Duahari menjelang Hari Raya Nyepi di Bali, bukan hanya supermarket yang ramai pengunjung, tapi bank juga panjang antrian. Aku terjebak dalam antrian panjang ini. Kulirik orang-orang di sebelahku, mereka menunduk, bukan karena mengantuk, tapi karena asik sendiri dengan gadget-nya.
Maka aku mulai juga menyibukkan diri dengan gadget-ku. Pagi hari sebelum berangkat ke bank ini aku tak lupa menaruh headset ke dalam tas sehingga sembari menunggu giliran, aku bisa mendengar musik lewat JOOX. Tentu aku tidak memutar lagu yang bertempo slow, dalam suasana fisik kedinginan akibat AC dan kondisi waktu yang berjalan lambat (akibat mengantri), aku memilih lagu-lagu yang bertempo gesit, pilihanku jatuh pada Superman Is Dead.
Bicara tentang band asal Bali yang dibentuk oleh tiga personil yakni Jerinx, Bobby dan Eka ini, tentu tidak jauh dari kata“perlawanan”. Salah satu personilnya Ari Astina atau akrab dipanggil Jerinx berani bersuara dan melawan lewat karya beberapa kebijakan yang dianggap merugikan orang banyak.
Gaya penyampaiannya khas, lugas dan to the point, sehingga bagi beberapa kalangan dianggap rebel, tentu jika dipandang dari kacamata orang Indonesia dengan budaya ketimurannya.
Aku tidak akan bicara tentang bentuk perlawanan. Aku akan fokus pada karya dari Superman Is Dead, berupa lirik lagu yang sebagian besar ditulis oleh Jerinx. Menurutku, dibalik gaya blak-blakannya, Jering secara tidak langsung mengajarkan penikmat lagunya untuk juga belajar Bahasa Indonesia. Jika anda sebagai pembaca mempunyai pendapat berbeda, tentu itu sah-sah saja.
Secara pribadi aku mengapresiasi lirik lagu dari Superman Is Dead diteropong dari perspektif ilmu linguistik, ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajian (dalam hal ini Bahasa manusia-lah ya).
Setelah menikmati beberapa lagu SID dari album Angels and The Outsiders, Sunset di Tanah Anarki, hingga album Tiga Perompak Senja, aku menemukan beberapa gaya bahasa dalam penulisan liriknya. Awalnya cukup kaget juga, karena genre musik punk, rock and roll dianggap musik ekstrem, jika dibandingkan dengan jenis music pop, jazz, apalagi koplo, hehehe.
Gaya bahasa? Apa itu? Keraf (2009) mengungkapkan gaya bahasa sebagai sebuah cara pengungkapan pikiran melalui bahasa. Gaya bahasa ini bisa dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu segi non-bahasa dan segi bahasa. Segi non-bahasa terkait dengan tujuan, sasaran, kepribadian pengarang, waktu, media, dan tempat, sedangkan segi bahasa terkait dengan pilihan kata,pilihan nada, struktur kalimat, dan penyampaian kalimat. Penggunaan gaya bahasa berkaitan dengan seni, estetika, dan rasa bahasa.
Kridalaksana (2001) menyatakan gaya bahasa merupakan pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu. Melihat dari kedua pendapat ahli tersebut, nampak jelas bahwa gaya bahasa mampu memberi sentuhan estetika dan kesan keindahan kepada penikmatnya.
Kennedy (1983) menjabarkan gaya bahasa menjadi tiga yaitu perbandingan (comparative), kontradiktif (contradictive), dan korelatif (correlative).
Wah, semakin ke sini semakin serius ya!
Perbandingan atau comparative adalah salah satu bahasa figuratif yang aku temukan pada lirik lagu Aku Persepsi. Penggalan liriknya “bagaikan api ku terus membara, bagaikan badai ku terus melanda” ini dikategorikan sebagai simile. Gaya bahasa ini membandingkan dua hal dan berusaha mencari persamaannya. Dalam lagu ini, aku dibandingkan dengan api dan badai. Ini adalah makna dari aku yang tidak pernah lelah, tidak berhenti memperjuangkan apa yang pantas untuk diperjuangkan layaknya api yang terus membara dan badai yang terus melanda.
Dalam penulisannya, Jerinx juga menyertakan simbol yang termasuk dalam kategori korelatif (correlative). Simbol merupakan tanda yang bisa dipakai untuk mewakili sebuah gagasan atau objek. Dengar lirik lagu; “manusia melacurkan diri di istana, namun tak demikian dengan bulan ksatria”.
Bulan ksatria dalam penggalan lirik lagu berjudul Bulan dan Ksatria ini memiliki makna tersendiri. Bulan adalah benda yang diagungkan karena keindahan, kecantikan, dan kesempurnaan. Sedangkan ksatria adalah simbol kekuatan, penegak keadilan, pembela kaum tertindas atau kaum lemah. Jerinx mengacu pada kekuatan dan kesempurnaan.
Dalam penggalan lirik melacurkan diri di istanabukanlah pelacur dalam makna denotatif dan dalam konteks orang yang menjual ‘tubuh’, tapi di dalamnya terdapat makna konotatif yang bermakna banyak orang yang memilih sikap pragmatis, melupakan idealismenya demi uang atau kekuasaan, namun tak demikian dengan bulan dan ksatria atau mereka yang mempertahankan sisi kemanusiaan dan kebenaran, layaknya bulan dan ksatria.
Lagu-lagu SID yang bernuansa pergerakan dan perlawanan, banyak memunculkan simbol, seperti juga dalam lagu kita adalah belati. Belati adalah senjata tajam yang digunakan untuk melukai. Penggalan liriknya; hari ini setan bersyukur dan memanjatkan doa-doanya untuk dunia tanpa pelangi. Hari ini malaikat pergi dan tak akan pernah kembali, dan kita adalah belati.
Penggambaran sisi gelap dunia saat ini, mengenai lebih banyak penipu daripada orang jujur tergambar jelas dari lirik tersebut, yakni pada pilihan kata setan, malaikat, dan belati. Ada korelasi dari ketiga simbol di atas. Setan identik dengan pengganggu, pencipta ketidakharmonisan sedangkan malaikat adalah pelindung dan penyelamat. Dalam lagu ini, keharmonisan yang sirna dan dunia seperti kehilangan harapan akan orang baik/ penyelamat, kitalah sebagai generasi muda yang maju sebagai pejuang kebenaran (belati).
Unsur bahasa figuratif yang tergolong komparatif yakni personifikasi banyak ditemukan di lirik lagu SID. Namun aku hanya mengutip beberapa saja yakni pada lagu Sunset di Tanah Anarki, Belati Tuhan, danTentang Tiga.
Personifikasi adalah gaya bahasa yang menganggap atau memperlakukan benda mati seperti benda hidup. Pada lagu Sunset di Tanah Anarki, lirik semerbak rindu kuasai udara panas ini contohnya. Rindu bukanlah makhluk hidup yang bisa bernafas, apalagi menguasai, tapi dalam potongan lirik lagu ini, rindu menguasai udara panas. Penulis lirik mencitrakan kegelisahan akibat besarnya rasa rindu kepada kekasihnya. Seperti yang kita tahu, udara panas tentu menimbulkan rasa tidak nyaman.
Jika diperhatikan, lagu SID banyak mengandung gaya bahasa personifikasi seperti merantai meluka dirantai dogma, memanggil badai runtuhkan kekang pada lagu “Belati Tuhan”. Di dalam lirik ini, ada kerinduan untuk melepaskan diri dari dogma atau doktrin yang kaku dan mengikat.
Dogma bukanlah benda hidup tapi disini dianggap bisa melukai dan merantai, padahal kita tahu bahwa hanya manusia yang bisa melakukan kegiatan merantai. Begitupula dengan badai yang diumpamakan seperti benda hidup; bisa dipanggil dan diminta untuk meruntuhkan tali kekang.
Badai di sini tentu bukan hujan badai dalam artian sesungguhnya, tapi merupakan kekuatan besar, bisa dalam bentuk kelompok pemuda atau tekad yang kuat untuk melepas ikatan yang memenjarakan kebebasan. Pada lagu “Tentang Tiga”, terdapat lirik janji ini abadi, dia bersemayam dalam di dada kita, untuk selamanya.
Seperti yang kita ketahui, janji adalah benda mati dan ujaran, bagaimana dia bisa bersemayam dalam dada kita? Bersemayam adalah kata kerja yang mengandung arti berkediaman atau menghuni dan hanya bisa dilakukan oleh manusia atau makhluk hidup.
Gaya bahasa hiperbola yang tergolong dalam kontradiktif (contradictive) juga bisa ditemui dalam lirik-lirik lagu SID. Hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih-lebihkan, digunakan untuk memberi kesan mendalam. Dalam lagu “Kita luka hari ini, mereka luka selamanya” terdapat penggalan lirik berjuanglah, bertarunglah ku ingin kau disini. Tuk rubuhkan meratakan semua tembok penjara.
Meruntuhkan tembok penjara tentu merupakan bentuk pelanggaran, tapi secara implisit penulis ingin mengajak semua orang terutama generasi muda untuk berani melawan rasa ketidakpercayaan diri sampai ke akar-akarnya dan diungkapkan (dalam lagu ini) secara berlebihan untuk menyulut semangat. Gaya bahasa ini juga bisa ditemukan dalam lagu “Puisi cinta para perompak”.
Pada lirik gemuruh asmara, halilintar cinta, menjauh kukembangkan layar. Cinta merupakan rasa suci dan universal, namun di dalam lagu ini, istilah cinta dipasangkan dengan kata halilintar. Halilintar adalah gejala alam yang muncul dari langitberupa kilatan serta suara menggelegar dan dalam beberapa kondisi bisa membahayakan. Halilintar cinta bisa dikatakan sebagai perasaan yang berapi-api dan bergairah layaknya orang yang sedang jatuh cinta.
Efek berlebihan ini nampak sesuai dengan kondisi yang ingin diperlihatkan dan dimunculkan oleh penulis. Gaya bahasa hiperbola juga ditemukan pada lagu batas cahaya dalam liriknya terus berjuang menembus semua batas cahaya. Nah, ini adalah salah satu lagu favoritku (oke, lupakan).
Menembus batas cahayaadalah hal yang mustahil karena kita tak bisa mengukur batas cahaya. Kecepatan cahaya itu 299.792.458 meter per detik atau dibulatkan menjadi 300.000 kilometer per detik. Nah, coba bayangkan bagaimana kita bisa menemukan batas dari cahaya itu sendiri? Tentu ini adalah frase yang melebih-lebihkan, bertujuan untuk memberi pesan kepada semua orang untuk meraih semua yang dicita-citakan dengan semangat yang konsisten dan pantang menyerah.
Bukan hanya gaya bahasa hiperbola, bahasa figuratif jenis kontradiktif juga bisa ditemukan pada lagu “Puisi cinta para perompak” yakni gaya bahasa litotes. Gaya bahasa ini bertujuan untuk merendah dan mengecilkan fakta yang sebenarnya.
Dalam lirik seiris puisi kuhempaskan nada, asa perompak yang mencari janji terdapat frase seiris puisi yang mana kata seiris biasa digunakan untuk menyatakan jumlah yang sangat kecil yaitu hanya satu iris, seperti pada frase satu iris apel, satu iris tomat dan lain sebagainya. Ini tentu bertentangan dengan kondisi sesungguhnya yang mana sebuah puisi dibuat berdasarkan pemikiran yang kuat, kata-kata indah yang tentu tidak mudah proses penciptaannya.
Jika dilihat lagi lebih dekat, banyak sekali bisa ditemui gaya bahasa pada lagu-lagu Superman Is Dead. Disamping itu, banyak juga unsur stilistika yang bisa dikaji seperti misalnya pengulangan atau pemendekan kata. Bagus juga ya buat dianalisis dengan lebih serius.
Semua analisis singkat di atas merupakan buah pikiranku. Aku menuliskannya dalam kondisi tak ada pena, tak ada kertas jadi mau tidak mau aku memakai gadget agar ide ini tersalurkan, karena jika tidak kuungkapkan, maka dia akan terbang melebur bersama kerumunan udara di langit. Karena waktu yang terbatas,kucukupkan penulisan ide ini sampai disini, berhubung nomor antrianku sebentar lagi dipanggil mbak teller.
Sebagai penutup, aku bertanya-tanya pada diri sendiri, kenapa sebuah lagu bisa mempengaruhi manusia untuk menjadi lemah atau kuat setelah mendengarkannya? Mungkin kekuatan kata-kata yang menyebabkan hal itu terjadi. Aku dan barangkali kita, belajar bahasa Indonesia dari seorang (mari kita sebut saja) guru dan guru Bahasa Indonesia itu bernama Jerinx, Superman Is Dead. [T]