SETELAH 20 tahun perjalanan menapak dunia kesenirupaan, Kelompok Perupa Galang Kangin kembali menggelar pemeran bersama sekaligus merayakan kebersamaan mereka. Mereka jugamenerbitkan sebuah buku yang berkorelasi dengan tema pameran dengan tajuk “Becoming”.
Pameran ini melibatkan 15 perupa dengan karya yang dipajang di Neka Art Museum, Ubud, Gianyar, Bali, sebanyak 42 karya. Pameran dibuka 25 Februari 2018, dan berlangsung hingga 24 Maret 2018.
Ke-15 perupa yang memamerkan karyanya itu adalah I Putu Edy Asmara, AA Eka Putra Dela, Made Supena, Ni Komang Atmi Kristyadewi, I Ketut Agus Murdika, I Made Ardika, I Made Gunawan, I Nyoman Diwarupa, Dewa Gede Soma Wijaya, Wayan Setem, Sudarwanto, I Made Galung Wiratmaja, Nyoman Ari Winata, Wayan Naya Swantha, Made Sudana.
Pameran ini termasuk istimewa karena sekaligus juga untuk merayakan 20 tahun kebersamaan mereka. Kelompok Perupa Galang Kangin (GK) didirikan dengan latar belakang yang unik. Saat itu, 20 tahun lalu, berkembang isu penggabungan dua institusi seni, yakni Program Studi Seni Rupa dan Desain (PSSRD) Universitas Udayana dan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar (sekarang menjadi ISI Denpasar).
Banyak yang menduga penggabungan itu sebagai suatu kenyataan sulit karena latar dan system dari dua lembaga itu yang dianggap tak sama. Guna menepis opini itu, maka sejumlah mahasiswa dari dua institusi itu mendahului menjawab bahwa mereka bisa “seirama” dalam praktik dan visi kesenian. Dengan beberapa kali proses pertemuan, maka pada tanggal 9 April 1996 para mahasiswa mendirikan sebuah kelompok perupa yang dinamakan Galang Kangin.
Ketua Galang Kangin Made Supena mengatakan, dalam perantauan di wilayah kesenian, GK menyadari pentingnya keberadaannya dalam hubungan dengan kelompok-kelompok seniman yang lain serta posisinya di kancah perkembangan seni rupa. GK menjadi inspirasi, diharapkan nuansa yang terekspresikan seperti juga segarnya matahari yang terbit dari timur.Dengan semangat fajar sebuah dialog nyata telah tercipta, semoga misi ini berbunga dan menghasilkan buah yang baik bukan hanya untuk kami tetapi untuk kita semua.
Pada masa modernisme ada keyakinan yang dianut oleh para seniman, bahwa setiap seniman harus memiliki identitas yang mempribadi, yang hanya dimiliki oleh dirinya saja. Identitas ini adalah identitas karya yang terbaca secara formal. Artinya unsur visual seperti garis, bidang, warna, dan tekstur memperlihatkan kepribadian sang seniman.Kata kunci dari semua ini adalah identitas. Pada masa modernisme itu identitas dianggap hal pokok dan prinsip yang harus dimiliki oleh seniman.
Perkara karakteristik, konsep atau batasan tentang identitas ini menarik membincangkannya pada karya-karya perupa kelompok GK. Karya-karya mutakhir kelompok GK menunjukkan adanya tanda-tanda pengingkaran terhadap makna identitas seperti yang didengungkan kaum modernisme. Identitas yang kemudian mudah terbaca dari sebagian besar karya anggota kelompok GK ini adalah identitas dalam konsep posmodernisme, yakni identitas dalam pengertian proses menjadi (becoming).
“Karya-karya terbaru kelompok GK ini mengalami semacam pengalihan suasana, mood, stimulus, atau hasrat dalam batasan proses kreatif guna menghindari kerja kesenian yang terus menerus bergerak di tempat yang sama. Bagi para perupa kelompok GK berada di tempat yang sama bisa menjebak mereka ke dalam kebekuan yang tak tersadari. Itu sebabnya para perupa kelompok GK ini kemudian bersepakat untuk melakukan sebuah perpindahan, pergingsutan, atau setidaknya tidak bergerak di tempat yang intinya ingin keluar dari zona nyaman,” kata Supena.
A.A Rai Kalam memberikan apresiasi terhadap pameran ini. Ia menganggap pameran ini sangat tepat dalam rangka membelajarkan diri untuk sebuah proses pendewasaan yang mengantarkan pada kematangan pribadi. Imbas lain tentunya bisa meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni lukis. Lewat pameran ini seyogyanya dimanfaatkan sebagai ajang dialog secara optimal guna melahirkan gagasan-gagasan baru dan greget kreatif untuk mengekplorasi seni budaya yang lebih luas.
Akan menjadi sangat penting artinya dialog yang terjadi dalam pengertian dan dalam bentuk apapun ketika menempa kejujuran diri sendiri dalam berkesenian. Kunci keberhasilan mereka terletak pada pendisiplinan diri, semangat pengabdian dan kesetiaan pada dunia seni rupa baik itu berupa kreatifitas penciptaan maupun dalam aktifitas publikasi untuk memasuki medan pergulatan dan komunikasi yang lebih luas.
“Ada sesuatu yang menggembirakan setelah melihat keberanian mereka untuk menyatakan diri yang tanpa dibelenggu oleh batasan-batasan akademis dan mereka memiliki kesungguhan dan optimisitas dengan keberadaannya sebagai seorang seniman muda yang pada akhirnya akan meramaikan kancah kesenirupaan di tanah air,” katanya.(T)