13 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Foto Mursal Buyung

Foto Mursal Buyung

Sekar Sumawur : Dialog Kosong tentang Debur Ombak Guruh Langit

IGA Darma Putra by IGA Darma Putra
February 2, 2018
in Esai
24
SHARES

PANTAI pasir putih, air laut biru cerah, ombak mencumbu karang berwarna hitam. Ketiganya terlalu indah untuk tidak dipedulikan. Keindahan menjadi semacam keterikatan. Mengapa segala yang indah justru mengikat?

Semestinya pertanyaan itu kita tanyakan kepada mata. Sebab matalah yang bertanggung jawab atas tugas melihat. Hanya saja, mata kadang tidak adil, ia selalu memilih yang indah dari pada yang tidak indah. Ketidakadilan bahkan menjadi sifat salah satu organ manusia. Jadi dari mana keadilan itu mesti lahir?

Pramoedya berkata ‘sejak dari dalam pikiran’. Pikiran macam apa yang dapat melahirkan keadilan? Saya sulit menjawab pertanyaan itu. Tetapi dahulu saya pernah diajarkan tentang sifat pikiran oleh seseorang. Salah satu sifatnya disebut Wasitwa. Berasal dari kata Wasa yang berarti pencipta, memelihara dan melebur. Karena darinyalah segalanya tercipta, maka pikiran berada di luar ciptaannya. Maksudnya, pikiran menguasai ciptaannya. Maka tidaklah salah jika ada yang berkata bahwa pikiran adalah penguasa, sebab ia mampu mengendalikan dan sekaligus memerintah. Sebagai catatan, barangkali penting untuk mengingat bahwa mencipta, memelihara, melebur adalah sifat-sifat dewa.

Ketika melihat laut saya selalu membayangkan bahwa laut adalah analogi dari pikiran. Laut tidak tenang di permukaan. Tapi tentu laut pikiran bisa ditenangkan juga diheningkan. Caranya aneh, dengan diam. Hati-hati jika hendak mendiamkan tubuh, karena pikiran lebih sulit didiamkan. Alam pikiran mesti didiamkan [heneng]. Untuk apa? Konon untuk mencapai keheningan [hening]. Apakah ‘hati’ adalah keheningan itu?

Sampai pada kata hening, saya melihat langit. Warnanya biru cerah, ada awan putih yang bentuknya macam-macam. Macam-macam bentuk itu lahir dari pikiran, sebab alam pikiran menyimpan pengetahuan. Langit disebut akasa, dan di dalam akasa ada suara. Meski suaranya tidak saya dengar karena dikalahkan suara debur ombak, entah kenapa saya meyakini langit juga sedang bersuara. Telinga saya yang tidak mampu mendengarnya. Hanya saja, langit tidak segelisah laut. Meski keduanya saling berhadap-hadapan.

Mendung datang entah darimana. Langit berubah gelap. Gerimis turun seperti benang yang berkelindan menjalin langit dan laut menjadi satu. Betapa kagetnya saya, ketika melihat warna laut sama gelapnya dengan warna langit. Ombak masih berdebur, langit kini bergemuruh. Saya gagal memahami, mana yang lebih tenang di antara keduanya. Mana yang lebih indah dari pada keduanya. Alam selalu menang atas pikiran-pikiran yang saya bangun dari segala yang ditunjukkan dan mampu saya lihat. Sayangnya alam pula yang merobohkan bangunan-bangunan itu. Sampai disana, saya mengingat pelajaran di awal. Pikiranlah yang mencipta sekaligus melebur. Apakah pikiran saya sendiri telah melebur bangunan pikiran yang telah tercipta?

Pada saatnya nanti maka pikiran pun mesti ditiadakan. Pikiran mesti dihilangkan. Pikiran hilang bukan karena lupa. Mata juga menghilang nanti. Tidak ada lagi rupa dan warna yang bisa dinikmati. Tapi bukan karena buta semua itu hilang. Segala yang terlampau halus, tidak dapat dipikir-pikirkan. Meski segalanya terlihat nyata, tapi sulit menyebutkan nama kenyataan itu.

Pada debur ombak, pada guruh langit, juga kepada ikan-ikan dan nelayan. Saya bertanya tentang laut dan langit. Siapa yang merindui siapa? Dan jika hujan terlanjur berbunga, dimanakah kita? Mati tanpa menghilang, hidup tidak hanyut dalam suka duka. (T)

Tags: alamlautrenungan
IGA Darma Putra

IGA Darma Putra

Penulis, tinggal di Bangli

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Esai

HUJAN

Edisi 7/10/19 KOPLAK memeriksa seluruh surat-surat di ruang kerjanya yang semakin menumpuk, dari urusan surat cerai mati, sampai urusan surat ...

October 7, 2019
Ari Anggara (foto dari facebook Ari Anggara)
Khas

Ari Anggara, Dari Ketua OSIS, Ketua BEM, ke Kepala Desa

Sebagai teman satu jurusan, satu kampus, meski bukan satu desa, saya senang ketika membaca berita Ari Anggara memenangkan pemilihan perbekel ...

January 21, 2020
Ilustrasi: diolah dari lukisan IB Pandit Parastu
Cerpen

Anomali Kucing

  Cerpen: Ferry Fansuri WAJAH-wajah kecut, kusam dan buram terlihat keramaian di sana. Tidak ada tanda kemenangan hanya geram dan ...

February 2, 2018
Ilustrasi diolah dari  Google
Esai

Jodoh Itu Komitmen, Bukan Orang

Sepertinya, momen akhir tahun kemaren adalah waktu yang pas bagi banyak orang untuk merayakan hajat pernikahan. Terlihat dari banyak status ...

January 10, 2020
Kurnia Effendi #Lukisan: IB Pandit Parastu
Esai

Proses Kreatif Kurnia Effendi 5# Sumber Ilham dan Buku

SELALU terngiang ucapan Joni Ariadinata ketika meminta cerpen-cerpen saya untuk diterbitkan sebagai buku antologi pribadi. Buku? Wah, apakah sudah saatnya?Itu ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Suasana upacara ngusaba kadasa di Desa Kedisan, kintamani, Bangli
Khas

“Ngusaba Kadasa” ala Desa Kedisan | Dimulai Yang Muda, Diselesaikan Yang Muda

by IG Mardi Yasa
April 10, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Gde Suardana
Opini

Tatkala Pandemi, (Bali) Jangan Berhenti Menggelar Ritual Seni dan Budaya

by Gde Suardana
April 10, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1455) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (342)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In