“Ratu Sedahan taru, selai dina mangkin jagi pacang rauh rerainan Galungan, mangde preside I Ratu mabuah ngeed-ngeed.”
“Wahai Sang Pengusa pohon (Sangkara) 25 hari lagi hari raya Galungan akan tiba, dimohon kiranya agar Paduka (Sangkara) menjadikan pohon ini berbuah lebat.”
BEGITULAH saha (doa pujaan) dipergunakan oleh umat Hindu di Bali saat tradisi Tumpek Wariga digelar. Tumpek Wariga memberi penghormatan khusus kepada Sang Hyang Sangkara dalam manifestasinya sebagai penguasa segala jenis tumbuhan.
Di Bali, Perayaan Tumpek Wariga yang jatuh setiap 210 hari sekali, tepatnya Saniscara (Sabtu) Wuku Wariga, memang tergolong istimewa. Masyarakat sejak pagi mulai disibukkan dengan aktivitas “mebanten” di kebun, pekarangan rumah hingga sanggah merajan.
Mereka memohon agar diberikan keberlimpahan buah dari pepohonan untuk menyongsong datangnya Hari Raya Galungan yang tinggal 25 hari terhitung sejak Tumpek Wariga. Umat mendoakan agar pohon mangga, pisang, anggur, kelapa, cengkih dan masih banyak lagi, bisa menghasilkan buah, daun, umbi bahkan bunga yang lebat. Hasilnya pun dapat memberikan kesejahteraan bagi umat manusia.
Tak berlebihan memang, leluhur kita menaruh penghormatan yang begitu agung terhadap tumbuhan. Di dunia ini tidak akan ada manusia dan hewan jika fungsi fotosintesis dalam tumbuhan itu tidak ada. Tumbuhan memberi manusia makanan. Tumbuhan pula yang memberi hewan kehidupan.
Oleh karena itulah, sudah sepantasnya tumbuhan diperlakukan layaknya manusia. Tumbuhan tidak dapat dikatakan hanya sebagai makhluk yang tak memiliki perasaan. Bahkan sebaliknya, tumbuhan memiliki perasaan keceriaan dan kemurungan atau tangisan layaknya manusia.
Berbahagialah tumbuh-tumbuhan itu jika hidupnya dapat dijadikan sebagai persembahan. Seperti terungkap dalam Kitab Dharmasastra. Secara spiritual, jiwa-jiwa atau roh yang ada pada setiap tumbuhan dipersembahkan kembali pada Tuhan, dan fisiknya dipersembahkan kepada manusia.
Maka perasaan tumbuh-tumbuhan akan merasa bahagia karena dipergunakan sebagai sarana ritual. Manusia wajib memotivasi, mengajak agar tumbuhan menyadari fungsinya sebagai persembahan. Tujuannya agar tumbuhan itu berdaun, berbuah, atau berumbi, yang diselipkan lewat lantunan doa doa pujaan.
Vibrasi gelombang pikiran dengan motif bhakti terhadap tumbuhan inilah ditangkap oleh sarwa tetanduran atau berbagai jenis tumbuhan. Sehingga mereka sangat bergembira dan antusias menerima permintaan manusia agar pohon itu berbuah lebat.
Selamat Tumpek Wariga! (T)