MALAM ini saya punya dongeng untuk anak saya, tentang wajah Tuhan dalam 11 butir kelapa.
[Spontan anak saya ambil kameranya dan merekam saya: “Guys.. kalian tak paham ini kalau bukan orang Hindu, pasti tak paham cerita dan obrolan kami ini”. Demikian komentarnya sambil tetap pegang kameranya hendak merekam saya].
Alkisah, Tuhan (Sang Sumber Cahaya Agung) memancarkan keindahan-Nya dalam bentuk cahaya. Maka terjadi-terciptalah semua penjuru mata angin, berkelopak 8 helai, ditambah tengah, atas dan bawah, jadi 11 helai.
Pancaran Tuhan yang pertama-tama mewujud dalam 11 kelopak cahaya, lalu jadi penjuru mata angin, juga di bumi menjadi beragam ciptaan, paling khas adalah buah kepala. Dari pancaran cahaya itu tercipta belasan bahkan puluhan jenis kelapa di bumi, sebagai pancaran warna-warni keilahian, sebagai prisma cahaya yang senantiasa memperindah kehidupan manusia.
Kelapa-kepala itu tumbuh di segala penjuru bumi, terutama di pulau-pulau yang berlimpah cahaya Matahari. Sampai sekarang di pantai-pantai yang penuh cahaya itulah tumbuh berbagai jenis kelapa, sebagai tumbuhan yang berbuah menyehatkan dan berguna dalam menjalani kehidupan sebagai manusia di muka bumi.
Alkisah di Bali ada 11 kelapa dimuliakan sebagai perwujudan Cahaya Agung itu. Karena manusia tidak bisa membayangkan langsung Sumber Cahaya Agung itu, maka para leluhur cendikiawan dan para guru spirtual Bali di masa lalu mengajari orang Bali bagaimana mesti merawat dan menanam kelapa-kelapa itu — yang tak lain adalah 11 wajah Tuhan dalam bentuk kelapa.
Kesebelas kelapa itu dikumpulkan dan dirangkai dalam berbagai upakara dan ritual suci, sebagai sarana bersyukur dan kembali merenungin Sumber Cahaya Agung itu. Itulah sebab kenapa upakara-upakara besar, seperti PEDUDUSAN AGUNG, kelapa dijadikan media dan sarana renungan, sebagai pintu melihat kembali ‘wajah’ Sang Sumber Cahaya Agung itu.
Kelapa disusun sedemikian rupa menjadi semacam kelopak-kelopak mata angin, seirama dengan NAWASANGA.
Nyuh = Kelapa.
1. UTARA — Nyuh Gadang (hijau tua) untuk Dewa Wisnu/
2. TIMUR LAUT — Nyuh Bejulit (biru) untuk Dewa Sambhu.
3. TIMUR — Nyuh Bulan warna putih letaknya di timur untuk Dewa Iswara.
4. TENGGARA — Nyuh Surya (dadu) untuk Dewa Maheswara.
5. SELATAN — Nyuh Udang (merah) untuk Dewa Brahma.
6. BARAT DAYA — Nyuh Bojog (jingga) untuk Dewa Rudra.
7. BARAT — Nyuh Gading (kuning) untuk Dewa Mahadewa.
8. BARAT LAUT — Nyuh Bingin (hijau) untuk Dewa Sangkara.
9. TENGAH — Nyuh Sudamala (warna campuran) untuk Dewa Siwa.
10. ATAS — Nyuh Ancak untuk Parama Siwa (?).
11. BAWAH — Nyuh Randa untuk Sada Siwa (?).
[Anak saya nyeletuk: “Pantas sudah Pramuka lambangnya kelapa. Mereka pemuja para dewa.” Kami ketawa].
[Dongeng dicukupkan, tidak dilanjutkan. “Terlalu serius guys… Kalian kalau bukan orang Hindu tak bakal paham,” anak saya merekam suaranya sendiri dan arah kamera tetap ke wajah saya].
[Ternyata… setelah dicek kameranya, posisi kamera tidak dalam posisi ‘record’. Kami ketawa: “Dongeng sakti ini, dan gaib ini, mungkin dilarang direkam dalam video untuk dimasukkan dalam youtube…”]
Demikianlah, sebuah dongeng purba,’ Wajah Tuhan dalam 11 Butir Kelapa’. Penting diulang di akhir catatan saya ini, mengutip apa yang disampaikan anak saya: “Kalian kalau bukan orang Hindu tak bakal paham”. (T)
Catatan Harian, 6 Oktober 2017