BENARKAH kenikmatan duniawi akan juga dapat dirasakan di surga ketika manusia sudah mati?
Kenikmatan, sama halnya dengan sakit tentulah melalui sebuah proses fisik dimana organ-organ tubuh manusia bersentuhan dengan sesuatu untuk mendapatkan rangsangan. Seluruh indera manusia berwujud fisik, artinya sebagai sesuatu yang nyata. Akibatnya hanya dengan bersentuhan dengan sesuatu yang nyata, nikmat atau sakit itu mengada.
Misalnya kulit merasakan panas akibat api, maka diperlukan adanya kulit dan susunan syarafnya untuk mengirim sinyal ke otak untuk merasakan sakit. Atau ketika tubuh manusia mengalami demam, secara fisik pastilah ada sesuatu yang salah terjadi pada tubuh manusia. Jadi mutlak diperlukan sistem otak manusia untuk bisa merasakan baik sakit, nikmat, panas ataupun dingin.
Bagaimana dengan kenikmatan spritualitas atau rasa yang berkaitan dengan perasaan bahagia atau sakit hati karena beban kehidupan yang harus dihadapi manusia? Mungkin telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kenikmatan bersifat spiritualitas juga mengada karena bekerjanya sistem otak manusia. Lagi-lagi perlu dipahami di sini bahwa sistem otak manusia adalah juga sesuatu yang berwujud fisik. Ada hormone-hormon yang bekerja mempengaruhi syaraf. Sederhananya semua terjadi dalam sistem otak manusia.
Ketika manusia mati, maka sistem otak secara fisik tidak akan bekerja sehingga rasa kenikmatan dan sakit juga akan ikut hilang. Arwah atau roh (kalaupun ini benar-benar ada) adalah sesuatu yang tidak berwujud fisik di mana tidak ada sistem apapun yang bisa memungkinkan rasa nikmat atau sakit mengada.
Jadi sepertinya kalau manusia mati, entah arwah itu akan ke surga atau neraka sebenarnya sama saja, karena nikmat atau sakit telah menjadi tidak lagi memiliki eksistensi. Lebih jauh lagi, pesta seks di surga pun menjadi hal yang tidak relevan. Atau panasnya api neraka juga menjadi sulit diterima sebagai kebenaran.
Namun demikian, sistem kepercayaan yang meyakini adanya surga dan neraka telah menyediakan benteng untuk memungkinkan janji nikmat surga dan penderitaan neraka mengada. Sistem agama menyebutnya sebagai iman atau keyakinan. Jadi tidak perlu ada logika dan pembuktian, yang perlu hanya yakin, bila perlu dengan buta. (T)