6 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Jejak Genteng di Tanah Pejaten – Dari Era Barter hingga Zaman Pariwisata

Made NurbawabyMade Nurbawa
February 2, 2018
inKhas

Suasana Desa Pejaten, Tabanan, dengan bangunan tungku dan jemuran genteng di tepi jalan. /Foto: Nurbawa

3k
SHARES

SAYA masuk kawasan Desa Pejaten di wilayah Kecamatan Kediri, Tabanan, ketika udara agak panas. Saya masuk lewat tikungan Jalan Raya Tanah Lot, dan di kiri-kanan masih tampak sedikit-sedikit ruang hijau seperti semak, namun sebagain besar sudah diisi bangunan. Mari memasuki desa legendaris, pikir saya.

Setelah melihat bangunan-bangunan khas dan genteng mentah yang dijemur di tepi jalan, tahulah saya sudah tiba di Desa Pejaten, sebuah desa yang namanya di telinga saya sudah sangat akrab. Tembok bangunan yang tinggi, dengan atap yang bertumpang, dan bekas asap yang melekat di sebagian besar sisi bangunan – itulah bangunan tungku pembakaran genteng.

Agak takjub saya lewat dengan laju kendaraan yang amat pelan, pandangan saya mungkin terheran-heran, tampak menyelidik, dan terkesan ingin banyak tahu. Saat itulah sejumlah orang langsung mendekati saya. “Cari genteng, Pak? Cari genteng?”

Saya menggeleng, dan di tempat lain, saya kembali mendapat pertanyaan yang sama dari orang-orang yang berbeda.

Desa Pejaten memang dikenal sebagai sentra industri cetakan berbahan baku tanah terlengkap dan terbesar di Bali, seperti; genteng, gerabah, bata dan keramik. Jika kita lewat di desa itu, dengan laju kendaraan yang pelan, apalagi dengan pandangan ingin tahu, orang-orang akan mengira kita mencari genteng. Jika tak mencari genteng atau gerabah atau keramik, kenapa harus bergerak pelan sambil memandang-mandang sekeliling?

Sebagian besar warga Bali, meski pun banyak orang tak tahu di mana persisnya Desa Pejaten, namun mereka pasti ingat Pejaten jika ingat atau ketemu genteng. Sejak bertahun-tahun lalu genteng produksi Desa Pejaten ikut andil dalam pembangunan rumah, kantor, dan warung-warung, bukan hanya di sekitar Tabanan, melainkan juga ke seluruh Bali, bahkan menyebar hingga ke Lombok dan Banyuwangi.

Jadi, sejak bertahun-tahun, Pejaten sudah mengatapi ribuan atau mungkin ratusan ribu rumah di Bali, juga di beberapa kota besar di Jawa, Lombok hingga ke negera-negara di Eropa.

Walau sudah banyak yang menggunakan genteng produksi Desa Pejaten untuk atap rumah, tetapi mungkin tidak banyak yang bertanya, mengapa genteng lahir, besar dan terkenal, itu berasal dari Desa Pejaten? Seakan menjadi branding, genteng Pejaten adalah jaminan mutu yang tak perlu diragukan. Lalu siapa sebenarnya warga Desa Pejaten yang punya pikiran sekaligus usaha membuat genteng untuk pertama kalinya?

Sejak Pendudukan Jepang

Desa Pejaten tidak jauh dari Pusat Kota Tabanan, kurang lebih 8 Km menuju arah selatan, atau sekitar 4 Km dari Kota Kecamatan Kediri. Sebelum tiba terlebih dahulu kita memasuki wilayah Desa Nyit Dah. Secara wilayah adat, Desa Pejaten juga merupakan satu kesatuan wilayah dengan Desa Adat Nyit Dah. Tetapi secara kedinasan Desa Nyit Dah dan Desa Pejaten masing-masing berdiri sendiri.

Saya datang ke Pejaten Sabtu 23/7/2016, Saniscara Wage Kulantir. Setelah mendapat informasi dari berbagai sumber, saya menemui Wayan Raun (60 tahun). Ia disebut-sebut sebagai generasi ketiga perintis pertama usaha genteng di Desa Pejaten.

Siang itu saya berhasil menemui Wayan Raun di tempat usahanya yang baru,“Warung Andy”yang berlokasi di jalan utama Banjar Dalem perbatasan Desa Pejaten dengan Nyit Dah.

Wayan Raun menuturkan saat masa pendudukan Jepang di Bali pada tahun 1942 kakeknya (leluhurnya) yang bernama Pekak Rena adalah orang yang pertama kali membuat genteng di desanya. Saat itu belum ada yang lain. Baru beberapa tahun kemudian muncul perintis kedua bernama Kiang Muder, selanjutnya muncul lagi perintis ketiga bernama Nang Kinia. Begitu seterusnya sehingga kini desa Pejaten berkembang menjadi sentra industri genteng, gerabah, bata dan keramik, jelas Wayan Raun.

Wayan Raun

Pekak Rena memiliki anak kandung bernama I Ketut Bugel, Ia melanjutkan usaha genteng milik orang tuanya Pekak Rena. Kemudian anak kandung I Ketut Bugel yaitu Wayan Raun (cucunya Pekak Rena) hingga kini juga masih melanjutkan usaha orang tua dan kakeknya membuat genteng.

Jadi beruntung saya ketemu langsung dengan Wayan Raun, cucu Pekak Rena atau generasi ketiga yang sampai saat ini masih setia melanjutkan usaha genteng secara turun temurun yang pernah dirintis oleh Pekak Rena sejak tahun 1942 silam.

Saat masih muda, Wayan Raun pernah lama bergelut di usaha garmen, setelah menikah pada tahun 1977, usaha garmen tidak lagi ia lanjutkan, Wayan Raun memilih melanjutkan usaha orang tuanya I Ketut Bogel, membuat genteng hingga kini.

Diceritakan oleh Wayan Raun, di jaman Pekak Rena, genteng yang dibuat pertama kali adalah jenis genteng “BW” lalu muncul genteng model “S” yang agak tebal. Waktu jaman pemerintahan Perbekel I Made Tanteri tahun 1978 muncul lagi genteng model Kelungkung.

Waktu itu semua genteng masih dibuat manual. Tahun 1982 Balai Pembinaan Industri Kecil (BPIK) Provinsi Bali (di era Gubernur Bali Ida Bagus Mantra) datang ke Pejaten memberi pembinaan dan bantuan peralatan berupa mesin pres. “Sejak itu diproduksi genteng pres dengan design baru yang diberi nama genteng Plentong, Kodok dan terakhir sekarang ada genteng Plentong Mini,” ucap Wayan Raun.

Awalnya bahan baku genteng berupa tanah semua diambil dari lingkungan Desa Pejaten saja. Sekitar 20 tahun lalu (mulai tahun 1996) bahan baku tanah mulai diambil dari luar Pejaten. Pertama kali bahan baku tanah didatangkan dari Desa Bantas Selemadeg, kemudian ada juga dari Desa Banyuning Singaraja.

Usaha yang Tetap Eksis

Rasa penasaran saya terus muncul, mengapa usaha genteng di Desa Pejaten mampu eksis begitu lama. Bahkan saat ini 80% atau sekitar 800 KK masih bergelut dengan usaha genteng. Tidak hanya di desa Pejaten juga warga di Desa Nyit Dah.

Desa Pejaten secara adat menjadi satu dengan Desa Nyit Dah, pada tahun 1955 desa Pejaten mulai dipersiapan menjadi desa dinas yang berdiri sendiri sesuai kondisi pemerintahan NKRI saat itu. Desa Pejaten terdiri dari 8 banjar/dusun. Seiring dengan perjalanan waktu dua banjar kini berdiri sendiri secara adat dan enam banjar lagi masih bergabung dengan desa adat Nyit Dah.

“Di Desa Pejaten tidak ada “carik” (sawah), penduduknya lumayan padat. Kalaupun ada yang punya sawah semua lokasinya berada di luar Desa Pejaten,” kata Wayan Raun.

Di desanya, Wayan Raun saat ini menjabat sebagai Kelian Adat, dan sudah merupakan jabatan yang kedua sejak empat tahun lalu. Sebelumnya pada tahun 1978 Wayan Raun pernah menjabat menjadi Kadus di Banjar Dalem. Pada tahun 1976 ia ikut mendirikan koperasi yaitu; “KUD Pejaten” yang hingga kini masih eksis.

Dijelaskan oleh Wayan Raun, KUD Pejaten awalnya hanya bergerak di dua unit bisnis yaitu: unit bangunan dan unit simpan pinjam. Kini sudah berkembang menjadi lima unit yaitu: unit pangan, industri dan pasar. Di desa Pejaten juga ada pasar tradisional yang bernama Pasar Kresek yang mulai ada sejak tahun 1980 an. Disebut Pasar Kresek karena hanya buka beberapa jam saja, pagi hingga pukul 09.00 Wita.

Dijamannya Pasar Kresek menjadi tujuan ibu-ibu untuk berjualan dan berbelanja kebutuhan sehari-hari dan terkenal hingga Desa Sudimara dan Gubug yang lokasinya di barat Desa Pejatan-sudah termasuk wilayah Kecamatan Tabanan.

Dulu Dibeli secara Barter

Kembali ke soal genteng, Wayan Raun menambahkan, usaha genteng leluhurnya Pekak Rena tahun 1942 sempat menjadi perhatian pemerintah Jepang. “Jaman itu Kakek saya sudah biasa pergi ke berbagai wilayah mengirim genteng, kakek saya banyak punya kenalan saudagar di kota, salah satunya adalah pemilik Restourant Hongkong yang ada di jalan Gajah Mada Denpasar, persahabatan dari jaman kakeknya berlanjut hingga sekarang,” kenang Wayan Raun.

Dulu orang membeli genteng jauh-jauh hari, setahun sebelumnya. Tidak dengan uang seperti sekarang, tetapi ditukar (barter) dengan barang lain seperti padi dan bahan pokok lainnya. “Waktu itu berapa yang matang segitu dikirim,”imbuhnya.

Hingga tahun 1950 warga Pejaten masih berjalan kaki, negen (memikul) genteng, gerabah, payuk dan sebagainya ke berbagai pelosok desa di Tabanan bahkan hingga ke wilayah Denbukit-Singaraja di utara Pulau Bali. Saat itu belum banyak ada kendaraan seperti sekarang. Adanya budaya barter dalam perdagangan genteng, gerabah, payuk, coblong dan perlengkapan upacara lainnya di jaman dulu membuat antara penjual dengan pembeli begitu dekat. Meraka saling kenal satu sama lain seperti keluarga.

Setelah produk genteng di Pejaten juga berkembang kelompok pengerajin gerabah, paso, coblong dan batu bata. Pada tahun 1985 mulai muncul industri keramik. Seiring terbatasnya bahan baku tanah dan demi pengurangan dampak lingkungan yang terjadi di Pejaten, maka atas prakarsa dan sikap tangap para tokoh masyarakat waktu itu kemudian muncul gagasan mengembangakan Pejaten sebagai pusat Industri keramik.

Perkembangan keramik maju pesat di era Kepala Desa Pejaten I Made Tanteri pada tahun 1991. Kemudian industri keramik Pejaten terus diperkenalkan ke mancanegara ketika pada tahun 1995 berdiri CV. Tanteri”s Ceramic pimpinan I Putu Oka Mahendra. Perusahaan ini diharapkan mampu menjembatani produksi dan pemasaran keramik asal Pejaten sekaligus bisa melibatkan warga dan tenaga kerja lokal.

Industri bata juga mengalami perkembangan, kadang ada pasang surutnya. Untuk batu bata pres, lima tahun terakhir kembali mengalami peningkatan. Wayan Raun juga salah satu pelopor yang memproduksi batu bata pres di Desa Pejaten.

Tidak terasa, sekian lama sudah genteng, gerabah, batubata dan keramik produksi warga Pajaten menyapa berbagai wilayah di Bali, Indonesia bahkan luar negeri. Tanpa pernah disadari dari “mengolah tanah” warga di Desa Pejaten turut mem-branding Bali hingga ke Manca Negara. Dari zaman barter ketika pembangunan masih kembang-kempis, hingga zaman pariwisata ketika pembangunan sedang pesat-pesatnya, terutama pembangunan sarana wisata dan perumahan.

Hal tersebut membuat Desa Pejaten dikenal oleh banyak orang, banyak dikunjungi oleh peneliti dan wisatawan manca negara, Desa Pejaten pun diharapkan dapat mejadi salah satu destinasi desa wisata di Bali. (T)

Tags: balidesaIndustriKerajinantabanan
Previous Post

Masa Depan Menunggumu, Ketut! – Berjalan 2 Jam ke Sekolah Lintasi Hutan itu Soal Kecil

Next Post

Zulkifli Songyanan# Lirik Kasmaran, Patah Hati, Kupandang Malam yang Lengang

Made Nurbawa

Made Nurbawa

Tinggal di Tabanan dan punya kecintaan yang besar terhadap tetek-bengek budaya pertanian. Tulisan-tulisannya bisa dilihat di madenurbawa.com

Next Post

Zulkifli Songyanan# Lirik Kasmaran, Patah Hati, Kupandang Malam yang Lengang

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025

“Hey, do you sell this sauce? How much is it?” tanya seorang turis perempuan, menunjuk botol sambal di meja. “It’s...

by Dede Putra Wiguna
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co