10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Wisata Monolog Teater Kalangan: Yang Asing Dirayakan, Yang Raya Diasingkan

Wayan SumahardikabyWayan Sumahardika
February 2, 2018
inEsai
14
SHARES

 

Selamat datang di Wisata Monolog Teater Kalangan!

Kepada kawan-kawan yang merasa asing di rumah sendiri. Kepada kawan-kawan yang sudah teramat jenuh dengan paket-paket wisata; pemandangan khas, unik, asyik bin ajaib; hotel, kafe, restoran, atau mall mewah, murah, meriah, pun dengan diskon promo sana-sini sebagai bentuk perhatian kepada semuanya yang sebenarnya, jika dicek kembali, harganya toh sama saja dengan hari biasa. Tentu, undangan ini jadi begitu penting artinya. Sebab ini wisata bukan sembarang wisata. Ini wisata begitu intim terpencil. Amat jauh dari hingar bingar yel-yel, iklan, baliho bertuliskan Wonderful Indonesia yang dijumpai sehari-hari.

Sebagaimana namanya, wisata ini menyajikan beberapa monolog sebagai menu hidangan yang ditawarkan kepada para wisatawan. Perlu saya garisbawahi sejak awal, konsep wisata monolog sendiri sejatinya baru sebatas rancangan dari tema besar tentang pembacaan terhadap realitas Bali hari ini. Jika dikaitkan dengan produktifitas pariwisata Bali yang makin hari makin gencar memproklamirkan diri sebagai destinasi pariwisata dunia, apakah ada hubungan diantaranya?

Saya sendiri sebagai sutradara amat tergelitik saat menemukan begitu banyak kasus ketegangan yang terjadi akibat dampak pariwisata yang berkembang. Erupsi Gunung Agung misalnya, wacana lebih cenderung digulirkan pada persoalan pariwisata Bali yang akan terpuruk. Hal yang sama juga terjadi pada kasus joged porno yang sempat viral beberapa waktu lalu. Ada saja orang yang beralasan bahwa hal tersebut akan mencemari nama Bali sebagai tempat destinasi pariwisata. Sungguh ironis! Betapa semuanya selalu bermuara pada terpuruknya pariwisata. Seolah-olah, tanpa pariwisata, Bali akan hancur lebur, luluh lanta tak bersisa!

Ini sungguh bukan masalah benar-salah atau setuju-tidak setuju perihal wacana-wacana yang tengah bergulir tersebut. Yang menarik perhatian saya justru keberjarakan kita dalam memahami realitas yang sedang terjadi. Jika mau dikejar, mengapa kita bisa begitu resisten dengan adanya joged porno, sementara begitu banyak kafe-kafe atau kompleks prostitusi yang menjamur di sekitar? Mengapa joged yang notabene, dulunya memang ditujukan untuk tari pergaulan, dimaksudkan untuk membangun hasrat bercinta penontonnya jadi disikapi sedemikian tengetnya? Tak bisakah kita menyempatkan diri untuk berpikir mengapa penari joged bisa menjadi sedemikian porno? Pun ketika status Gunung Agung yang ingin diturunkan. Hanya gara-gara pariwisata saja, gunung siap meletus yang nyata tampak di depan mata ingin dikatakan baik-baik saja. Betapa absurdnya!

Saya tak ingin memperkeruh tulisan dengan merinci persoalan-persoalan tersebut, sebab memang perlu adanya observasi dan riset yang lebih mendalam untuk mengkajinya. Yang ingin saya tekankan adalah paradigma pariwisata modern yang terlampau optimis dengan rasionalitas ilmiahnya, memandang masa depan pasti menuju ke arah lebih baik justru membuat masyarakat lokal menjadi asing di negeri sendiri. Benturan kultur yang dibawa tourist asing dan pandangan dunia yang hilir mudik pertemu-dipertemukan secara tak langsung telah memengaruhi interpretasi penduduk lokal dalam memandang realitas. Parahnya, ini tak terjadi secara organis! Rancangan wisata modern yang cenderung mementingkan kuantitas sebagai indikator keberhasilan ditambah dualitas posisi subjek-objek dan oposisi biner, yang elit dan yang liyan, yang menguasai dan dikuasai menjadikan interpretasi seolah dipreteli, diikat, dan diperkosa oleh pandangan dunia pada umumnya. Tak ada lagi kesempatan buat merabai realitas kita sendiri dengan lebih intim. Keberjarakkan ini, sekali lagi menjadi hal unik dan menarik untuk dipertemukan dalam pentas.

Monolog dalam Wisata

Sebagaimana yang telah diuraikan, konsep keberjarakan dalam pariwisata ini menjadi titik keberangkatan kami menciptakan pentas bertajuk “Wisata Monolog”. Bukan hanya mempertanyakan jarak sebagai sebuah lintasan fisik yang diraba dan dilalui dengan badan indrawi semata, melainkan masuk pada relasi psikologis yang menghadirkan makna antara ruang, teks, dan aktor itu sendiri. Relasi jarak ini, kami percaya saling taut-bertaut-menautkan.

Bagaimana refren yang dipunya penonton sebelumnya juga turut memberi andil dalam memaknai pentas? Bagaimana pengaruh pentas jika penonton ditempatkan dalam sudut pandang berbeda? Mampukah pentas itu sendiri diperbincangkan atau paling tidak, dapat nyempil di pikiran penonton, sama seperti pengalaman yang didapat sepulang wisata meski perjalanan telah usai?

Dalam rangka menjawab semua itu, kami akan membagi penonton dalam dua kelompok besar. Yang jadi wisatawan dan yang jadi liyan. Yang wisatawan akan diberi paket-paket wisata, sebagaimana biasa kita jumpai pada agen-agen travel yang menawarkan destinasi objek wisata. Paket-paket wisata ini, terbagi dalam tiga sesi. Semuanya menampilkan naskah monolog karya Putu Wijaya. Sesi pertama akan menampilkan pameran “Instalasi Ingatan” pertunjukan monolog yang pernah dimainkan Teater Kalangan sebelumnya. Dilanjutkan dengan monolog “AUT”, dimainkan oleh saya sendiri bersama beberapa pemeran pembantu lainnya. Kemudian menampilkan “PIDATO GILA” dimainkan oleh Julio Saputra.

Pada sesi kedua akan menampilkan lima monolog yang dimainkan sekaligus secara bersamaan dengan tempat yang berbeda. Penonton wisatawan akan dipersilahkan memilih salah satu monolog yang ingin ditonton. Adapun kelima monolog itu adalah “MATAHARI TERAKHIR” yang dimainkan oleh Agus Wiratama, “HP” yang dimainkan oleh Ni Putu Purnamiati, “DAMAI” yang dimainkan oleh Manik Sukadana, “TEROR” yang dimainkan oleh Cleo Chintya, dan “SURAT KEPADA SETAN” yang dimainkan oleh A.A.N Anggara Surya. Sedangkan pada sesi ketiga, kembali penonton berkumpul bersama menyaksikan monolog “BALI” yang dimainkan oleh saya sendiri. Dan dilanjutkan dengan bonus berhadiah, menampilkan monolog “MEMEK” yang dimainkan dan disutradai oleh Putu Satriya Koesuma.

Lalu, bagaimana dengan penonton yang menjadi liyan? Adapun paket khusus yang ditawarkan adalah menyaksikan pentas dengan sudut pandang ketiga. Menyaksikan interaksi penonton, aktor, ruang, dan teks pada masing-masing tempat yang berbeda sebagai sebuah keutuhan pentas. Penonton ini, bisa saja menyikapi dirinya sebagai subjek dengan penonton wisatawan dan pentas sebagai objek. Pun terbuka peluang bagi penonton liyan untuk menenggelamkan diri dalam fungsi dan peran yang ditujukan untuk penonton wisatawan.

Bentuk Monolog

Adapun bentuk monolog sendiri dipilih, selain berkenaan dengan acara Festival Monolog 100 Putu Wijaya, juga usaha untuk mengingatkan, betapa keberadaan seni modern seperti monolog masih mengalami ketegangan dengan seni tradisi lainnya. Semakin ironis, ketika monolog masih diinterpretasi pada wilayah penyelenggaraan lomba yang sarat dengan aturan dan standarisasi penjurian. Konsep wisata monolog adalah usaha untuk menarik masuk penonton pada pemikiran dan kegelisahan kami yang tak terlepas dari niatan menginterpretasi teks dan konteks itu sendiri.

Dari delapan monolog yang saya sutradarai, sebagian merupakan monolog yang sudah pernah dipentaskan, sebagian lagi adalah produksi baru Teater Kalangan. Adapun produksi yang baru adalah “Aut”, “Matahari Terakhir”, “Teror”, dan “Bali” Sementara pada monolog produksi lama, saya tak ingin terjebak pada pengulangan pentas. Niatan untuk mengeksplorasi keberjarakan yang diungkapkan sebelumnya, justru membawa saya dan kawan-kawan lainnya pada proses memahami naskah lebih lanjut.

Pada monolog “Pidato Gila”, “HP” dan “Surat Kepada Setan” yang sudah pernah dipentaskan, kami mencoba bermain pada wilayah pengembangan pentas, kemungkinan lain yang sekiranya luput pada produksi sebelumnya, serta penyikapan terhadap ruang yang berbeda. Pada monolog “Damai” yang kami anggap sudah mapan sebagai pentas, kami mencoba bermain-main dalam konteks pra produksi pementasan. Bisakah pra produksi pentas punya makna yang sama nilainya dengan saat pentas itu sendiri atau malah pemaknaan cenderung berbeda, atau bisa tak ada maknanya sama sekali. Dalam rangka membangunkan ingatan, memberi referen terhadap pentas, akan ditampilkan “Pameran Instalasi Ingatan” sebelum penonton memasuki pentas.

Bagaimana semestinya desain pariwisata yang ideal? Bagaimana kita menyikapi realitas yang terjadi? Sampai saat ini, kami pun masih tengah mendiskusikan. Sambil merampungkan pentas hari-H, saya tulis catatan ini. Dalam bahasa yang terbata, ini akan jadi awal titik kami berangkat menuju pentas-pentas selanjutnya. Pada akhirnya, apa yang saya uraikan ini hanyalah sebuah pengantar untuk memasuki panggung Wisata Monolog. Entah itu akan terbaca, terpapar, dan mengena, saya serahkan kembali pada para wisatawan.

Maka dari itu kawan-kawan, sempatkanlah diri untuk hadir pada 26 Desember 2016 pukul 18.30 Wita di Kampus Bawah Undiksha, Singaraja nanti. Pentas ini tak dipungut biaya apapun alias gratis, namun untuk pemesanan kursi, sebisa mungkin hubungi saya terlebih dahulu (081805552079). Sebagaimana tuan dan puan pernah berwisata, tak mungkin pihak travel mempersilakan siapapun masuk apabila kursi di bis yang telah terisi penuh, Bukan? Maka segeralah berkabar! Sebab ini wisata bukan sembarang wisata.

Selamat datang di Wisata Monolog Teater Kalangan! (T)

Singaraja, 2017

Tags: Festival Monolog Bali 100 Putu WijayaMonologTeaterTeater KalanganUndiksha
Previous Post

Gunung Agung Meletus? Ah, Kata Siapa?

Next Post

Pengantar Pertunjukan: Mari Berwisata yang Ini, Bukan yang Itu

Wayan Sumahardika

Wayan Sumahardika

Sutradara Teater Kalangan (dulu bernama Teater Tebu Tuh). Bergaul dan mengikuti proses menulis di Komunitas Mahima dan kini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Pasca Sarjana Undiksha, Singaraja.

Next Post

Pengantar Pertunjukan: Mari Berwisata yang Ini, Bukan yang Itu

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co