KETIKA ada seseorang bicara kantin, yang terlintas di benak adalah makanan, minuman, atau segala hal yang berhubungan dengan mulut dan perut. Ya, memang wajar dan kita tidak dapat pungkiri itu. Tapi sebenarnya ada hal lain yang terselubung di balik “kantin” dan tak banyak orang sadari.
Saya sebagai langganan kantin di kampus, tersadar ketika diskusi bersama dengan rekan-rekan tukang nongkrong. Diskusinya, ya di kantin. Di kantin itulah, suatu saat, terlontar kalimat bahwa kantin sebagai nyawa sebuah negara. Atau dapat saya katakana, kantin itu setara dengan lembaga atau ruang kuliah mahasiswa. Karena tempat itulah yang sebenarnya menstimulus ide-ide baru lebih luas mengenai lingkup politik, filsafat, sastra, agama, dan sebagainya.
Inilah kebiasaan mahasiswa di kantin. Setelah usai makan-minum dilanjutkan sesi ngerumpi. Ya! Memang ngerumpi kedengarannya kurang bagus, tapi apa salahnya ngerumpi sebuah topik yang hangat dan baik, yang ringan atau yang serius, yang penting tidak mengganggu orang lain. Ngerumpi, jika dikelola dengan baik, bisa melatih pikiran kritis.
Di situlah sebenarnya anak muda mulai membicarakan apa yang terjadi saat ini, sehingga muncul pandangan-pandangan baru, di antara mereka mulai mengeluarkan ide baru, di antara mereka ada yang menyangkal argumen teman yang lain, dan di antara mereka kemudian mencari solusi bagaimana jalan keluar yang pas atas nuansa polemik yang telah terjadi apa lagi musim ini adalah musimnya politik menjelang pilpres 2019.
Ngerunpi di kantin bisa melewati ruang-ruang kelas dan jurusan. Politik yang biasanya hanya dibahas di jurusan PPKN atau jurusan Ilmu Hukum, di kantin topic itu bisa didiskusikan bersama mahasiswa jurusan yang lain. Jadi, pengetahuan mereka lebih komprehensif dan meneyeluruh tidak hanya berkutat pada satu jalur bidangnya masing-masing. Atau jurusan yang ada di fakultas ekonomi dan katanya hanya membahasa uang, uang, dan uang buktinya juga bisa berkutat dalam bidang sastra dan kain sebagainya.
Kegiatan seperti itu sebenarnya tidak kalah penting dari kegiatan resmi pembelajaran dalam kelas, maka saya katakan kantin sebagai nyawa negara.
Pendidikan dalam pandangan Paulo Freire merupakan pengembalian fungsi pendidikan sebagai alat pembebasan, maka dengan demikian dapat dikatakan yang menjadi substansi sebenarnya adalah bagaimaa pendidikan tersebut diterapkan, tidak terletak pada lembaga pendidikan, maka bebas tempat seperti apa untuk menjalankan proses pendidikan sebenarnya.
Pernah terlintas dalam pikiran sebuah pendidikan atau rangkaian mengajar tanpa RPP dan Silabus? Ya, itu adalah sebuah kantin; pendidikan tanpa RPP dan Silabus. Sebenarnya apa yang terjadi di dalam kantin bagian dari pendidikan. Tempat di mana diskusi liar terjadi. Untuk kemajauan sebuah negara RPP dan Silabus tidak menjadi tolak ukur pembelajar berkembang.
Dua hal tersebut hanya formalitas menambah beban guru atau mahasiswa yang sedang PPL Real. Pada akhirnya ya hasilnya tidak jauh berbeda dengan pendidikan tanpa RPP dan Silabus atau bahkan proses dan hasil belajarnya bagus dan lebih jeli belajar dan disksi di dalam kantin daripada di kelas atau kampus.
Kita sekali-kali melihat sepion dalam artian menoleh ke belakang melihat sejarah. Untuk menjadikan negara Indonesia merdeka dan bebas dari cengkraman Belanda itu membutuhkan kaum muda yang cerdas. Jika dulu Tjokroaminoto dan murid-muridnya seperti Soekarno, Semaun, dan Kartosierjo pendidikannya tanpa fasilitas yang komplit seperti era saat ini, bahkan Tjokroaminoto cara mengajarkan ilmu pada muridnya dengan sederhana, tapi hasilnya jelas menjadikan karakter anak muda berwibawa.
Dulu mungkin tidak ada nama kantin, tapi mungkin pula namanya tongkrongan atau lebih tepatnya adalah kedai. Di situ mereka banyak bertukar pikiran memunculkan inovasi baru menegenai negara. Nah, benar juga di situ dapat dikatakan kantin dan kedai nyawa negara.
Kantin pula tempat anak muda bangasa mengutarakan kebebasan dalam berpendapat, beropini, dan mengeluh kesah. Kita sekarang berbicara demokrasi dalam skala kecil. (Diane Ravitch, 1991: 5) mengatakan demokrasi merupakan sistem di mana warga negara bebas mengambil keputusan dan pengetahuan mengenai sosok guru demokrasi merupakan salah satu faktor penting bagi pemahaman makna demokrasi seutuhnya.
Sepengalaman saya duduk di bangku SD sampai sekarang kuliah, untuk berpendapat masih saja tidak ada kebebasan. Di sana pengajar sebagai raja, hakim, atau sebagai wasit menentukan jalannya pertandingan sepak bola. Seolah-olah pendapat merekalah yang paling benar daripada ujaran orang lain. Di sana demokrasi dalam kelas tidak berjalan sesuai dengan arti demokrasi yang sebenarnya.
Lain halnya dengan kantin, sebagai tempat anak muda bebas mengutarakan pendapatnya dalam segala hal. Misalnya menaggapi isu terbaru saat ini terkait maraknya agama dan politik. Jika berbicara dan mengutarakan argumennya dalam kelas pasti tidak ada kebebasan tapi jika di kantin bebas berpendapat, teman yang satu memandang ke arah A dan teman yang lain bisa jadi B. Jika di dalam ruang kelas yang benar adalah pendapat pendidik atau pengajar. Jadi hal sekecil itu terkadang memengaruhi pemikiran cemerlang anak muda khusunya mahasiswa. Untungnya ada kantin, dan saya rasa kantin sebagai salah satu nyawa negara.
Selain itu, kantin yang disebut salah satu nyawa negara juga unik dan luar biasa. Karena jika dalam lembaga pendidikan kelas/kampus dan guru/dosen hanya mengajarkan satu tema persemester dengan bertahap dalam satu minggu satu bab, kalah dengan anak muda yang sering nongkrong di kantin. Mungkin dalam sekali ngobrol bisa membahas beberapa buku yang ada, beberapa topik tentang sejarah dibahas dalam rentan waktu beberapa jam. Lebih asiknya lagi diskusi lebih santai dengan hidangan pisang goreng dan seteguk kopi hangat, tertawa terbahak-bahak tapi mendapatkan hasil yang tidak kalah dengan lembaga formal.
Jangan mengira kantin hanya untuk mengisi perut dan melepas dahaga saja, tapi di sisi yang lain tak kalah pentingnya adalah kantin sebagai kegiatan belajar santai, diskusi sembari tertawa, tempat di mana sebuah kebebasan berpendapat terjadi. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana jika tidak ada kantin sebagai ajang adu ideologi. Maka dari itu, kantin sebagai salah satu nyawa kampus dan negara. Jadi, jangan dianggap remeh. (T)