.
MEMBANDINGKAN TUBUH DI GENANGAN
Sejak hari semakin sengit memancarkan
debu disekitar kaki para pekerja asing. Langit
diam saja dan kenangan tumpah di wajah-wajah
yang menahan lelah.
Kadang mereka leleh menjadi percakapan yang
sia-sia di dekat taman, rel kereta, atau beranda rumah
yang menanggung sepi setiap pagi.
Tidak ada hujan pagi itu, hanya sebuah genangan.
Langit menyimak kota yang bekerja keras
membagi dirinya seadil mungkin sebagai rutinitas. Gelisah
kadang tumbuh di surat-surat yang tak terbalas, atau kabar
-kabar yang tak kunjung datang entah sebagai berita baik
atau buruk. Ia sudah lama tidak peduli pada baik dan buruk,
jika Tuhan memang menciptakan segalanya dengan sempurna.
Langit melihat tubuhnya tidak muat dan terlalu
lapang bagi genangan. Tapi mereka yang berjalan
di sekitar genangan tubuhnya terlalu kecil.
Mereka terlalu mudah masuk dan keluar seperti
pengunjung toko yang tidak mengerti
apa yang ia cari. Tubuhnya dan tubuh
mereka tidak pernah sebanding.
sebagai apa yang selalu nyaman
dipandang dari teras sewaktu
pagi dan sore saja.
2017
TIDAK USAH MURUNG
Akulah yang diam-diam bersembunyi
di tidur lelapmu sebagai letih yang
hendak kau kikis. Aku juga yang
tumbuh secara tidak sengaja
sebagai semak yang menjagamu
dari tatapan asing yang
kerap membuat tidurmu terusik.
Entah apa yang coba kita pisahkan
dari perjalanan panjang yang kian
dingin di kening ini. Jika hidup hanya
untuk mengejar hal-hal baik, mungkin
aku akan menyendiri bersama perkara-
perkara yang ingin dintinggalkan dan
dilupakan. Aku akan memelihara meraka
dan coba meninggalkan segala yang
berisik diluar sana.
Tubuhku adalah rumah bagi tangisan
yang terpendam. Dan lenganku adalah
ibu mereka yang mencintai tanpa memaki,
kau juga boleh meminjam kaki jika kau
berkenan melihat hijau bukit dan sawah
yang ditanam dari rasa sakit para petani,
Tidak usah murung,
kita adalah pengalaman
yang belajar dari pecahan
rasa sakit dan kepingan
air mata.
2017
TIGA EPISODE WAKTU
Bahwa cepat atau lambat
adalah urusan waktu, kau dan aku
terseret di situ sebagai hidangan.
Tubuhnya menjadi jalan raya yang
mengantar orang-orang memuaskan
angan yang kekanak-kanakan di dalam
dirinya. Ia tidak mungkin memisahkan
hari-hari yang murung dari nasibnya. Tidak
ada yang tahu siapa yang telah merajut
murung dan cemas menjadi tubuh yang
ia kenakan kemana-mana.
Ia pergi ke penjahit pada suatu pagi
dimana kenangan berguguran seperti
bintang yang rontok saat yang di atas
sedang murka. Pintunya tertutup,
hanya tersisa mesin jahit yang murung
di sudut ruang.
Bahwa cepat atau lambat
adalah urusan waktu, kau dan aku
jatuh disana sebagai nelangsa.
Pagi mengantarkan ia pada banyak pilihan,
namun sejak lahir ia telah akrab dengan dingin
dan sepi yang kerap menemani malamnya. Ada
musim dingin yang lekat pada serat-serat kain
yang ia kenakan sebagai seragam. Ia pergi sejak
pagi meninggalkan anak dan tugas-tugas rumah
lainnya.
Ia sadar dirinya di rajut dari benang-benang hitam
dan putih saja. Hitam untuk duka yang pernah
mengajaknya pada pesta upacara berkabung. Dan
putih untuk hari-hari dimana semuanya
tak memiliki rasa, gula dan garam sama saja
di mulutnya, hambar dan berwarna putih.
Bahwa cepat atau lambat
selalu urusan waktu, kau dan aku
tersangkut disana sebagai layang-layang putus.
Ada yang pernah diterbangkan atas nama
kebebasan. Ia melihat sore sebagai surga dimana
ia boleh merebahkan tubuh di lapang dada langit.
menyandarkan kepala pada empuk mendung yang
jernih. Tapi seorang anak kecil di bawah tahu, kapan
kau harus diturun dan naikkan. Ia tahu sepanjang
apa umur kebahagian yang kau sembunyikan.
Tapi sebelum itu, kau pasti melihat
desa tak lagi sama. Ada asap yang mulai
terbit dan mengusik burung-burung pipit.
Jalanan kian memadat seperti awan mendung,
buram dan menyesakkan. Rumah-rumah baru
merenggut lapangan bola dan tawa riang anak-
anak. Kau pasti mengerti perbuatan siapa ini.
2017
DI BULAN AGUSTUS TAHUN INI
Di bulan Agustus ia dipenuhi keruh
genangan: keramaian dan sepi yang
terselip di sana sebagai yang ingin
di usir. Setiap malam orang-orang
ingin menjadi pemenang dan memukul
siapa saja yang berani berdiri di dekatnya,
aku hanya duduk sendiri di ujung keramaian
sambil sesekali mendengar apa yang ingin
di utarakan sepi. Mereka berusaha sekeras
mungkin, menjadikan kerakusan sebagai
tuan paling agung di dalam dirinya, dan
membunuh kecemasan yang kerap menemani
mereka tiap malam pada bulan-bulan yang
telah lewat. Ia tidak bisa menangkap apa-apa
lagi seperti sebelumnya. Bahkan cahaya
telah menguap menjadi embun yang
menghiasi gambar dan foto kekasihmu. Agustus
kembali menyeretku pada hari-hari yang
panas: mengubah seluruh percakapan sebagai
perlombaan; mengganti harum secangkir kopi
dengan amis pertengkaran; niat baik menjadi
omong kosong belaka; dan doa adalah sepi
yang hendak dibunuh pada malam hari. Ia
akhirnya kembali pada satu rumah yang
memendam dan mencintai buku cerita. Ia
tidur disana, di sela-sela demarkasi
sebagai puisi yang belum kutuliskan.
2017
DI KAMAR OPERASI
Di kamar operasi kau mencoba mencari lagi,
apa yang terselip di urat nadi sebagai pagi
yang panjang saat kau menolak pergi dan hanya
akan duduk disampingku sambil memandangi
langit yang pernah membakarmu
dengan ucapan selamat tinggal.
Orang-orang asing bekerja dengan
pisau masing-masing. Tubuhmu menjadi
kue ulang tahun yang rela diacak-acak. Mereka
mencari yang ingin kau cari sebagai sakit
yang mengendap dan terlalu lama tidur di
tubuhmu yang lebih lapang dari wajah
pagi itu.
Mereka bertanya pada paru-parumu yang biru,
pada jantungmu yang menolak mati, juga pada
hatimu yang kelam. Tidak ada setumpuk
pilu disana, semuanya saling bekerja keras
menyisipkan samsara sebagai tubuh yang
utuh dan bukan sebagai musuh.
Pagi yang panjang, hilang
bersama kesal yang mengekal
dibalik kemeja yang kau
kenakan setiap hari.
2017