SEBAGAI bagian dari penghormatan pada Pengabdi Seni Budaya, Bentara Budaya Bali (BBB) mengetengahkan Pameran Topeng dan Pertunjukan Tari, menghadirkan seniman Samadi dan penari Luh Menek. Keduanya merupakan penerima Anugerah Bentara Budaya tahun 2017. Pembukaan berlangsung Sabtu 24 Februari 2018, pukul 18.30 WITA di Jalan Prof. Ida Bagus Mantra, No. 88 Ketewel, Gianyar.
Agenda ini merupakan rangkaian program memaknai 35 Tahun Bentara Budaya yang dirayakan 2017 lalu, tepatnya tanggal 26 September 2017. Kala itu, Bentara Budaya menyerahkan Penghargaan Pengabdi Seni Budaya kepada 7 tokoh, antara lain: penari Luh Menek, penggerak teater Rudolf Puspa, pelestari topeng Samadi, penggiat akapela “mataraman” Pardiman Djoyonegoro, penghidup wayang potehi Toni Harsono,penelaah sastra Betawi Abdul Chaer, dan tokoh ludruk serta ketoprak Kirun.
Ni Luh Menek, salah satu dari para maestro Bali yang mengabdikan keseluruhan hidupnya dalam bidang seni tari. Kelahiran tahun 1939 di Jagaraga, Buleleng ini juga berhasil mengangkat nama desa Tejakula sebagai sebuah ikon yang identik dengan spesialis tari yang beliau tarikan. Ia juga dikenal sebagai penari yang memiliki kekhasan gaya tari Buleleng, seperti Teruna Jaya, Palewakya, dan Cendrawasih. Cirinya yang paling menonjol adalah gerakannya yang enerjik, agresif, serta perpaduan antara gaya yang manis dan kelembutan.
Bagi Luh Menek, tari merupakan saudara yang baik dan hingga sekarang tak pernah berpisah. Atas dedikasinya, Luh Menek telah menerima berbagai penghargaan dari Pemerintah Daerah Bali.
Sementara menurut Samadi, mengabdi pada seni topeng klasik itu susah, terlebih di era serba modern seperti sekarang. “Kini banyak orang-orang di daerah kami yang memilih jalan pintas membuat topeng yang lebih sederhana (modern). Untuk tetap bertahan di jalur topeng klasik diperlukan dedikasi yang tinggi. Yang paling penting itu komitmen untuk tetap melestarikan budaya dari nenek moyang agar tidak punah, karena tidak semua orang bisa membuat topeng klasik,”ujar Samadi.
Samadi yang bernama lengkap Mardi Yitno Utomo, merupakan pembuat topeng dari Bobung, Putat, Patuk, Gunungkidul. Sedini muda ia telah menekuni kerajinan di Bobung. Dia adalah salah satu penerus tradisi pembuatan topeng Panji yang masih tetap berkarya. Dia berharap tetap bertahan untuk melestarikan pembuatan topeng klasik.
“Dengan kesenian dan aktivitas masing-masing, mereka menyuarakan suara rakyat. Mereka berkesenian yang berorientasikan pada rakyat. Akan tetapi mereka berupaya memberi makna pada kehidupan bagi orang-orang di sekitarnya” ungkap Frans Sartono, Direktur Program Bentara Budaya.
Selain di BBB, program penghormatan serupa digelar pula di 4 venue lain: Bentara Budaya Jakarta, Bentara Budaya Yogyakarta dan Balai Soedjatmoko Solo berupa pertunjukan, pameran, diskusi, workshop, pemutaran dokumenter dan lain-lain yang mengedepankan capaian seni dan dedikasi mereka selama ini.
Adapun Pameran Topeng karya Samadi di BBB akan diresmikan oleh Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST., MA. Selain itu dihadirkan pula pameran foto sosok Luh Menek karya fotografer Doddy Obenk. Eksibisi akan berlangsung hingga 3 Maret 2018 mendatang, disertai juga workshop & demonstrasi membuat topeng, Minggu (25/2) dan Senin (26/2), pukul 14.00 WITA.
Turut memaknai pembukaan, akan tampil Pertunjukan Tari Teruna Jaya oleh Luh Menek, diiringi Sekaa Gong Pinda pimpinan Ketut Cater serta pemutaran dokumenter.
Anugerah Bentara Budaya sebelumnya juga pernah diberikan pada 10 Pengabdi Seni Budaya, tahun 2012 lalu, antara lain kepada : pelukis Sulasno (Yogya), Ni Nyoman Tanjung (Bali), Anak Agung Ngurah Oka (Bali), Pang Tjin Nio (Jakarta), Rastika (Cirebon), Sitras Anjilin (Magelang), Mardji Degleg (Jawa Timur), Dirdjo Tambur (Yogyakarta), Hendrikus Pali (NTT) dan Zulkaidah Harahap (Sumut). (T)