26 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Lomba tari Oleg Tamulilingan, Bali Mandara Nawanatya II-2017, /Foto: Widnyana Sudibya

Lomba tari Oleg Tamulilingan, Bali Mandara Nawanatya II-2017, /Foto: Widnyana Sudibya

Hakikat Seni – Membaca Kembali Prasasti Sukawana Bali Tahun 891

Sugi Lanus by Sugi Lanus
February 2, 2018
in Esai
110
SHARES

SUKAWANA adalah sebuah desa dalam jajaran desa-desa tua di pegunungan Bali. Pura Penulisan dan Pura Balingkang mengapitnya. Sebuah kawasan yang bertutur banyak ketika seseorang hendak merunut perjalanan kebudayaan Bali. Kawasan arkeologis abad-abad awal masa keberaksaraan Bali.

Seperti desa-desa sekitar lainnya: Penulisan, Dausa, Serai, Manik Liu, Batur, Kintamani, dan Bwahan, di Sukawana juga ditemukan prasasti. Sebuah prasasti yang oleh Dr. Roelof Goris disebut sebagai Prasasti Sukawana AI dalam buku Prasasti Bali, Incripties Voor Anak Wungsu (1954), ditemukan di sana.

Prasasti itu disurat dalam bahasa Bali Kuna, berangka tahun Saka 804 (891 Masehi), menjelaskan perihal pemberian izin kepada beberapa bhiksu untuk membangun pertapaan dan pesanggrahan (satra) di daerah perburuan (atau perguruan?) di Bukit Cintamani. Batasnya ditetapkan. Bhiksu-bhiksu tersebut dibebaskan dari bermacam-macam pajak. Jika ada salah seorang bhiksu yang meninggal, tentang warisannya diurus dan ditetapkan. Sebagian dari warisannya dipakai untuk membeli perkakas pesanggrahan.

Muasal Kata Seni

Ada satu kata dari dalam prasasti tersebut yang akrab dengan telinga kita, yaitu seni, yang dalam prasasti ini ditulis senhi: “… hangga tukad ye kalod, anada tua bhiksu, grama musirang ya marumah ditu, tani kabakaten laku langkah, kayu   tringtihing tanggung yathakrtya bsar senhi…”

Dibandingkan dengan yang tertulis dalam Prasasti Srodokan (tahun Saka 837), kata ini ditulis tanpa huruf /h/: sni.

Kata itu mempunyai makna yang berbeda dengan maknanya sekarang. Kata senhi atau sni dalam dua prasasti ini berarti kecil.

Saya meyakini inilah akar arti kata seni yang pakai sekarang dalam berbagai bentukan kata: seniman/wati, kesenian, nyeni, berkesenian, dan seterusnya. Semua deretan kata tersebut kehilangan konteks bila kata seni-nya diganti dengan arti kata senhi, yaitu kecil. Namun, jejak arti ini dapat kita temukan dalam sebuah istilah yang tetap berarti sama walaupun pasangan kata-nya diganti dengan kata kecil. Istilah air seni tetap punya artinya sama dengan air kecil. Atau, ular seni sama maksudnya dengan ular kecil. Dan atau, dalam bahasa Bali, kata cenik (kecil) berasal dari dari kata seni?

Lalu, adakah hubungannya dengan ungkapan Inggris: Small is beautiful?  Yang jelas: senhi berarti small, pada masa Bali Kuno!

Hal yang mengganggu dalam benak kita adalah sebuah pertanyaan: Kenapa kata seni sekarang begitu “jauh” perkembangannya dengan arti sebelumnya?

Bahasa adalah sebuah media yang bersifat mirip organisme yang hidup, selalu berubah sesuai gerak perubahan pola pikir dan situasi kultural pemakainya yang terus berubah sesuai perubahan zaman. Banyak kata yang hilang atau tidak banyak dipakai, banyak kata yang “bergeser” maknanya. Dalam rentang waktu panjang dan situasi kultural yang berubah inilah, banyak kata, dalam hal ini kata seni terus mendapat pemaknaan baru hingga “bergeser” sampai maknanya seperti yang sekarang kita kenal.

Dengan menyadari “pergeseran” makna kata semacam ini, sebut saja pendekatan etimologis, kita akan mereka-reka kembali pemaknaan arti kata seni. Jika seni berarti kecil, berkesenian berarti usaha untuk memperkecil “sesuatu”?

Nyeni berarti melakoni “laku pengecilan” dalam hidup?

Keyakinan yang paling mendasar untuk meraih kedamaian hidup dalam masyarakat Bali adalah memperkecil momo dalam diri. Kata momo adalah akumulasi dari kerakusan, kekusutan, kegilaan, keangkuhan, keakuan, kemarahan, kecongkakan, kebingungan, dan seluruh potensi destruktif dalam diri manusia yang akan meledak memberangus kemanusiaan kita, bila kita tiada kendali untuk memperkecilnya.

Orang Bali, secara tradisional, melakukan kesenian dalam rangka untuk murnayang ati (menyempurnakan jiwa), dengan jalan nguwangin momo (memperkecil momo). Memperkecil momo inilah letak mendasar arti seni. Seni merupakan kendaraan kecil — “hinayana” — wahana memperhalus pekerti, dengan jalan masuk ke dalam diri untuk mengenali hakikat, kehalusan diri. Lewat seni, manusia sebagai makhluk spiritual bergerak untuk pengidentifikasian diri memasuki kehalusan semesta dan manunggal (menyatu) dengan Sanghyang Licin (Keillahian Yang Terhalus).

Dalam pandangan para seniman atau sastrawan tradisional di Bali, seni dapat dikatakan seni, hanya apabila seni mampu memperkecil momo. Jadi, seni-man/wati adalah sosok yang hidup dalam kesederhanaan, nyeni adalah melakoni hidup dengan selalu memperkecil momo dalam diri. Karya seni dapat dikatakan karya seni apabila mampu lebih memperhalus pekerti manusia.

Karya seni merupakan hasil pewujudan insipirasi dari ketiadabatasan yang tiada terbatas dengan keterbatasan bentuk. Namun, pengecilan yang mampu menggugah kembali ketiadabatasan yang terkandung dalam diri manusia yang bersentuhan dengannya. Di luar itu semua, seni bukanlah seni, hanyalah hasil kekusutan pikiran manusia, geliat-geliat kegelisahan yang tiada berujung pangkal. Peracunan seni. Pembenaran laku hidup atas nama kata seni yang salah kaprah.

Di Sukawana, di titik ditemukannya prasasti itu, alam membahasakan diri lewat kabut. Kabut datang dalam tiupan angin, berangkat dalam tiupan angin. Pada lahan pertaniannya, perbukitan dan lembahnya, dalam tiupan anginnya; manusia yang bertani di lahan-Nya dan berumah di sana lebih paham arti kata seni. Seorang petani, yang ketika ditanya, tersenyum sebelum menjawab. Laku-nya lebih keras dari bicaranya. Yang selalu setia berdamai dengan alam, pada diri sendiri. Yang ritme hidupnya menyatu dalam ritme alam. Padanya, alam bertutur lebih pasti tentang hakikat senhi. (T)

Toya Bungkah, Batur, 6 Mei 1997

 

Tags: balibali kunoprasastiSeni
Sugi Lanus

Sugi Lanus

pembaca manuskrip lontar Bali dan Kawi.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Patung Bob Marley yang sedang membaca buku di Taman Baca Kesiman, Denpasar
Esai

Taman Baca Kesiman, “Hub” alias Tempat Penghubung di Riuh Denpasar

Berjalan melintasi jalur setapak yang disisi kiri dan kanan adalah kebun berisi tanaman tanaman dengan bunga yangindah atau menghasilkan sesuatu ...

March 8, 2020
Buku Upacara Terakhir dan GM Sukawidana
Acara

Malam Minggu Bersama “Upacara Terakhir” GM Sukawidana di Jatijagat Kampung Puisi

Buku kumpulan puisi penyair GM Sukawidana, “Upacara Terakhir” (Pustaka Ekspresi, Desember 2019) diluncurkan di Jatijagat Kampung Puisi (JKP) pada hari ...

March 13, 2020
Esai

TETAS

Edisi 30/9/19 KOPLAK terdiam. Matanya cekung dan dingin. Kopi yang biasanya terasa nikmat dinikmati di sore hari, kali ini terasa ...

September 29, 2019
Rumahku yang alami {Foto Made Swisen]
Khas

Rumahku Dibuat dari Benda Alam yang Menyatu dengan Alam

Oleh: Made Swisen  -- Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng ____ Perkenalkan namaku Made. Usiaku? Ahh, haruskah? Yang jelas aku lahir ...

March 22, 2020
Drama Gong Kuta Citta Budaya, Gianyar, dalam Pesta Kesenian Bali 2017
Kilas

Drama Gong Kuta Citta Budaya: Remaja yang Membangun Kisah Sekaligus Kejenakaan

Kenapa drama gong yang pernah berjaya tahun 1980-an, belakangan ini pingsan dan seakan-akan susah payah dihidupkan kembali? Salah satu penyebabnya, ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jaja Sengait dari Desa Pedawa dan benda-benda yang dibuat dari pohon aren [Foto Made Saja]
Khas

“Jaja Sengait” dan Gula Pedawa | Dan Hal Lain yang Bertautan dengan Pohon Aren

by Made Saja
February 25, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Menjangan Seluang [Foto: Michael Gunther]
Esai

Kenapa Orang Bali Tidak Memuja Arca-Lukisan Penulis Kitab?

by Sugi Lanus
February 26, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1413) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (340) Kiat (19) Kilas (196) Opini (477) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In