AKHIR-AKHIR ini Garuda Pancasila dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” marak di berbagai media. Lambang negara dan semboyan negara ini jamak ditampilkan dan dibicarakan di media cetak, media elektronik, dan media daring.
Di media sosial, kita saksikan banyak profil foto pengguna media sosial menampilkan Garuda Pancasila. Garuda Pancasila dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” sedang marak di berbagai media.
Bab XV Pasal 36A, UUD 1945 berbunyi Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lebih jauh, perihal Lambang Negara ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentangBendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Semboyan negara Indonesia, “Bhinneka Tunggal Ika” secara umum dimaknai ‘berbeda-beda, tetapi tetap satu’.
Apa makna leksikal moto “Bhinneka Tunggal Ika” itu?
Moto “Bhinneka Tunggal Ika” diambil dari pustaka Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular berbahasa Jawa Kuno, berbunyi “bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa”. Secara harfiah sebaris ungkapan dalam sebuah bait kakawin ini bermakna ‘berbeda-beda, tetapi satu, tidak ada kebenaran yang mendua’.
Dalam lambang negara kita, Garuda Pancasila, sebaris ungkapan kakawin ini dipenggal lagi sehingga tinggal “Bhinneka Tunggal Ika”.
Kalau diparafrasakan, “bhinneka tunggal ika” menjadi “bhinna ika tunggal ika”. Dalam Kamus Bahasa Jawa Kuno karya P.J. Zoetmulder bekerja sama dengan S.O. Robson, kata bhinna bermakna ‘berbeda dari yang lain, terpisah’, ikamerupakan kata ganti penunjuk yang bermakna ‘itu’, dan tunggal bermakna ‘tunggal/satu’. Jadi, “bhinneka tunggal ika” secara harfiah bermakna ‘itu berbeda, itu tunggal’. Secara lugas bisa dikatakan maknanya menjadi berbeda-beda/beraneka ragam, tetapi tunggal/satu.
Bhinneka berasal dari bhinna dan ika. Bhinna + ika menjadi bhinneka. Dalam bahasa Jawa Kuno ada hukum persandian /a/+/i/ menjadi /e/.
Kata bhinneka dalam bahasa Jawa Kuno diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi bineka. Kata bineka dalam bahasa Indonesia bermakna ‘beragam, beraneka ragam’. Konsonan beraspirasi /bh/dalam bahasa Sanskerta/Jawa Kuno berubah menjadi /b/ dalam bahasa Indonesia. Demikian pula konsonan /n/ rangkap (nn) menjadi satu /n/ dalam bahasa Indonesia.
Persoalan bineka dan bhinneka biasanya terjadi pada tata tulis (ejaan) ketika mendapat imbuhan. Kalau menggunakan bentuk serapannya (bineka), penulisannya berbineka, kebinekaan. Kalau masih menggunakan bentuk aslinya (bhinneka), penulisannya ber-bhinneka, ke-bhinneka-an.
Ada ungkapan berbineka (beragam) dalam ketunggalan (kesatuan). Ungkapan ini merupakan sebuah harapan. Semoga moto/semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” dimaknai ‘berbineka (beragam) dalam ketunggalan (kesatuan). (T)