puisi bernas dengan nilai-nilai yang dimiliki setiap manusia. Tampak ia selalu menghindar untuk penggunaan idiom keagamaan, dan mencoba menemukan idiom baru sehingga dengan begitu ia berhasil menciptakan puisi-puisi yang justru kritis terhadap pemaknaan tunggal pada satu peristiwa.

Secara umum puisi-puisi Ali bahkan berbicara tentang isu-isu penting di zaman modern, isu yang dihadapi setiap manusia: cinta, kasih sayang, alam, lingkungan hidup, dan juga politik. Lihat puisi tentang anak kecil yang disiksa dan dilenyapkan nyawanya, tentang isu lingkungan di wilayah Benoa, tentang pulau yang hilang, tentang persahabatan, dan tentu tentang hal-hal yang jadi perhatian semua manusia: semesta dan pencipta semesta.

Akhirnya, saya tak perlu menulis banyak kata untuk puisi Ali, karena toh saya akan sibuk membicarakan hal-hal yang telah banyak diketahui orang. Maka itu, selamat untuk Kambali Zutas. Jika menulis berita membuat kita sibuk, mungkin menulis puisi membuat orang lain menjadi sibuk. Dan itulah keberhasilan puisi. [T]

Tags: beritaBukukenanganperistiwaPuisi
Previous Post

“Quarter Life Crisis”, Ini Biasa Terjadi Usai Kamu Wisuda S1

Next Post

Guru Kontrak yang Terjerumus ke Dunia Rias: Cita-cita dan Suka-suka

Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

Next Post
Guru Kontrak yang Terjerumus ke Dunia Rias: Cita-cita dan Suka-suka

Guru Kontrak yang Terjerumus ke Dunia Rias: Cita-cita dan Suka-suka

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ritual Sebelum Bercinta | Cerpen Jaswanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025

“Hey, do you sell this sauce? How much is it?” tanya seorang turis perempuan, menunjuk botol sambal di meja. “It’s...

by Dede Putra Wiguna
June 5, 2025
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co