6 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Meboya – Jejak “Laut” Orang Buleleng?

Putu Hendra Mas MartayanabyPutu Hendra Mas Martayana
April 1, 2019
inEsai
Meboya – Jejak “Laut” Orang Buleleng?

Pelabuihan Buleleng . (Foto: Mursal Buyung)

66
SHARES

Persembahan untuk Hari Jadi Kota Singaraja ke-415 — Glukkige Verjaardag Mijn Stad

Akhir pekan kemarin, 30 Maret 2019, saya bersama kompatriot, Pak Made Pageh menghadiri acara bedah buku berjudul Plitik karya Nanoq da Kansas. Keikutsertaan Pak Made Pageh dalam acara itu bukan tanpa alasan, beberapa pekan sebelumnya, yang bersangkutan mengutarakan kekecewaan karena tidak saya ajak mendengarkan “clotehan” Sugi Lanus tentang filsafat “galang”.

Novel Plitik yang dibedah itu kebetulan sudah saya baca deskripsinya, dan sejauh yang saya tangkap merupakan refleksi terhadap pengalaman pribadi penulis yang menawarkan ulasan politik dalam bentuk satir nan jenaka. Meski demikian, kandungan nilai-nilainya sungguh serius dan berat bila didiskusikan secara frontal. Penulis novel sadar bahwa untuk menjangkau pembaca yang luas, narasi politik yang kaku dan berjarak itu harus disampaikan dengan gaya bahasa yang santai, gembira bahka absurd.

Pun demikian, salah satu pembahas (kebetulan gen Z) yang saya tanya responnya terhadap dinamika politik nasional menjawab pesimistis dan berniat golput (mengaku gusdurian-tetapi mungkin Gusdur sendiri akan kecewa dengan sikapya di alam kubur) menjelang Pilpres 17 April mendatang. Ini artinya, Novel Plitik sebagai satir politik reformasi yang telah dibaca atau mungkin bacaan-bacaan lain, alih-alih mengubah persepsi, namun dianggap gagal meleburkan sekat antara politik dengan milenial yang semakin berjarak dan tabu dibicarakan selama 32 tahun Orde Baru.

Dekolonisasi Orde Baru mungkin saja berlangsung singkat sejak gelombang krisis moneter di Asia sejak 1997 dan mencapai puncak 1998, namun dekolonialisasi terhadapnya berjalan sangat lambat. Jejak-jejak mentalitas Orde Baru masih tercecer, dan dapat disaksikan pada gen Z di atas sekalipun. Atau mungkin saja gaya hidup (baca : fesyen) kekinian sebagai bahasa politik kontestan pilpres demi meraup suara milenial yang diperkirakan 60-a juta, dianggap artifisial, terlalu dibuat dan tentu saja sebatas embedded(baca : tempelan).      

Saat kami tiba di TKP, acara masih belum juga dimulai, padahal sudah telat 30 menit dari jadwal semula pukul 19.00. Kehadiran kompatriot saya, Pak Made Pageh cukup menjadi kejutan, khususnya bagi tuan rumah Tatkala, Pak Ole dan Bu Sonia. Sebab mereka telah saling kenal – Pak Made Pageh mengenal Pak Ole sebagai jurnalis “kakap” di Bali Post, sedangkan Bu Sonia (mantan pacar Pak Ole), pernah menjadi mahasiswi binaan pak Made Pageh di awal tahun 2000-an.

Seperti yang sudah-sudah dan tradisi menyambut tamu ala tua rumah Tatkala, basa basi terlontar dari pak Ole. “selamat datang di rumah Tatkala, tempat diskusi alternatif yang menjadi wadah berkumpul lintas ilmu, dan yang paling penting menjadi “the other” dalam membaca narasi Bali dari “depan” yang berpusat di Bali Selatan – Bali Barat, Utara dan Timur bisa menjadi simpul antitesis terhadap narasi itu ”.

Saya dan Pak Made Pageh saling bertatapan dan mengernyitkan dahi setelah mendengar sambutan tuan rumah. Berbagai pertanyaan muncul bahkan hingga terbawa ke alam mimpi. Keesokan harinya, 31 Maret, dengan berbekal satu gelas air putih, saya nongkrong di ruang inspirasi (baca : WC) sambil menuliskan ide-ide tulisan ini via rekaman hp.

Tulisan ini dibuat dan terinspirasi dari pernyataan AHISTORIS tuan rumah Tatkala. Kompatriot saya, Pak Made Pageh mungkin mengamini pendapat saya karena tesis beliau di UGM membahas salah satu ikon Buleleng, yakni Eks Pelabuhan Buleleng.  

Saya setuju jika Bali Utara dianggap sebagai “the other” dalam narasi Bali kontemporer yang memposisikan industri pariwisata sebagai pusatnya. Riset kecil dalam sub bab di dalam tesis saya di kawasan hutan Bali Barat yang dibiayai sepenuhnya oleh Universitas Adger Norwegia memperkuat hal itu. Akan tetapi, jika beranjak pada fakta historis, Bali Barat dan Bali utara justru garda depan  kebudayaan Bali. Artefak manusia purba berupa porselen dan keramik dari Cina di Situs Gilimanuk, Situs Candi Budha di Lovina hingga kemasyuran Eks Pelabuhan Buleleng pada medio abad XVIII hingga awal abad XX memberi bukti bahwa bagian utara pulau Bali ini adalah kawasan maritim yang ramai dikunjungi bahkan sejak awal abad masehi sehingga menghasilkan interaksi antarperadaban di masa lalu.

Tulisan ini tidak hendak menguraikan kejayaan Bali utara thus Bali Barat di masa lalu, namun lebih dari itu memperlihatkan karakteristik air (baca : laut) yang pernah dimiliki orang Buleleng. Di era kontemporer, karakter khas itu mengarah pada stigma negatif, alih-alih positif. Spirit kebaharian sengaja saya ketengahkan karena selama ini masyarakat Buleleng khususnya terkesan abai terhadap diskursus “air” (laut) sehingga narasi tentang nya selalu “absen” ketika memikir ulang Buleleng sebagai kesatuan identitas.

Fakta historis di masa lalu membuktikan kota Singaraja pernah menjadi pusat pemerintahan Bali dan Lombok sejak era Kolonial.  Eks pelabuhan Buleleng dan tempat-tempat lain di seputaran jalan Diponegoro, Hasanudin, Imam Bonjol, Surapati, Pramuka hingga Ngurah Rai menjadi saksi bisu masa-masa kejayaan laut yang dibalut budaya urban kota yang mulai bertumbuh seiring persentuhannya dengan peradaban Barat sejak takluk dari Belanda pasca Puputan Jagaraga 1849.

Dikuasainya Singaraja dan juga kota-kota lain di Bali oleh pihak Belanda  yang menghasilkan Puputan Badung 1906 dan Klungkung 1908 bukan tanpa alasan, sebab di tahun-tahun kekuasaan Inggris di bawah Raffles (1811-1815) yang sempat berkunjung ke Bali, telah merencakan akan menjadikan Bali sebagai sea port– sejenis pelabuhan transito mirip negara Singapura (baca : Tumasik) sekarang, dan Pelabuhan Buleleng sebagai pusatnya yang menghubungkan aktivitas niaga Pantai Utara Jawa dengan Makassar.

Namun kekuasaan Inggris yang singkat itu segera digantikan oleh Belanda diikuti pula dengan pemindahan pusat pemerintahan dari Singaraja ke Denpasar. Sejak saat itu, sandi kala pelabuhan Buleleng  telah di depan mata, orientasi laut kota pelabuhan Buleleng  beralih menjadi orang “darat”.

Meskipun Buleleng di era koloial Belanda mengalami disorientasi laut, jejak kebaharian itu hingga kini masih bisa disaksikan dalam praktik sosial- sikap meboya.  Sikap ini dianggap sebagai respon “alamiah” ketika orang Buleleng diajak berkomunikasi oleh pihak tertentu yang bertujuan menyampaikan himbauan, ajakan pendapat dan sejenisnya. Reaksi pertama – dahi mengkerut, mulut munju, geleng-geleng kepala yang dibalut senyum sinis pertanda ketidaksetujuan. Pun begitu sikap ini bertaut dengan taglineegalitarianisme orang Buleleng dalam merespon kebudayaan Bali.

Jika budaya Bali diekspresikan dengan simbol-simbol kepiawaian dalam ukiran, tarian, ketaatan adat dan agama, serta lukisan, maka hal tersebut adalah hal yang sulit ditemukan pada diri orang Buleleng. Orang Buleleng seakan ingin terus mendefinisikan ulang budaya kebaharian meboya yang tidak harus lemah lembut dalam bertutur kata, tunduk dengan feodalisme kasta dan tidak harus piawai mengukir. Orang Buleleng menjadi komunitas bahari sebagai antitesis agraris yang membedakannya dengan komunitas Bali di luar Buleleng. [T]

Tags: bulelenglautSingaraja
Previous Post

Counscious Healthy Eating

Next Post

Evolusi Pasca Darwin

Putu Hendra Mas Martayana

Putu Hendra Mas Martayana

Lahir di Gilimanuk, 14 Agustus 1989, tinggal di Gerokgak, Buleleng. Bisa ditemui di akun Facebook dan IG dengan nama Marx Tjes

Next Post
Nyepi: Terapi Kesehatan, Terapi Kita, Bumi dan Peradaban

Evolusi Pasca Darwin

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co