SELAMA beberapa minggu belakangan ini nama calon Gubernur Bali yang direkomendasikan oleh Partai Golkar, Ketut Sudikerta, bikin bingung. Bingung, mungkin juga pusing, terutama saat membaca berita di media, yang kemudian diunggah di media sosial, yang kemudian dikomentari oleh warga besar media sosial.
Yang bingung adalah pendukung Sudikerta, atau yang bukan pendukung Sudikerta, atau pendukung calon lain. Yang bingung mungkin juga Sudikerta sendiri.
Ceritanya, Sudikerta yang sejak berbulan-bulan lalu sudah membikin tagline SGB (Sudikerta Gubernur Bali) dalam baliho-baliho yang dipasang di seantero Bali, tiba-tiba disebut-sebut bakal jadi Calon Wakil Gubenur mendapingi Dharmawijaya Mantra (kini Walikota Denpasar).
Nah, jika itu benar, tentu tagline yang dibuat sejak berbulan-bulan lalu itu bisa berubah menjadi SWGB (Sudikerta Wakil Gubernur Bali). Bingung kan? Yang paling bingung tentu saja para pendukungnya yang juga sejak berbulan-bulan lalu menyiapkan diri untuk memilih Sudikerta jadi Gubernur.
Berita-berita di media, terutama yang banyak diposting di media sosial, telah sukses membuat warga besar dan warga adat media sosial menjadi terus bertanya-tanya tentang Sudikerta.
Ada kabar beredar dengan resmi atau tak resmi, yang menyebut pasangan Dharmawijaya Mantra (calon gubernur) dan Sudikerta (calon wakil gubernur) “sudah deal”, “sudah direstui”, “sudah akan dideklarasikan”, lengkap dengan unggahan desain poster pasangan itu yang tentu saja dibuat dengan sungguh-sungguh.
Lalu disusul, atau diselang-seling, berita semacam bantahan bahwa Sudikerta tetap jadi calon gubernur berpasangan dengan Pasek Suardika. Lalu disusul lagi dengan postingan-postingan lain, tentu saja tentang Sudikerta dan calon-calon lain.
Warga bingung, dan itu tampak benar dalam komentar-komentar di media media sosial. “Apa benar berita ini?” komentar seseorang. “Jangan mau jadi nomor dua, Pak!” komentar yang lain. Warga yang keinginannya sama dengan berita yang diposting tentu saja bersorak gembira. “Ini baru pasangan yang top,” begitu kira-kira komentar warga yang keinginannya sesuai dengan isi berita.
Dalam politik pada zaman now, di mana media sosial dengan cepat menyebarkan informasi sekaligus membawa ikutan-ikutan komentar, sebuah kemasan berita bisa dibaca sebagai fiksi dengan membayangkan ada seorang “pengarang” di baliknya. Meski sesungguhnya berita itu bukanlah karangan, melainkan sepenuh-penuhnya fakta. Dengan “membaca sebagai fiksi”, maka sebuah berita bisa dibaca juga hingga ke sisi-sisi di baliknya, ke sisi yang tak tertulis.
Dalam komunikasi politik, di mana desain pesan dalam bentuk apa pun (tulisan atau visual) bisa dibuat dengan mudah dan bagus sebagus-bagusnya untuk merayu sekaligus mengelabui massa pembaca-pendengar-pemirsa, sebuah pesan bisa dipandang sebagai iklan dengan membayangkan ada “penjual” di belakangnya, baik penjual dalam pengertian pemilik perusahaan, maupun penjual dalam pengertian sales girl atau sales boy.
Lalu, dalam berita tentang apakah Sudikerta jadi calon gubernur atau calon wakil gubernur , siapa sesungguhnya “pengarang”, siapa “pemilik perusahaan”, siapa “sales girl atau sales boy”? Pertanyaan ini tak bisa dijawab dengan mudah. Karena dalam politik kepentingan, sebuah berita bisa terbentuk dari korelasi banyak keinginan dan banyak kepentingan politik, entah dari mana, kadang tampak, kadang tak tampak, kadang sama sekali tak tertebak.
Yang jelas, di sela-sela Diskusi Akhir Tahun yang digelar Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB) di Gedung Mr. Pudja, Pelabuhan Buleleng, Jumat 8 Desember 2017, Sudikerta menegaskan kembali sikap politiknya bahwa ia tetap sebagai calon gubernur Bali sesuai rekomendasi Partai Golkar.
Jika begitu kata Sudikerta, jelaskan SGB tetap tak berubah jadi SWGB.
Sudikerta bahkan menyatakan ia segera akan mengumumkan calon wakil yang akan mendampinginya dalam Pilgub Bali. “Saya sudah punya calon wakil gubernur. Siapa dia, saya akan umumkan namanya lima hari lagi. Kalau sekarang saya sebutkan, tidak suprise dong,” tegasnya.
Nah, bagaimana, bingung lagi kan? (T)