7 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Rindu yang Memeluk Benci – Rekonsiliasi Tragedi Nasional ’65

Putu Hendra Mas MartayanabyPutu Hendra Mas Martayana
November 4, 2018
inOpini
Rindu yang Memeluk Benci – Rekonsiliasi Tragedi Nasional ’65

Poster film Pengkhianatan G 30 S PKI

13
SHARES

“Kita perlu mengingat masa lalu agar bisa bertahan hidup dan bahkan bisa merancang masa depan dengan lebih baik (geschichtlicht). Kita juga perlu memiliki kemampuan melupakan masa lalu agar luka-luka batin tersembuhkan. Terkadang memori itu mendukakan ketimbang mensukakan (ungeschichtlicht).

— Nietzsche, On The Genealogy of Morals (1887)

TULISAN ini sebenarnya agak terlambat untuk diterbitkan, sebab spiritnya tentu saja akan lebih kuat jika muncul bersamaan atau minimal mendekati 30 September. Keterlambatan ini disebabkan beberapa minggu belakangan saya agak “mager” menulis karena disibukkan dengan berbagai aktivitas yang menguras tenaga dan pikiran, tentu saja juga uang. Meski kemudian tulisan yang hadir di hadapan pembaca tatkala ini sudah berbentuk draft, tinggal dipermak dan dihaluskan sesuai segmentasi pembaca yang dituju, namun toh setiap kali berusaha mengedit, mata ini lelah dan lalu terpejam tak sadarkan diri menuju “pulau kapoek” yang termashyur itu.

Bagi saya pribadi, peringatan tragedi ‘65 cenderung menjadi “ritus” atau praktik “retjeh” jelang angka keramat 30 September atau 1 Oktober. Alih-alih menghasilkan kesadaran tentang masa depan, bak jamur di musim hujan, agenda rutin yang diwariskan dari generasi ke generasi itu tidak lebih dari usaha untuk mengkapitalisasi dendam dan beban masa lalu. Namun melihat beberapa peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini, tangan saya kembali “gatal” untuk menyuarakan isi hati yang sempat mandeg. Berbekal doa “man jada wajada”, saya kembali bergairah melanjutkan tulisan ini. LoL.

Tulisan ini dikembangkan dari sebuah makalah yang sempat saya seminarkan pada 30 September 2017 lalu dalam sebuah acara yang bertajuk Tragedi Nasional 1965 di Kementerian Agama Kabupaten Buleleng. Ada dua alasan kenapa ide pokok tulisan ini ingin saya bagikan kepada pembaca tatkala.

Pertama, pada hari Minggu, 1 Oktober, bertempat di Ruang FHIS 1, mahasiswa jurusan Pendidikan Sejarah Undiksha menggelar acara Clio Club, yakni sebuah acara diskusi bulanan mendiskusikan isu kontemporer. Tema yang diangkat berkenaaan dengan menguatnya sentimen etnis dan agama pasca Orde Baru. Oleh sebab itu perlu dicarikan solusi mengingat dampak sistemik yang ditimbulkannnya telah mengarah kepada disintegrasi bangsa. Dalam proses diskusi itu, beberapa pertanyaan mahasiswa mengarahkan fokusnya pada tragedi 1965.

Kedua, di saat yang bersamaan, Mahasiswa Jurusan PKN mengadakan Nonton Bareng Film G 30 S PKI yang sempat menjadi “konsumsi” wajib era Orde Baru. Suara teriakan para jenderal yang diberondong peluru, tarian bunga Gerwani dan dialog para aktor seakan menyediakan ruang nostalgia indoktrinasi Orde Baru. Bahkan, ketika PKI sebagai sebuah institusi telah hancur, roh nya yang telah memfosil tetap bergentayangan, menghantui generasi hari ini melalui kapitalisasi “politik praktis” dalam dinamika sosial Indonesia kontemporer.

Historiografi Indonesia sejauh ini masih mewarisi jejak mentalitas oposisi biner. Maksudnya bahwa ia dipahami secara dikotomis, melibatkan pertarungan wacana antara golongan baik melawan golongan jahat, golongan hitam melawan golongan putih. Khususnya pada peristiwa masa lalu yang dianggap “noktah”, narasi 1965 adalah contoh yang bisa diketengahkan sebagai proto tipe dari kegagalan metodologi Indonesia sentris yang dipancangkan sejak Seminar Sejarah I tahun 1957 di Yogyakarta dalam memberikan pencerahan terhadap gejolak sosial politik dan kebudayaan.

Cara pandang normatif seperti itu pada akhirnya hanya akan melahirkan kebencian antara generasi-generasi yang dilahirkan para “korban” dengan keturunan dari para “pelaku”. Pelaku atau dengan kata lain kelompok pemenang akan menggunakan instrumen masa lalu untuk melegitimasi kedudukannya seraya mengkerdilkan eksistensi “korban”. Di sisi lain, kelompok pecundang selalu mencari celah untuk mencuri perhatian sambil menunggu momen yang tepat untuk meng “coup” kelompok pemenang.

Saya pribadi cukup jenuh dengan reproduksi tulisan atau diskusi seputar ’65, sebab meskipun telah lepas dari rezim despotis Orde Baru yang segera direspon dengan menghasilkan counter narasi, ulasannya masih seputaran siapa pelaku dan siapa korban. Nampaknya belum ada usaha yang serius dari para akademisi Indonesia untuk menghasilkan historiografi yang berimbang tentang 1965 sehingga mampu mencairkan ketegangan-ketegangan di masyarakat.

Daripada sibuk mengurusi perkara siapa dalang peristiwa ’65, saya cenderung melihat konstelasi politik nasional pasca Orde Baru sudah seharusnya mewujudkan rekonsiliasi, yakni usaha mempertemukan masa lalu pihak pemenang dengan masa lalu pihak pecundang.

Hal tersebut sangat mendesak dilakukan karena pihak pemenang maupun pecundang biasanya cenderung hanya mengingat perlakukan buruk lawan politik di masa lalu. Jika PKI atau yang di-PKI-kan serta para eksil dikategorikan sebagai pecundang dan kelompok militer adalah pemenang, maka sesuai analogi di atas, yang terjadi adalah PKI memiliki kecenderungan mengingat perlakukan buruk golongan militer pasca 1965, sedangkan mereka merasa tidak memiliki tanggung jawab moral menceritakan perlakuan terhadap lawan-lawan politiknya sebelum 1965.

Begitu juga sebaliknya, kelompok militer cenderung membatinkan perlakuan PKI sebelum 1965 tanpa ada niatan mengungkap apa yang telah mereka lakukan kepada PKI setelah 1965.

Dalam bahasa Gen Z, rekonsiliasi antara pihak pemenang dan pecundang di atas bisa dianggap CLBK, “Cinta Lama Belum Kelar”. Dua sejoli yang terlibat cekcok masa lalu dan berpisah. Pada suatu kesempatan di masa depan, mereka dipertemukan. Hasilnya, mereka “balikan” karena merasa masih saling mencintai. Semua borok, luka dan perlakuan negatif satu sama lain di masa lalu dinegosiasikan dan dikompromikan, lalu dimaafkan tetapi tidak untuk dilupakan. Ia tetap menjadi kenangan dan arsip masa lalu yang kekal.

Rekonsiliasi sebagai alternatif atas dendam masa lalu yag membatin didasarkan pada alasan bahwa sentimen anti komunis masih hidup meskipun Orde Baru telah ambruk. Hal tersebut nampak dalam realitas politik nasional Indonesia kontemporer dimana tagline “bahaya laten komunis” yang sempat populer di era Orde Baru seringkali digunakan sebagai berita tendesius dengan tujuan membunuh karakter moral lawan politik.

Dia hadir bukan sebagai kenyataan masa lalu, namun sekedar “hoaks” yang disebarkan berulang-ulang sehingga dianggap sebagai kebenaran. Langgengnya sentimen anti-komunis ini secara tidak langsung telah menghalangi gagasan menangani kejahatan kemanusiaan di masa lalu, khususnya pembunuhan massal terhadap PKI atau orang yang di-PKI-kan.

Terhambatnya ide ini sesungguhnya mempersulit proses demokratisasi masyarakat Indonesia di era reformasi, sebab kepedulian terhadap kejahatan kemanusiaan di masa lalu dan rekonsiliasi antara para pelaku dan korban pelanggaran hak asasi manusia masa lalu dalam banyak hal merupakan bagian yang diperlukan. Hal ini untuk meyakinkan bahwa masa lalu tidak lagi merupakan beban, dalam arti tidak lagi menghantui masa kini. Selain itu, diharapkan tak ada lagi kelompok sosial yang diperlakukan secara diskriminatif karena tuduhan kesalahan masa lalunya itu. (T)

 

Tags: PendidikanPKIsejarah
Previous Post

Kenang Berulang Masa SMP – Menonton Sanggar Seni Kelakar di Parade Teater Canasta 2018

Next Post

Tentang Teater Sekolah – Diskusi Panas Usai Pentas di Parade Teater Canasta 2018

Putu Hendra Mas Martayana

Putu Hendra Mas Martayana

Lahir di Gilimanuk, 14 Agustus 1989, tinggal di Gerokgak, Buleleng. Bisa ditemui di akun Facebook dan IG dengan nama Marx Tjes

Next Post
Tentang Teater Sekolah – Diskusi Panas Usai Pentas di Parade Teater Canasta 2018

Tentang Teater Sekolah - Diskusi Panas Usai Pentas di Parade Teater Canasta 2018

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co