Judul tulisan ini bisa memancing pertanyaan sekaligus protes dari manusia.
“Manusia ya Manusia jangan disamakan dengan Binatang!”
Mungkin begitu komentar yang akan didapat. Apalagi jika kalimat seperti judul itu terpampang di sosial media. Manusia terlalu sensitiveterhadap kata-kata, memang.
“Kata adalah senjata!” Demikin disebutkan dalam buku karya Subcomandante Marcos “Our Word is Our Weapon”.
Meskipun sebuah kata, tetapi sebuah kata mampu memporakporandakan musuh, menciptakan kesakitan hati bagi yang mendengarnya. Hingga ada buku yang disita, dilarang, dan dibakar, karena adanaya kata per kata dalam buku itu.
Manusia adalah binatang yang berpolitik. Itu ucapan Aristoteles. Rasa rasanya memang begitu, semasih di dunia ada ketatanegaraan, semasa itu ekonomi, pariwisata dan lainnya dikendalikan oleh politik. Semua orang berpolitik untuk bertahan hidup dan mengenyangkan perut.
Terlebih sekarang perlombaan perebutan kekuasaan menimbulkan dua aliansi Si Cebong dan Si Kampret, seketika politik merajalela seakan mengendalikan segalanya, hingga timbul permusuhan dari kubu-kubu itu. Kampret, juga Cebong, bukankan itu bias digolong sebagai binatang.
Ada yang apatis menyapa mereka, “Masa Bodoh!” Ada orang membela sampai mati-matian, ada yang tak peduli sama sekali, dan ada juga yang saat ini tidak menentukan pilihan karena merasa sudah dikecewakan.
Manusia mampu merendahkan dirinya serendar-rendahnya karena uang, menjilat sesuka hati, lompat ke sana ke sini, tak peduli harga diri yang penting berdasi. Seolah olah semua karena uang, jabatan, tahta, kekuasaan, menjadikan manusia juga binatang yang paling buas.
Hanya manusia yang mampu membunuh dan memenjarakan spesies lain dan spesiesnya sendiri hanya karena itu semua manusia rakus dan buas. Kapan manusia sadar, kapan manusia menuju kesadaran atau justru sebaliknya semakin tak berdaya mengalahkan nafsunya untuk menguasai segalanya.
Atau ketika alam mulai terkontaminasi oleh zat kimia, mahluk lain mati dan air tak bisa diminum, baru manusia sadar bahwa uang yang ia cari tak bisa dimakan?
Apa memang, manusia tercipta untuk menjadi perusak alam raya, membabat hutan, memenjarakan spesies lain, membunuh spesies lain, mencemari lingkungan. Jika peran manusia hanya itu, manusia tak lain, tak bukan, percuma memiliki nurani dan akal.
Tetapi saya rasa manusia bisa menjadi manusia yang manusiawi, yang memanusiakan manusia untuk berbuat benar, jujur dan menjaga kewarasannya. Bukankah Manusia yang bergantungan dengan alam, bukan alam yang bergantungan dengan manusia, ekologi tak dianggap, ekosistem dirusak demi mencapai ekonomi manusia.
Tetapi di lain sisi memang benar manusia adalah binatang secara SAIN, hal yang sudah disampaikan oleh teori Darwin bahwa manusia berevolusi dari kera menjadi sekarang. Tentu teori itu sampai saat ini masih dipercaya. Dilihat dari sisi manusia di tulang ekor, saya rasa juga manusia dulunya mempunyai ekor.
Sekarang hanya ada dua pilihan, menjadi manusia binatang yang paling buas dan berpolitik atau menjadi manusia yang manusiawi dan memanusiakan manusia. (T)