RUMAH tangga Bali sangat antusias melaksanakan upacara dengan upakara semakin rumit dan tidak selalu dipahami maknanya. Biaya untuk melakukan upacara juga semakin besar yang tidak selalu bisa dibiayai dengan penghasilan rumah tangga.
Tetapi di sisi lain orang Bali, dibandingkan dengan melaksanakan upacara, agak sulit mengeluarkan biaya untuk kepedulian sosial misalnya membantu membiayai sekolah anak kurang mampu. Itu pernyataan seorang rekan jurnalis di Singaraja. Kemudian rekan itu melanjutkan dengan pertanyaan, apakah itu memang budaya ataukah ajaran Hindu?
Saya tidak memiliki data pasti apakah orang Bali saat ini memang demikian. Kalau memang demikian, saya ingin menanggapi pertanyaannya.
Diantara ratusan definisi tentang kebudayaan, ada satu definisi yang disampaikan oleh seorang Antropolog Amerika Serikat yang banyak melakukan studi tentang Bali, Jawa, dan Indonesia pada umumnya sejak awal tahun 1950-an. Geertz, Antropolog itu mengemukakan kebudayaan adalah jejaring makna yang dirajut oleh manusia, kemudian mereka terperangkap di dalamnya.
Upacara yang dilakukan oleh rumah tangga Bali saat ini merupakan hasil perkembangan sejak masa lampau. Semakin hari upakara untuk melaksanakan upacara semakin kompleks sejalan dengan perkembangan pengetahuan Sarati (pembuat upakara). Rumah tangga Bali saat ini, memang lebih banyak yang meminta bantuan Sarati untuk membuat upakara, atau sekalian memesan membeli upakara untuk upacara dari Sarati.
Sering rumah tangga yang melaksanakan upacara tidak memahami makna dari simbol-simbol upakara untuk melaksanakan upacara. Mereka umumnya mengikuti saja apa yang dibuatkan oleh Sarati. Beragama bagi sebagian rumah tangga Bali adalah melaksanakan upacara. Itulah jejaring makna yang telah dirajut oleh manusia Bali sejak masa lampau dan diwarisi oleh manusia Bali kini. Melaksanakan upacara sebagai wujud beragama Hindu tentu penting kalau memahami maknanya dan dapat berperilaku sesuai makna-makna itu.
Membantu anak-anak yang membutuhkan biaya sekolah, membantu orang tertimpa bencana adalah makna-makna di dalam ajaran Hindu yang masih perlu ditanamkan, sehingga makna beragama Hindu di Bali tidak terperangkap hanya pada berupacara.
Hermeneutika adalah filsafat yang mengkaji interpretasi makna. Pendidikan Hindu di Bali mungkin memerlukan materi filsafat Hermeneutika yang agak mendalam agar generasi Hindu di Bali ke depan dapat memaknai bahwa membantu anak-anak yang membutuhkan biaya sekolah, membantu orang tertimpa bencana adalah juga Manusa Yadnya yang tidak kalah penting maknanya dengan upacara-upakara Manusia Yadnya lainnya. Bahwa menanam dan merawat pohon tidak kalah pentingnya dengan upacara Tumpek Wariga, dan menjaga kelestarian lingkungan, tidak membuang sampah ke sungai tidak kalah penting maknanya dengan upacara Tawur Agung Tilem Kesanga.
Singaraja, 16102018