4 Maret 2019
Aku suka perjalanan, baik itu perjalanan dekat ataupun perjalanan jauh. Baik itu beramai-ramai, berdua, atau sendiri. Bagiku itu sama saja. Hari itu, setelah mendapat pesan konfirmasi kelolosan sebagai relawan pengajar dengan profesi penulis, aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan.
Segera ku-booking tiket tiga hari sebelum keberangkatan. Teman yang sempat kuhasut untuk mendaftar, ternyata tidak lolos dan mengharuskan aku untuk berangkat seorang diri, tanpa mengenal siapapun dan tidak tahu akan kemana.
Pukul 06.00 kereta berangkat dari stasiun Rambipuji, Jember. Membawaku mengarungi perjalanan dan petualangan kali ini. Aku sudah biasa melakukan perjalanan menggunakan kereta api, bagiku tak masalah. Yang ku pertanyakan setelah turun di stasiun terakhir sebelum kota tujuanku, aku akan naik apa dan pergi kemana. Di tiket tertulis aku akan sampai di stasiun Madiun pukul 13.55 WIB. Membaca beberapa buku yang kubawa adalah hal paling menyenangkan kala itu.
Mencoba menggali info agar aku tidak seperti orang linglung. Aku mendapat jawaban tapi masih belum mendapat keberanian. Tetapi, berjalan sejauh ini untuk apa kembali. Satu-satunya yang harus aku jalani adalah melewati semua itu untuk mencapai kota tujuan.
Tepat sesuai jadwal, kereta sampai di Stasiun Madiun mengharuskan aku harus turun dan berpetualang. Karena sudah mendownload beberapa aplikasi ojek online sebelum berangkat, aku tidak kebingungan untuk pergi ke terminal demi melanjutkan ke perjalanan.
“Bus ke Pacitan adanya jam lima sore, Mbak,” ucap seorang petugas terminal.
“Jam lima sore?” kulirik jam di tanganku, masih pukul dua siang dan aku tidak mungkin menyia-nyiakan tiga jam untuk menunggu.
“Ada bus Ponorogo di pojok timur mbak.”
Aku masih mengingat pesan salah satu panitia lokal, jika tidak ada bus jurusan Surabaya-Pacitan maka aku harus mengambil jalan pintas untuk pergi ke terminal Ponorogo, lalu mencari bus jurusan Pacitan. Aku masih dalam trauma masa kecil dimana ditanamkan tentang penculik atau orang-orang jahat di terminal bus. Aaah untuk apa, segera aku berlari menuju bus Ponorogo. Aku harus segera sampai agar bisa beristirahat lebih lama.
Aku sangat bersyukur karena Tuhan mempermudah perjalananku, dimulai dari mencari bus Ponorogo, hingga sampai di terminal dan menemukan bus Pacitan tanpa harus menunggu lama. Memberi kabar kepada panitia agar mereka tidak terlalu khawatir. Rika, salah satu panitia yang ditugaskan untuk mendampingi rombel (rombongan belajar) ku berjanji akan menjemputku di stasiun Pacitan.
Satu jam, dua jam, sampai aku enggan melirik detak jam tanganku. Mengapa tidak sampai-sampai. Aku baru meng-iyakan kata temanku bahwa jalan menuju kota pesisir itu berkelok-kelok. Lama dan aku merasa mengapa tidak kunjung selesai. Sungguh, benar yang dicuapkan bahwa Pacitan adalah surga dibalik gunung.
“Terminal ya mbak? 10 menit lagi sampai,” kondektur memberi harapan.
Aku bisa membayangkan perjalanan yang dimulai pukul 06.00 WIB tadi akan segera berakhir. Pukul 20.00 aku sampai di terminal. Hari ini aku menghabiskan waktu 14 jam untuk perjalanan, cukup lama. Rika, seorang panitia lokal datang menjemputku, mengarungi jalanan malam kota menuju basecamp yang berdampingan dengan alun-alun.
Aku masih belum mengenal siapapun, merasa asing. Ahirnya aku memutuskan untuk membasuh diri kemudian menikmati keramaian alun-alun kota, beruntung sekali di malam minggu itu terdapat pementasan wayang di tengah pusat alun-alun.
Aku tidak tahu harus membalas apa atas semua kebaikan. Malam itu, masih belum ada relawan putri yang datang. Aku yang semula berniat akan tidur di basecamp ternyata diberikan tawaran untuk beristirahat saja di rumah Rika. Keberuntungan, wkwkwk.
***
Selamat pagi Pacitan, aku tidak pernah membayangkan akan berada di kota ini sebelumnya. Bersemangat untuk mengikuti brefing. Bergegas untuk kembali ke basecamp. Hari itu aku mulai mengenal beberapa teman panitia dan relawan.
Sebelumnya aku sudah sarapan, apa boleh buat Om Arie, relawan dari Madiun mengajakku untuk jalan-jalan dan membeli nasi jotos. Sarapan lagi bukanlah suatu masalah. Siapa yang tahu kalau pagi itu aku sarapan dua kali. Hehe…
Brefing dimulai di Aula Kantor Bupati Pacitan. Bisa dibilang formal dibandingkan dengan yang lain. Aku mulai tahu siapa teman yang akan bersamaku di rombel sembilan, SDN 5 Kalikuning, Kecamatan Tulakan. Beberapa belum datang dan sebagian sudah mulai menyusun rancangan kegiatan yang akan dilaksanakan besok pada Hari Inspirasi.
Sebelum lebih lanjut, akan ku kenalkan sedikit tentang kegiatanku kali ini. Namanya Kelas Inspirasi Pacitan #4. Kali ini, kegiatan diadakan di Kecamatan Tulakan dengan mencakup 10 sekolah, yaitu SDN 6 Ketro, SDN 3 Ngumbul, SDN 2 Gasang, SDN 3 Padi, SDN 5 Wonosidi, SDN 1 Ketro, SDN 4 Kalikuning, SDN 2 Jatigunung, SDN 5 Kalikuning, dan SDN 4 Losari. Terdata sebanyak 99 relawan pengajar dan 57 relawan dokumentator yang lolos, juga 40 panitia lokal. Dengan jumlah sebanyak itu, aku tidak bisa membayangkan bagaimana keseruan refleksi setelah kami terpisah di sepuluh sekolah untuk menginspirasi. Tentu akan banyak cerita yang di dapatkan.
Aku berniat untuk menikmati pantai seusai brefing bersama Om Arie dan kawan-kawan yang lain. Berhubung kami pergi ke rumah Om Wid (salah satu relawan Pacitan) dengan berjalan kaki bersama rombongan, Om Arie, Mbak Sansan relawan Bali, Fariz relawan Jember, dan Mas Galih relawan Bekasi. Kami memutuskan untuk menteparkan diri saja setelah bersilaturahmi, yang tujuan lainnya adalah makan nasi berkat gratis, nasi khas yang dibungkus daun jati.
Yang semula direncanakan akan berangkat pukul 15.00 WIB menuju SDN 5 Kalikuning, kami terpaksa berangkat pukul 16.00 WIB karena beberapa alasan. Mbak Rika bersama Pak Gatot (Babinkamtibnas/relawan Pacitan), aku dengan Mas Galih, Mas Toifur (relawan fotograver Pacitan) dengan Mas Kusyuliqan (relawan vidiografer Jogja) berangkat terlebih dahulu. Sedangkan Mbak Rosi (panlok), Mas Hery (relawan Jogja), Mas Sugeng (panlok) akan menyusul karena menunggu Mbak Dini (relawan Cirebon). Dan Mas Sugeng (seorang relawan Blitar) akan menyusul esok pagi.
Jalan yang kami lewati begitu mulus sehingga aku harus minta ampun. Berkali-kali turun dari sepeda motor dan memilih berjalan kaki karena tidak bisa dilewati. Harus ekstra berhati-hati. Dengan keadaanku dan Mas Galih yang bisa disimbolkan sebagai angaka 1 dan 0, tidak bisa dibayangkan bagaimana jika kami jatuh. Beberapa diberi semangat karena pada saat brefing aku berkata mantap untuk rute, melihat realita aku malah angkat tangan.
Kami tiba menjelang maghrib disambut dengan lampu yang belum menyala. Kami harus membenahi aliran listrik sebelum beristirahat. Malam yang nikmat, kupat tahu tersedia sebagai makan malam bersama kepala sekolah dan beberapa siswa yang memang diminta untuk menemani kami di sekolah. Bukan hanya itu, kami juga ditemani dua ekor tikus membuat gaduh seisi perpustakaan yang saat itu menjadi tempat istirahat.
***
Selamat Hari Inspirasi. Pagi-pagi buta semua bersiap-siap untuk mandi. Bersemangat antri dan ternyata makan prasmanan telah tersaji di kantor guru. Betapa nikmatnya, namun aku menyadari. Sebentar lagi perpisahan akan aku alami. Fokus saja dulu pada kegiatan menginspirasi anak negeri, urusan pulang urusan nanti.
Kegiatan dimulai dengan upacara bendera. Kami harus ekstra menjadi petugas dadakan dengan semua rancangan pada malam hari, dan latihan pada keesokan pagi. Tidak lebih dari 45 menit sebelum upacara dimulai. Memberikan sambutan dan perkenalan, memberikan kesan pertama yang mengusahakan mereka akan jatuh cinta kepada kami.
Lalu dilanjut dengan senam ‘Kreasi Sirpong’ bersama yang dipimpin oleh Mas Sugeng dan Mbak Rika. Satu kesan yang aku dapat, tidak hanya siswa yang mengikuti senam, melainkan semua guru. Sangat terasa bahwa mereka sangat senang dengan kehadiran kami.
Setelah selesai, semua relawan pegajar masuk ke dalam kelas yang sudah dijadwalkan. Menerapkan sistem rooling dengan setiap relawan pengajar mendapat tugas masuk ke tiga kelas.
Pertama aku masuk ke kelas 6, kelas 5 dan yang terakhir ke kelas 3.di penghujung acara terdapat penempelan pelangi cita-cita, dengan keluar kelas seperti kereta api. Lalu membentuk lingkaran besar untuk closing. Closing di isi dengan permainan, lalu penyampaian ucapan terimkasih dan kesan pesan, baik dari Kelas Inspirasi Pacitan maupun dari pihak sekolah.
Kami mengikuti kegiatan yang telah di rancang hingga selesai. Untukku, semua biaya yang dikeluarkan baik olehku, teman-teman relawan dan panitia lokal sudah terbayarkan dengan senyum tulus dan keceriaan anak-anak pedalaman SDN 5 Kalikuning. Aku tidak merasa sia-sia harus pergi sejauh ini.
Pukul 11.30 WIB semua kegiatan telah selesai. Kami berkemas untuk pulang dan menyelesaikan administrasi. Dan mendapat makan siang nasi soto. Tanpa repot memasak. Mendapat pesan jika ada kesempatan bisa mengadakan acara lagi di SDN 5 Kalikuning, karena mereka merasa bahagia kami datang.
Lain denganku kali ini, aku masih pusing harus pulang bagaimana. Modal nekat seorang diri hingga sampai ke kota ini, apa yang akan aku lakukan dengan perjalanan pulang. Rasanya tidak sanggup untuk naik bus Pacitan – Ponorogo, Ponorogo – Surabaya, lalu Surabaya – Jember. Sedangkan jadwal kereta api masih ada esok hari. Keberuntungan, lagi-lagi ku dapatkan. Aku mendapat tawaran untuk ikut Mas Kusyuliqan ke Jogja ditambah diantar naik kereta dari stasiun lempuyangan esok hari.
Kami kembali ke balai Desa Jatigunung untuk melakukan relfeksi. Setelah menunggu lama, setelah semua rombongan dari sepuluh sekolah lengkap relfeksipun dimulai. Dari semua yang terdata lolos, hanya 76 relawan pengajar dan 47 relawan dokumntator yang hadir. Sebelum pulang, kami masih diberi tugas untuk menggambarkan bagaimana perjalanan dan keadaan di tempat kami masing-masing lalu mempresentasikan hasilnya di depan bersama rombongan belajar.
Di luar ekspektasi, aku mengira bahwa mereka adalah orang-orang pendiam dan cool. Tercermin dari rombonganku yang bisa dibilang sedikit kocak dan usil, ternyata mereka semua seperti itu. Kegiatan refleksi berlangsung sangat seru dan ramai dengan kegaduhan dan kekocakan mereka. Seakan melepaskan semua kepuasan karena telah melewati Hari Inspirasi. Lalu memberikan kehangatan terakhir sebelum berpisah ke kota dan daerah masing-masing.
Seusai refleksi, aku bersama rombongan balik ke Jogja (sebenarnya bukan balik, tetapi nyasar lebih jauh lagi dibandingkan Pacitan. Wkwkwk). Awalnya 8 orang, di alun-alun Pacitan berkurang 1 orang. Hingga terakhir di Jogja hanya tersisa 4 orang setelah mengantar Mas Galih dan Mbak Dini ke stasiun Jogjakarta. Mas Kus, Mbak Tiwul dan Mas Dito domisili Bantul. Aku? Setelah ini akan pergi kemana?
Mulai terjadi perdebatan panjang di dalam diriku. Teman satu desa yang saat ini kuliah di UIN Surakarta sedari aku berangkat sulit sekali dihubungi. Setelah ku hubungi, ternyata aku sudah melewati UIN Surakarta, tidak mungkin meminta mereka untuk mengantarku kesana. Perihal aku tidur dimana, biarlah menjadi rahasia. Yang pasti, aku baik-baik saja. Jika ingin tahu, hubungi aku langsung. Wkwk…
Paginya, pukul 06.00 WIB aku keluar dari rumah. Semalam Mas Kus berkata untuk mengajakku jalan-jalan sebelum ke stasiun kereta. Sampailah kami di makam Sultan Agung, Bantul. Olahraga pagi karena harus menaiki 450 anak tangga. Dan buru-buru turun karena takut ketinggalan kereta.
Mas Dito yang saat itu menyetir mobil bisa kulihat risau. Lampu merah sebentar-sebentar berubah warna. Sedangkan waktu semakin mepet dengan jadwal kereta. Lima menit tepat sebelum jadwal kereta datang, aku sampai di depan stasiun dan berlari, mencetak tiket lalu bergegas masuk. Astaga, keretanya belum datang. Untuk apa aku terburu-buru. Ampuuun.
Kereta mulai meninggalkan stasiun Lempuyangan. Itu artinya aku dalam perjalanan pulang. Semakin jauh meninggalkan Pacitan. Tapi aku yakin, masih ada yang tertinggal disana. Rindu, rinduku selalu tertinggal disana. Di Kota Pacitan, di Kelas Inspirasi. Untuk relawan, panitia dan seluruh penjuru anak negeri.
Kisahku di Kelas Inspirasi Pacitan #4 memang sudah usai hari itu. Tapi semangat inspirasiku masih belum usai. Inginku, semoga kita masih bisa bertemu di kegiatan inspirasi lainnya. Dan semoga Tuhan masih memberiku kesempatan untuk mengikuti Kelas Inpirasi – Kelas Inspirasi selanjutnya…
Salam Inspirasi…
Dariku, gadis desa yang ingin menginspirasi di seluruh penjuru negeri. [T]