SISTEM Agama dan Demokrasi yang lahir dari pemikiran serius, sesunguhnya mengandung kelucuan-kelucuan. Mereka yang berpikir kritis, akan menemukan betapa sistem-sistem tersebut sangat layak untuk ditertawakan. Biasanya para seniman dengan kekritisannya dengan mudah membuat karya yang menyindir sekaligus menertawakan sinis sistem agama dan demokrasi tersebut. Salah satunya melalui karya film.
Sejumlah film garapan sineas India, menurut saya berhasil membongkar sisi-sisi lucu dari agama dan demokrasi. Misalnya film dengan judul “PK” (release 2014), dengan ringannya mengolok-olok agama. Bagaimana sesungguhnya agama mengandung banyak sekali kontradiksi yang alih-alih mencerahkan, agama justru membuat manusia semakin diliputi kebingungan yang berujung pada kelucuan.
Tokoh PK yang digambarkan sebagai alien yang nyasar ke bumi merasa benar-benar bingung dengan agama yang diyakini manusia Bumi. Tingkah PK yang diperankan Aamir Khan dengan sukses membuat penonton merasa geli dengan kepercayaan manusia bernama agama. Penonton akan dibuat menertawakan keyakinannya yang buta kepada agama.
Sementara itu, di akhir 2017 kembali saya menemukan sebuah film juga karya sineas India berjudul Newton. Jika membaca sepintas judulnya, mungkin banyak yang menduga film ini bicara tentang tetek bengek soal fisika karena Newton merujuk pada nama tokoh ilmuwan penemu banyak sekali formula dalam dunia fisika. Tetapi, film yang produksi Drishyam Film ini adalah komedi satir mengenai demokrasi di India dan juga merepresentasikan sisi gelap demokrasi di negara lainnya di dunia ini.
Film ini memainkan tokoh utama bernama Newton Kummar yang diperankan oleh Rajkummar Rao. Sebenarnya nama Newton adalah pengubahan nama asli khas India yakni Nutan yang berarti baru. Karena malu nama Nutan sering ditertawakan, maka ketika kelas 10, Nutan merubah ejaan namanya dari Nu menjadi New dan Tan menjadi Ton. Jadilah namanya Newton.
Ada pesan filosfis yang diungkapkan berkaitan dengan nama Newton penemu teori relativitas dalam konteks demokrasi. Newton dalam bidang fisika telah meruntuhkan sistem strata sosial dalam peradaban manusia dengan teori relativitasnya, menjadikan manusia baik raja maupun pengemis semuanya sejajar. Siapapun yang jatuh dari ketinggian akan menuju tanah, apakah itu raja ataupun pengemis. Demokrasi adalah sistem yang memandang semua manusia setara.
Cerita film ini dimulai dengan realitas bahwa di beberapa wilayah di India terdapat kelompok gerilyawan bersenjata yang menolak tunduk kepada pemerintahan resmi. Pemilu sebagai wujud demokrasi di Indiapun sering diboikot oleh gerilyawan Maois dengan mengancam petugas pemungutan suara di daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya.
Newton yang baru saja diangkat sebagai pegawai pemerintahan di tingkat wilayah terkecil (mungkin keluruhan atau kecamatan) masih sangat kental dengan idealismenya dan menjadi petugas pemungutan suara di sebuah wilayah sangat terpencil ditengah hutan yang disebut dengan Chhattisgarh. Daerah ini termasuk wilayah “kekuasaan” gerilyawan Maois meski pihak militer India secara resmi mengatakannya kini sudah dibawah kendali pemerintah.
Di daerah pemilihan tersebut hanya ada 76 orang pemilih terdaftar dan penduduknya sangatlah kurang berpendidikan plus miskin. Karena rawan, Newton dalam menjalankan tugasnya dikawal oleh pasukan militer dibawah pimpinan Aatman Singh yang diperankan Pankaj Tripathi.
Newton dengan idealisme sebagai ketua tim pemungutan suara sangat sering berbenturan dengan Aatman Singh. Pertentangan muncul karena Aatman Singh menyadari betul wilayahnya itu sangat rawan kekerasan bersenjata dan secara pribadi nampak sangat skeptis dengan sistem demokrasi terutama pemilu. Sementara Newton, adalah sosok sangat idealis yang ingin pemungutan suara berjalan sesuai aturannya apapun yang terjadi karena ia menganggap demokrasi adalah hal yang sangat penting.
Berbagai kendala pun harus dihadapi Newton selain sikap yang sangat skeptis dari pihak militer yang mengawalnya masuk kepedalaman hutan dimana tempat pemungutan suara (TPS) harus dilaksanakan. Misalnya kendala soal penduduk yang memiliki hak suara enggan datang ke TPS. Yang tua memilih tetap tinggal dirumah dan yang muda pergi bekerja ke ladang. Newton dan tim nya harus menunggu sangat lama kedatangan pemilih yang nyaris mustahil datang.
Sampai akhirnya karena TPS dimana Newton bertugas akan mendapatkan liputan dari kantor berita asing, barulah militer dibawah pimpinan Aatman Singh dengan sedikit kekerasan memaksa penduduk yang ada datang ke TPS. Namun persoalan lain muncul dan cukup mengejutkan bagi Newton yakni ternyata penduduk sama sekali tidak paham cara memilih dan harus memilih siapa. Pemilih yang berada di bilik suara nampak bingung berhadapan dengan mesin pemungutan suara. Melihat kenyataan ini, terpaksa Newton merasa perlu memberikan penjelasan kepada seluruh pemilih yang hadir di TPS.
Pada titik inilah film ini dengan cerdas mengungkap fakta betapa lucunya demokrasi dengan sistem pemilu. Penduduk yang menjadi pemilih sama sekali tidak mengenal calon-calon wakil rakyat yang harus mereka pilih. Ketika anggota tim pemungutan suara membacakan nama-nama calon wakil rakyat, penduduk kompak mengatakan tidak mengenal satupun dari nama-nama tersebut.
Belum lagi soal ketidakpahaman mereka atas apa manfaat dari memilih nama-nama yang sudah disebutkan itu. Saat Newton menjelaskan bahwa yang terpilih adalah pemimpin yang akan berangkat ke New Delhi mewakili aspirasi mereka, dengan serta merta penduduk langsung menyorongkan kepala desa mereka untuk diberangkatkan ke New Delhi untuk mewakili mereka dengan mengatakan bahwa kepala desa itulah yang tau persis apa yang mereka inginkan.
Ditengah kebingungan menjelaskan detail pemilu yang sulit dipahami oleh penduduk, Aatman Singh mengambil alih dengan menjelaskan bahwa mesin pemungutan suara itu tidak lebih hanyalah mainan belaka. Penduduk dapat menekan tombol yang menurut mereka paling menarik. Kalau suka dengan gambar nanas tekan saja gambar nanas, kalau suka pisang tekan saja gambar pisang. Aatman singh menyadari bahwa demokrasi dan pemilu bagi penduduk ditempat itu adalah hal yang tidak begitu penting. Newton tidak terima dengan langkah Aatman Singh dan menyatakan protesnya dengan keras. Tetapi segera anak buah Aatman Singh diperintahkan mengamankan Newton agar tidak protes.
Pemungutan suara akhirnya berjalan sesuai dengan skenario pihak militer. Pihak media (pers) yang kemudian tiba ditempat tersebut mendapati bahwa penduduk di pedalaman India yang miskin dan kurang berpendidikan serta dibawah tekanan gerilyawan Maois ternyata menggunakan hak suaranya dengan antusias.
Pihak militer pun kemudian mendapatkan pujian meski saat diwawancarai, penduduk yang ditanya mengenai apa manfaat dari pemilu bagi mereka dengan lugas mengatakan “tidak ada”. Saat ditanya mengapa menjawab “tidak ada”, penduduk itu hanya tersenyum dan tetap mengatakann “ya tidak ada”. Jawaban penduduk yang meski miskin dan tidak berpendidikan itupun merupakan sindiran yang sangat satir akan manfaat dari Demokrasi terutama pemilu. Pemilu hanyalah prosedur demokrasi yang sama sekali tidak memberi manfaat kepada rakyat yang termajinalkan.
Masalah tidak selesai sampai lancarnya proses pemungutan suara. Ketika jam 12 siang saat istirahat tiba, tiba-tiba terdengar suara tembakan beruntun. Aatman Singh mengatakan bahwa ada gerilyawan Maois menyerbu dan meminta Newton dan timnya segera menyelematkan diri dengan membawa hanya mesin pemungutan suara saja. Dalam perjalanannya kembali melalui hutan, Newton kemudian menyadari bahwa suara tembakan hanyalah rekayasa pihak militer agar Newton dan timnya segera menyelesaikan proses pemungutan suaran yang harusnya berlangsung hingga pukul 3 sore.
Newton yang sangat idealis memaksa untuk kembali ke TPS namun ketika mencoba lari kembali ke TPS iapun ditangkap paksa oleh Aatman Singh. Ada alasan logis yang coba dijelaskan mengapa pihaknya ingin pemungutan suara segera ditutup sebelum jam 3 sore yakni demi keamanan Newton dan juga anggota pasukan dibawah komando Aatman Singh karena kalau sampai malam mereka berada di daerah tersebut, mereka rawan disergap gerilyawan Maois. Newton tidak terima dengen penjelasan tersebut, tetapi pasrah ketika dicokok militer dan dipaksa untuk pulang.
Kejadian genting kemudian muncul saat Newton dan rombongan militer bertemu dengan 4 penduduk desa yang ingin menggunakan hak pilihnya. Pihak militer mengatakan bahwa ke empat penduduk itu tidak bisa menggunakan hak suaranya, sementara Newton bersikeras suara mereka harus tetap disalurkan karena waktu belum menunjukkan pukul 3 sore. Aatman Singh ngotot tidak perlu, Newton ngotot mengatakan perlu sampai-sampai ia meronta dan berhasil merebut senjata lalu menodongkannya ke Aatman Singh.
Karena terancam dengan todongan senjata, Aatman Singh terpaksa membiarakan ke empat penduduk tadi menggunakan hak pilihnya. Newton tetap menodongkan senjata hingga waktu menunjukkan pukul 3 sore. Bahkan ketika ke empat penduduk telah menggunakan hak suaranya dan masih tersisa waktu 2 menit, Newton tetap menodongkan senjatanya ke arah Aatman Singh. Barulah setelah habis waktu pemungutan suara dimana tanggungjawabnya sebagai panitia pemungutan suara selesai, senjata diletakkan dan Newton pun kemudian dikeroyok habis-habisan oleh Aatman Singh dan anggotanya.
Dagelan Demokrasi
Film berakhir dengan gambaran singkat kejadian enam bulan setelah kejadian Newton dikeroyok pihak militer. Aatman Singh nampaknya dipecat dari militer terihat dari adegan ia dan keluarganya berbelanja kebutuhan sehari-hari disebuah took ritel kecil dan harus berhemat. Sementara Newton tetap menjadi peegawai pemerintahan tidak naik jabatan dengan leher yang masih harus digips untuk menunjukkan betapa parah lukanya saat dikeroyok hingga meski 6 bulan berakhir lehernya masih harus digips.
Sikap yang sangat idealis dari Newton terhadap prosedur demokrasi yang harus diikuti sesuai dengan aturan pada titik tertentu memunculkan kejengkelan terutama dari pihak militer yang direpresentasikan dari tokoh Aatman Singh. Dimanapun sistem demokrasi dilaksanakan, pertentangan masyarakat sipil dengan militer memang sering terjadi. Demokrasi bagi militer hanyalah sistem yang akan membuat mereka berada dibawah kendali sipil. Padahal dengan senjatanya, militer adalah kelompok paling berkuasa didalam sebuah masyarakat.
Selain itu, realitas yang disajikan dalam film ini terutama pada sikap penduduk dimana TPS berada yang enggan memilih karena tidak merasakan manfaat apapun dari demokrasi dan pemilu menjelaskan kesia-siaan idealisme dari Newton. Pemilu jelas hanya menjadi procedural belaka mengingat keterwakilan rakyat di desa tersebut tidak mungkin terjadi karena calon yang ada tidak satupun yang mereka kenal.
Kehidupan masyarakat terpencil yang miskin dan tertinggal memang berkebalikan dari kondisi masyarakat yang ada di kota. Keadilan sosial yang digadang-gadang bisa terjadi akibat pemilupun benar-benar hanya isapan jempol belaka. Tidak ada satupun kondisi berubah, meski pemilu ke pemilu berlalu dan demokrasi diklaim sukses. Demokrasi hanyalah mainan bagi elite untuk berkuasa, sementar bagi rakyat kecil yang termajinalkan, demokrasi hanyalah dagelan.
Menonton film Newton ini, menjadikan saya teringat akan tesis Joseph Schumpeter soal Demokrasi dengan menyebutkan bahwa Demokrasi adalah “Sistem pemerintahan dari rakyat, oleh Rakyat untuk kaum Elite”. Demokrasi hanyalah jalan bagi kaum elite untuk merampok suara-suara rakyat, digunakan untuk melegitimasi kerakusan elite atas kekuasaan dimana mereka bisa mengeruk keuntungan pribadi dan kelompoknya saja.(T)
Tulisan ini dimuat pertamakali dengan judul yang sama di Jurnal Winata