6 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Cosmic Turn: Kontemplasi Visual Dona Arissuta

Faisal KamandobatbyFaisal Kamandobat
December 17, 2018
inUlasan
Cosmic Turn: Kontemplasi Visual Dona Arissuta
55
SHARES

Seniman Dona Arissuta menampilkan karya-karya dengan medium lukisan, terakota dan porselin yang dibingkai dengan tema Cosmic Turn.

Judul tersebut di sisi satu sisi merefleksikan hadirnya kosmologi yang telah hilang lewat karya-karyanya, dan di sisi lain kosmologi itu diasumsikan masih ada namun tidak lengkap atau telah jauh dari realitas sosial sehingga perlu diundang agar manifes kembali. Dalam pengertian pertama, Dona menampilkan karya-karyanya layaknya sesaji untuk mengundang sebuah wawasan yang telah lenyap, sedang dalam pengertian kedua ia sedang menyatakan kembali—secara lebih gamblang dan baru—sebuah wawasan yang telah semakin abstrak atau hampir punah.

Jika melihat kosa kata visual dan judul karya-karyanya, Dona tengah merasa berada dalam tatanan sejarah yang tidak ia inginkan namun harus dialami. Ia merasa terasing dan tidak nyaman di tengah realitas di mana ia berada, dengan segala sesuatu ditata dalam format yang kurang sesuai dengan struktur mental dan nalarnya. Karena itu ia merasa perlu menghadirkan tradisi dan kosmologi yang dianggap selaras dengan cara mengingat kembali—sebagaimana sosok Ganesha, dan bersama dengan itu muncul sosok Semar sebagai pusat mandala dari tata kosmologi Jawa—latar belakang kultural Dona.


Dengan mengingat itulah, bagi Dona yang mengajar seni rupa UNS Surakarta dan kandidat doktor di ISI Jogja ini, ia akan mampu bertahan menjalani hidup dalam realitas yang ditata tidak sebagaimana latar belakang kulturalnya. Dalam ingatan Ganesha itulah, bagi Dona, warisan lama itu dipelihara—dengan sosok Semar sebagai bentuk “superkonduktor” yang merangkum bentang kosmologi tersebut. Setelah mengingat, Donna lantas mengejawentahkan ingatan tersebut dengan menampilkan Ganesha dan Semar di tengah figur-figur dari peradaban yang berbeda. Dan sebuah kosmologi yang perlahan hilang atau menguap, sebuah tradisiyang kian terasing, dapat hadir kembali dalam realitas kontemporer.

Hal yang menarik dari pameran Cosmic TurnDona ini adalah adanya ambiguitas atau bahkan friksi antara Ganesha dan Semardi satu sisi dan figur-figur dari peradaban lain serta konteks kehadirannya dalam ruang seni rupa kontemprer. Hal tersebut di satu sisi menunjukkan adanya dialog antar entitas dari peradaban dengan kosmologi yang berbeda, namun disisi lain bisa berarti alienasi dan bahkan “pertengkaran” antara—dalamkategorilebih umum dan sederhana—tradisi dan modernitas. Apapun yang sesungguhnya terjadi atau dialami oleh Dona, hal tersebut merefleksikan bahwa ia hidup dalam tarik-menarik antar kosmologi, peradaban dan tradisi yang berbeda, tidak hanya secara sosial namun juga secara mental dan intelektual.

Sebagaiorang Jawa Dona hidup dalam kosmologi tradisionalnya, sebagai seniman modern ia hidup dengan materialitas, konseptualisasi dan mekanisme kerja yang berbedadari tradisinya. Bahkan lebih jauh lagi, modernitas dunia seni rupa Dona hanya bagian kecil dari tatanan modernitas yang lebih besar, dengan makna dan orientasi yang sama sekali berbeda dari tradisinya. Dalam konteks ini, sosok Dona adalah metafor dari banyak orang Indonesia lainnya yang hidup dalam dua atau tiga kosmologi yang berbeda. Di satu sisi ia adalah orang Jawa, dan di sisi lain ia hidup dalam tata nilai, benda-benda dan cita rasa modernitas yang bukan dari dan belum tentu selaras dengan latar kulturalnya. Namun begitu, berbagai kosmologi sama-sama tak bisa ditolak, sehingga alih-alih bertarung dalam benak lebih baik dilebur dalam dan menjadi karya-karya yang akan dipamerkan di Miracle Print, Suryodiningratan, Jogja, mulai 21 Desember 2018 – 18 Januari 2019.

Dengan keterampilannya, Dona membuat figur-figur dari dua kosmologi tersebut dari keramik—buah inovasi klasik manusia yang bertahan hingga kini. Tokoh wayang dan gunungan bersanding dengan patung-patung fauna berlatar lukisan floral, juga manusia-manusia dalam gaya naif sebagai hasil deformasi realisme modern dengan pipa sebagai ungkapan empati pada nasib para petani tembakau. Dan bersamaan dengan karya-karya yang “bermakna”, juga muncul karya-karya yang “berfungsi”dalam rupa cangkir dan lodong. Dengan kemasan penuh warna-warna riang, bentuk-bentuk naif dan judul-judul yang hangat, pameran Dona tak ubahnya sebuah festival yang mendamaikan ketegangan dari persinggungan berbagai kosmologi yang berbeda—baik tatanan, cara kerja dan orientasinya.

Transformasi Kosmologi

Barangkalitidak ada fase dan jenis peradaban dengan volume benda-benda sebanyak peradaban saat ini. Populasi manusia yang terus meningkat membentuk daftar permintaan konsumsi yang tinggi, sehingga memaksa inovasi demi percepatan produksi dan distribusi menuju kantong-kantong hunian manusia. Bersamaan dengan itu, ekonomi pertumbuhan telah membentuk stratifikasi sosial dengan kebutuhan spesifik masing-masing, sehingga inovasi tidak semata pada aspek produk dan produksi, tetapi juga terkait pembentukan tata nilai demi rasionalisasi harga komoditas yang digulirkan kepada konsumen.

Dengan cara itulah, aneka ragam benda yang memenuhi perdaban ini hadir dalam persepsi kita sebagai sebuah struktur yang tertata dalam berbagai jenis, level dan segmen, terorganisir dengan baik sebagai sebuah sistem pengetahuan,sehingga peradaban kepitalisme ini menjadi masuk akal bagi sekitar tujuh miliar manusia. Seandainya benda-benda tersebut hadir sebagai kumpulan barang yang tidak tertata dan teratur, niscaya kapitalisme sebagai mesin penggerak peradaban ini sudah ditinggalkan dan diganti model-model yang lain, dan barang-barang produksinya tak ubahnya rongsokan yang memenuhi bumi layaknya penampungan sampah raksasa.

Kecanggihan kapitalisme, dengan demikian, bukan hanya sebagai konsep ekonomi namun juga konsep kultural. Itulah yang membuat ia bisa menjadi tahapan lebih lanjut dari migrasi manusia setelah menghuni peradaban-peradaban lain dan dari fase sebelumnya karena keduanya memiliki karakteristik sebagai sebuah tatanan yang teratur dalam pikiran manusia—sebagaimana tampak pada peradaban berbasis etnis dan agama atau gabungan dari keduanya. Bedanya adalah, dalam peradaban kapitalismevolume produksi barang lebih cepat dan massif dibanding produksi maknanya, sehingga manusia sendiri kemudian menjadi objek dan bukan subjek di dalamnya.

Sedang peradaban non-kapitalis, jumlah produksi barangnya tidak terlalu massif mengingat basis produksinya yang masih sederhana, biasanya berupa pertanian danmanufaktur kecil dengan teknologi secukupnya. Namun begitu, produksikulturalnya bisa tumbuh luar biasa, sehingga sejenis makanan atau kain tenun sederhana bisa mengandung pengetahuan satu buku tersendiri. Dengan kata lain, peradaban tradisional defisit secara material sehingga membentuk ikatan soliddalam keterbatasan barangnya lewat deskripsi kultural yang tebal, sedang peradaban kapitalisme mengalami cukup miskin secara kultural sehingga tidak sedikit orang yang memiliki kelimpahan harta benda namun tidak mengetahuidengan baik manfaat dan fungsinya.

Namun, apa yang membuat manusia dapat hidup dalam dua model peradaban tersebut adalahpersamaan bahwa keduanya merupakan sebuah tatanan pengetahuan yang teratur sehingga dapat dipahami, dihuni, dan kemudian dikembangkan. Horison realitas dalam berbagai peradaban sebagai sistem pengetahuan yang teratur itulah, dengan karakteristik dan persoalannya masing-masing, membuat setiap peradaban disebut sebagai sebuah kosmologi, kendati basis ontologis dan kosmogoniknya berbeda-beda atau bahkan bertentangan.

Peradaban kapitalisme yang berjubel benda-benda berakar jauh pada era Pencerahan yang sekuler, di mana keberadaan manusia dan realitas merupakan sebuah lanskap yang terbentang tanpa campur tangan Ilahi. Sebaliknya, peradaban-peradaban tradisonal membentang realitas sebagai pancaran dari wawasan Ilahi yang bersifat suci. Dalam peradaban kapitalisme, sejarah bergerak tanpa kekuatan metafisis—katakanlah sebuah “narasi besar”—yang mengendalikan gerak danorientasinya, sedang dalam peradaban-peradaban tradisional sejarah bergerak sebagai manifestasi dari kehendak Yang Maha Suci, sesuai siklus ekonomi alami—pertanian dan lautan—serta siklus hidup dan kalender politis dari pararaja dan sultan keturunan Dewa.

Mendamaikan Pertentangan

Di bagian belakang rumah Dona berbagai kreasi keramik berjajar dan bertumpuk memenuhi meja, rak dan dinding. Beberapa dari mereka berupa manusia, beberapa yang lain binatang, dan sebagian lagi berupa wadah-wadah. Seluruh entitas ituadalah sebuah dunia yang sengaja diciptakan, hampir sebagai keharusan, agar Dona memiliki tradisi dalam kosmologi peradaban modern. Hanya dengan mencipta para sahabat itulah, baik dari kosmologi Jawa atau modernitasnya, ia akan mampu menjalani sejarah dan takdirnya secara lebih bermakna, selaras dan nyata. Semacam kontemplasi praktikal yang dilakukan bukan untuk mendapatkan ndaru atau pulung, tapi sebagai peleburan berbagai tatanan dalam dirinya, agar batinnya tenang.

Praktik semacam itu, selain sebagai jalan keluar dari ketegangan kultural atau kosmologis, juga merupakan manifestasi lebih lanjut dari kodrat Dona sebagai seorang perempuan yang dikaruniai keceradasan lebih dalam mengelola benda-bendadari ukuran paling mikro seperti aneka bumbu hingga yang besar berupa rumah—wadah manusia, jelmaan artsitektural dari kosmos agung itu. Ia mengatur letak segala sesuatu, menempatkan mereka di sana, merawat dan menjaganya, sehingga semua benda berada dalam tatanan (kosmos) yang telah ditetapkan. Di tengah semua itu, Dona sendiri layaknya seorang ratu, pusat dunia dari kosmologi benda-benda ciptaanya.


Praktik semacam itu mungkin akan berbeda jika dilakukan oleh seorang laki-laki yang kerap kurang cermat dan sabar mengelola mulai bumbu dapur, suara ketel,gorden rumah sampai tagihan listrik sehingga, karena tak kuasa menjadi penguasadi rumah, banyak dari para lelaki pergi keluar dan tampil layaknya penguasa atau sejenis “orang penting” di hadapan dunia. Dengan kata lain, kodrat Dona sebagai seorang perempuan yang dikaruniai kecerdasan dalam mengelola alam bendamemungkinkan dia mampu mendamaikan perbedaan atau bahkan pertikaian kosmologisdi ruang publik cukup di dalam ruang laboratorium domistiknya dengan cara ditransformasikan dan diejawentahkan ke dalam benda-benda yang merupa tokoh-tokoh rekaannya.

Dalam salah satu karyanya, Hard Worker, sikoboi dan mas raden merokok bersama, pula dalam Best Friend di mana boneka kelinci dan lelaki berkumis jalan berpelukan sambil menikmati pipa dari berbagai jenis dan cita rasa tembakau dalam Blended by Taste. Tak jauh dari sana, sosok berkuping panjang serupa kelinci itu menaiki para binatang padaberbagai talenan dalam karya Pilgrim, dan hadirlah tokoh wayang dan prajurit tardisional di antara bunga dan pohonan dalam Cosmic Turn, hingga dalam The Lovely of Few Thing Kakek Semar sipusat kosmologi dan Ganesha si perawat pengetahuan tampil di antara gunungan, flora dan fauna. Pada Sea Eyes Priceses, para ratu memandang dengan mata membelalak, muncul perlahan-lahan dari ceruk sebuah kapal, bersiap memasuki dunia baru—manakala kita membuka sejarah untukmereka—kreasi menakjubkan dari Dona Arissuta, siap memasuki dunia kita. (T)

Tags: Pameran Seni RupaSeni Rupa
Previous Post

“Memanen Hujan”, Membagi Narasi Kecil Sebelum Ditelan Pesta Kembang Api Akhir Tahun.

Next Post

Catatan Saya Tentang Mandi dan Budaya Konsumerisme

Faisal Kamandobat

Faisal Kamandobat

kurator pameran; penyair dan peminat seni rupa, peneliti di Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities Universitas Indonesia (AWCPH-UI), Jakarta

Next Post
Catatan Saya Tentang Mandi dan Budaya Konsumerisme

Catatan Saya Tentang Mandi dan Budaya Konsumerisme

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co