23 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Personil Poleng Band, Singaraja. /Foto: Istimewa

Personil Poleng Band, Singaraja. /Foto: Istimewa

Poleng Band Sudah Berani “Poleng” – Catatan Lagu “Percaya Bli”

Made Adnyana Ole by Made Adnyana Ole
February 2, 2018
in Ulasan
135
SHARES

 

DENGARLAH single terbaru dari kelompok musik Bali Utara, Poleng Band. Judulnya “Percaya Bli”. Lagu terbaru ini beda dengan lagu-lagunya dulu. Bahkan, jika tak baca nama grupnya, kita mungkin tak tahu itu lagu dari Poleng Band.

Dulu, musiknya terdengar bersih, culun dan tak berani sedikit pun menepi dari alur mainstream pop Bali. Semisal lagu “Tresna Selantang Tuwuh” yang dirilis setahun lalu. Tapi pada lagu “Percaya Bli”, kelompok ini sudah ikut karakter namanya: poleng. Artinya, berani menorehkan warna, berani keluar dari jalan lurus lagu-lagu pop Bali, dan tentu yang paling penting berani “menjadi diri sendiri”.

Di Bali, Poleng biasa diartikan sebagai simbol hitam-putih. Tapi sesungguhnya bisa juga diartikan sebagai sesuatu bidang banyak warna, bisa terkesan kotor dan bisa juga terkesan tak nyambung. Jika seseorang menyebut bajunya poleng, artinya bisa dikata orang itu memakai baju dengan corak warna-warni.

Namun, jangan salah. Banyak orang berani berpakaian poleng di antara orang-orang berpakaian polos. Banyak orang berani keluar dari pandangan umum. Dan keberanian semacam itu ditunjukkan oleh Poleng Band. Ya, seperti keberanian Poleng untuk jadi poleng.

Keberanian Poleng Band muncul justru setelah menghadapi guncangan kecil selama setahun vakum. Di tengah kevakuman itu, Yudi, sang gitaris, mengundurkan diri. Lalu, personil yang lain gelisah setelah menghadapi sejumlah pertanyaan dari penggemar dan kawan-kawan sesama pemusik. Pertanyaan yang paling menggelisahkan: apakah Poleng Band bubar?

Memang, setahun tak berkarya, banyak yang menyangka Poleng Band bubar. Penampilan terakhirnya, jika tak salah, saat kelompok ini menjadi band pembuka di peluncuran lagu single “I Love Bali” BHIK di Denpasar, Desember 2016.

Kegelisahan ini, akhirnya menjadi pemicu untuk melahirkan karya baru. Beberapa karya lagu pun terlahir dari De Gust, sang vokalis. De Gust yang memang menjadi motor pencipta di Poleng Band punya andalan lagu “Percaya Bli”.

Lagu “Percaya Bli” berisi sapuan musik tecno untuk memberi rasa renyah pada totalitas lagu.  Menyapukan musik tekno memang bukan hal baru dalam kreatifitas pemusik di Bali, apalagi di Indonesia. Di Bali, sejumlah grup musik, salah satunya XXX, sudah lebih dulu melakukannya. Tapi apa yang dilakukan Poleng Band adalah upaya yang patut dihargai, setidaknya untuk memberi tanda pada ciptaan-ciptaannya, apalagi (menurut De Gust) upaya itu akan dijadikan semacam ciri khas.

Perlu dicatat, dan harus disadari, unsur tecno dalam lagu “Percaya Bli” tak bisa disebut sebagai upaya untuk membuat lagu itu menjadi lebih nge-rock, lebih nge-blues, atau lebih nge-rap. Tapi tetap bisa didengar seperti ada rock-nya, seperti ada blues-nya, seperti ada rap-nya. Upaya itu semata-mata untuk membuat lagu menjadi lebih renyah dan nikmat, seperti mengadon singkong, meski sudah dikukus, ia bisa juga digoreng atau dipanggang kembali.

Dengan begitu, maka cocoklah upaya ini disebut sebagai upaya yang berani untuk menjadi poleng, bukan menjadi tunggal warna: rock, blues, rap, atau pop biasa. Itulah ciri Poleng Band, ya, poleng. Yang bisa diartikan sebagai “musik dengan warna tanpa nama”.

Namun, keberanian untuk keluar dari jalur aman tak terjadi pada lirik, syair atau kata-kata. Sebagian besar syair dalam lagu Poleng Band terjebak dalam pusaran klise yang diyakini disukai anak-anak muda yang sedang jatuh cinta. Bahkan, dalam lagu sebelumnya, “Tresna Selantang Tuwuh”, terdapat ungkapan yang sangat klise seperti “tain meong rasa coklat”.

Ke-klise-an semacam itu terjadi juga dalam lagu “Percaya Bli”. Di situ tak ada sedikit pun keberanian untuk “memikirkan” sekaligus “menemukan” kata-kata baru yang lebih segar. Jika bicara soal anak muda, tentu tema sejenis cinta dan rindu tak bisa dihindarkan. Tapi sebaiknya ada keberanian untuk menemukan diksi dan daya ungkap – artinya daya untuk mengungkapkan cinta dan rindu itu, agar terdengar baru dan tak terduga.

Kata-kata semacam “nganyudang hati” (menghanyutkan hati), “ngeranayang inguh” (membuat gelisah), dan “dag dig dug hatin Bli” (dag dig dug hatiku) adalah ungkapan yang sangat-sangat umum dan memiliki makna sangat tunggal. Apalagi pertanyaan-pertanyaan retoris seperti “apakah ini dinamakan cinta” sudah bertebaran di lagu-lagu Bali dan Indonesia. Kata-kata semacam itu, bagi seniman kreatif, bisa disebut sebagai kata mati yang bikin malu untuk digunakan kembali.

Sebelum ditutup, catatan ini ingin sekali memprovokasi De Gust sebagai pencipta lagu sekaligus sebagai seorang kameramen. Bahwa cara membicarakan perempuan dalam lagu, sama seperti membidik perempuan dengan kamera: kita kadang-kadang ingin mengambil sudut yang berbeda agar kecantikan perempuan terlihat sangat unik dan khas.

Dalam lagu “Percaya Bli” cara pandang terhadap perempuan masih konvensional. Bahwa bukan hanya perempuan sujenan (lensung pipit) dengan gigi gingsul saja yang membuat hati laki-laki jadi dag dig dug. Bahkan perempuan dengan pipi menggelembung seperti kue pao dengan gigi kelinci yang rata pun bisa membuat hati laki-laki jadi tergetar. Tergantung bagaimana cara mengungkapkannya.

Akhirnya, tabik, De Gust dan kawan-kawan. Teruslah berkarya… (T)

Tags: balibulelenglagumusik
Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Sketsa Nyoman Wirata
Puisi

Puisi-puisi Alit S Rini | Aku dan Pertiwi, Percakapan di Depan Api

by Alit S Rini
January 23, 2021
Foto: Mursal Buyung
Opini

Penanaman Spiritualitas Agama dalam Penanganan Korupsi

  KASUS korupsi rupanya menjadi salah satu berita yang paling menarik yang dimuat media, baik media cetak, elektronik maupun media ...

February 2, 2018
Ilustrasi diolah dari sejumlah sumber di google
Opini

Pilkada Tak Cuma Jakarta, Bung! – Jangan-jangan Kita Tak Tahu Calon Bupati Sendiri…

JUMAT, 13 Januari 2017, menjadi hari yang cukup istimewa bagi negeri ini. Tapi ini bukan hari nasional, bukan juga hari ...

February 2, 2018
Esai

Puasa & Kesehatan

Puasa, entah itu merupakan satu kewajiban agama, sebuah tradisi bersama ataupun suatu kesadaran personal, secara biologis, itu dipastikan sehat. Esensi ...

May 6, 2019
Pementasan Teater Tiga SMAN 3 Denpasar
Kilas

Operet Teater Tiga dan Sekali Pentas Menemani Mati

KEMATIAN adalah upaya pembebasan jiwa menuju Tuhan. Lantas siapa yang berani menemani mati? Kelompok Sekali Pentas berani melakukannya melalui musikalisasi ...

February 2, 2018
Foto: Iluh Wanda/ Model: Merry Yunithasari/ Lokasi: The House of Kopitem Sekumpul-Singaraja
Esai

Nongkrong: “The Art of Doing Nothing”

NONGKRONG? Mungkin istilah ini bukan sesuatu yang asing lagi bagi kita. Nongkrong sudah menjadi suatu kegiatan yang diklaim “menyenangkan” untuk ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Ni Nyoman Sri Supadmi
Esai

Teknologi Berkembang, Budaya Bali Tetap Lestari

by Suara Perubahan
January 23, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1355) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (97) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In