MEMBACA buku kumpulan cerpen “Aku Melahirkan Suamiku” milik Ferry Fansuri ini membawa kita ke dunia lain yang tidak terduga. Layaknya memasuki labirin kehidupan yang berbeda dan kita memilih peran didalamnya.
Terdapat 12 chapter cerpen yang tersaji disini, didalamnya berbagai genre mulai dari suspense thriller, horor, komedi cinta, absurd dan surealisme tapi menuju satu pintu kehidupan manusia dan masalah didalamnya. Bahkan yang sensitif sekalipun, macam hubungan sejenis atau lebih dikenal LGBT yang begitu tabu jika bicarakan secara terbuka. Penulis mantan jurnalis ini jeli membedah hal tersebut dalam sisi yang lain dan terselip pesan moral didalamnya.
“Tubuh dan pikiran tak menyatu, kau umbar keinginanmu untuk melampiaskan napsu yang tak berujung. Terus dan menerus untuk memuaskan jiwamu yang hilang itu” (Aku Melahirkan Suamiku)
Di dalam cerpen “Aku Melahirkan Suamiku” sang penulis tidak menghakimi sosok penyuka sesama wanita atau mengeksplorenya tapi berusaha mengerubah pandangan itu dari negatif menjadi positif. Karena tiap kehidupan akan menemukan jawabannya sendiri di kemudian hari. Diceritakan seorang perempuan lesbian bernama Nayala resah akan surat bersegel lilin merah yang ditinggalkan suaminya di malam pertama pernikahan rekayasa. Surat itu adalah jawaban dari semua pertanyaan Nayala tapi ia ragu untuk membukanya
Tiap penulis pasti terinspirasi oleh penulis lainnya, begitu juga Ferry Fansuri. Ini bisa terlihat pada cerpen “Bangkai Pesawat Yang Menimpa Kami”, terlihat sepintas mirip cerpen Robohnya Surau Kami milik AA Navis. Tapi penulis tidak melakukan plagiat tapi menrekonstruksi cerita didalamnya dalam versinya sendiri.
“Hidupmu bukan untuk kamu saja tapi buat orang lain, kamu diciptakan bukan dalam kesia-sia saja” (Bangkai Pesawat Yang Menimpa Kami)
Sebuah percakapan manusia taat bernama Kamidi dengan malaikat dalam surga bahwa tidak hanya ibadah saja yang dilakukan manusia didunia demi memuja Tuhannya tapi hidup untuk sekitar dan sesama, itulah fitrah manusia sesungguhnya. Ada nasehat rohani yang dicatut dari ayat-ayat suci Al Quran, penulis berusaha memasukan makna-makna tak tersirat didalam cerpen ini.
Cukilan-cukilan ayat-ayat suci itu berlanjut dalam cerpen “Pria Yang Bersekutu Dengan Malaikat”
“Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah kamu kehilangan kepercayaan padaNya” (Pria Yang Bersekutu Dengan Malaikat)
Sebuah kisah dalam surat Al Baqarah yang menceritakan dua malaikat Harut dan Marut dihukum penciptanya karena dosanya dengan digantung terbalik dalam perut bumi yang paling dalam. Penulis mengolah cerita itu dalam versinya sendiri tentang perjuangan manusia bernama Penta untuk memaknai kata-kata Harta,Wanita dan Anak adalah perhiasan dunia
Setelah bermain-main dengan surelisme dan absurd, sang pemulis membanting setir ke genre komedi satir agar otak lebih refresh. Kita dibawa ke dunia kaum urban yang bergelut dengan kerasnya hidup di kosmopolitan berbagai keruwetan didalamnya. Ada dua cerpen “Pria Dengan Rasa Jeruk” dan “Mesin Mimpi Sarbot”
“Kupandangi ujung botol plastik itu, tak sanggup jika harus memasukan ujung kemaluanku disana. Apalagi kondisi seperti ini, didalam keramaian bis ini” (Pria Dengan Rasa Jeruk)
“Aku harus memiliki kamu biarpun sampai kukejar ke ruang mimpi sekalipun. Kau harus jadi milikku bukan pria lain” (Mesin Mimpi Sarbot)
Kisah-kisah muram tentang pendatang urban, dalam Pria Dengan Rasa Jeruk mengisahkan pendatang musiman yang tiap tahun selalu masuk ke ibukota untuk mengadu nasib. Perjalanan dalam bis, Sarwo harus berkutat untuk menahan kencing dan dilema hanya botol aqua plastik yang bisa menyelamatkanya. Lain sisi dalam cerpen Mesin Mimpi Sarbot, seorang jongos bernama Sarbot begitu menggilai Mikela sampai kebawa mimpi maka mesin mimpi solusinya.
Sepertinya penulis tidak mau terjebak dalam genre tertentu, bidang horor thriller juga digarap. Setidaknya terlihat ada 3 cerpen berbau “menyeramkan” tapi bukan horor kacangan antara lain Kecoa-kecoa di Rongga Dadaku, Lang Pa Cha dan Perempuan jadi-jadian yang mati dibawah kasur.
Penulis juga menyentil penyakit sosial yang bukan rahasia umum di masyarakat mulai korupsi, human trafficking, phedofilia dan lainnya. Cerita-cerita ada dalam Anak kecil yang menggenggam revolver, Semua kucing itu di penjara dan Bocah penyihir dan perempuan bertatokan kesedihan. Ketiga cerpen menceritakan pergolakan dan pergelutan manusia di jalanan, ada seorang anak yang harus berkeliling nusantara untuk mencari seorang anak perempuan bernama Kantil atau kisah koruptor yang berubah menjadi kucing dan dipenjara.
Dilihat dari buku ini, penulis cenderung melihat arus bawah dan diangkat dalam semua temanya. Bukan tutur yang cengeng tapi kekekuatan manusia untuk tidak menyerah akan keadaan dan melihat hari esok yang tidak tahu nasibnya. Tetap berjuang dan percaya.
“Mereka tampak menikmati pekerjaannya, hujan tidak membuat mereka mengeluh karena mereka itu anak kecil yang sedang bermain dan jalanan adalah tempat bermain mereka” (Anak Kecil Yang Menggenggam Revolver)
Begitu juga kita tetap melangkah biarpun beban dipundak berat, mungkin sejenak kita letakkan baru kita berjalan kembali. Membaca-membaca kumpulan cerpen milik Ferry Fansuri terasa menemukan tujuan hidup yang lebih tangguh dan menyegarkan. (T)