13 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Ida Ayu Fortuna Ningrum (Dayu Fortuna) memainkan naskah Pidato Gila di Kampus Undiksha. /Foto-foto: Putu Satria Kusuma

Ida Ayu Fortuna Ningrum (Dayu Fortuna) memainkan naskah Pidato Gila di Kampus Undiksha. /Foto-foto: Putu Satria Kusuma

Ririn Main “Sepi”, Dayu Fortuna “Pidato Gila” – Semangat Pentas Teater Kampus

Wayan Sumahardika by Wayan Sumahardika
February 2, 2018
in Ulasan
102
SHARES

KAMIS, 27 April malam, dua buah lakon telah dimainkan oleh Teater Kampus Seribu Jendela, Undiksha, serangkaian Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya. Mereka memainkan naskah “Sepi” dan “Pidato Gila”. Jika Maret lalu, kita disuguhi pentas dari bapak ibu peteater kawakan seperti Putu Satriya Koesuma, Hardiman Adiwinata, Kadek Sonia Piscayanti, dan Luh Arik Sariadi, pada Kamis malam itu, kawan-kawan muda kita, menunjukan kebolehannya.

Pentas “Sepi” dimainkan oleh Ririn Purnama Sari dan disutradarai oleh Gede Dharma Wijaya. Menceritakan tentang seorang anak yang ditinggal mati oleh ayahnya. Sang anak yang frustasi ini, kemudian meminta bantuan dokter untuk mentranspalasi kemaluan ayahnya untuk dipasang di kepalanya sendiri.

Sedangkan pentas “Pidato Gila” dimainkan oleh Ida Ayu Fortuna Ningrum dan disutradarai oleh Yusna Safitri, menceritakan tentang seorang gila yang berpidato tentang hal-hal gila di dunia ini. Isi pidato dengan segala logika terbalik yang disampaikannya, membuat kita merenungi perihal norma dan nilai yang melekat pada masing-masing makhluk hidup di dunia ini.

Di tengah panggung yang minimalis, dengan kursi, properti seadanya, dan sayup-sayup riuh mahasiswa yang keluar kelas tanda jam kuliah malam berakhir,  suguhan pentas malam itu nampak sederhana. Namun, begitu terasa, ada bara yang diam-diam memercik di setiap laku yang ditunjukkan.

Adik-adik ini, yang seharinya saya tahu hanya menjadi pendengar, peserta, pengisi ruang kosong belakang panggung setiap pentas kakak mereka, membuat saya tercengang. Mereka berhasil menunjukan laku akting yang begitu “manusiawi”. Laku akting, yang oleh kawan seumuran mereka kebanyakan, ditinggalkan demi mengejar estika baru, tawaran baru, bentuk baru, wacana baru, yang kadang-kadang, sejatinya membuat sebagian dari mereka, tak lagi mengenal naskah, bahkan tubuh dan pikiran mereka sendiri.

Adik-adik ini, Fortuna dan Ririn, tampak sangat mengenal dirinya masing-masing. Bermain sangat rileks, santai, tanpa tedeng aling-aling. Tak ada upaya “pemperbesar” tubuh, sebagaimana yang tampak pada aktor-aktor yang baru berteater.

Saya tak menyaksikan sosok panggung dalam setiap laku yang mereka bawakan. Saya juga tak menyaksikan “diri mereka sendiri”. Tokoh yang mereka bawakan, hadir begitu saja di hadapan saya. Sebagaimana biasanya kita bertemu dengan orang baru dalam kehidupan sehari-hari. Berjumpa, berkenalan, berteman, dan tahu-tahu saja menjadi akrab, dekat,dan menjadi bagian penting dalam hidup kita.

Saya benar-benar dibuat penasaran, bagaimana mereka akan berkembang setelah ini. Tentu, hal ini tak bisa dilepaskan dari konsistensi Teater Kampus Seribu Jendela untuk menggelar pertunjukan selanjutnya.

Luar daripada itu, adalah sebuah optimisme yang juga tak kalah menarik untuk didiskusikan, terutama dalam konteks Kongres Teater yang rencananya akan diselenggarakan oleh kawan-kawan peserta Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya. Sejauh mana kehadiran teater kampus dan teater sekolah memegang peranan dalam kehidupan teater di Bali?

Pentas monolog “Sepi” dimainkan oleh Ririn Purnama Sari di Kampus Undiksha

Acara Festival Monolog perdana di wilayah Denpasar, Jumat 28 April malam, pula akan dibuka oleh teater kampus dan sekolah. Adalah Teater Orok Universitas Udayana yang memainkan naskah “Ibu Sejati” dan Teater Angin SMA N 1 Denpasar memainkan naskah “Mulut”. Acara digelar di Phalam Batik, Jalan W R Supratman No.333, Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur, Denpasar, pukul 19.00 Wita.

Kedua teater ini, juga bukan teater kemarin sore. Paling tidak, teater ini pernah urun peran dalam percaturan teater Bali. Teater Orok dengan Pekan Performing Art (PPA) di tahun 2000-an dan pentas-pentas yang yang digelar secara militant telah menyumbangkan (jika tak bisa dibilang gagasan baru), paling tidak menumbuhkan api teater pada generasi yang lahir setelahnya, seperti Teater 108 dan Teater Topeng SMA 2 Denpasar.

Sampai kini, mereka masih (diam-diam) membawa semangat teater Bali pada setiap event teater mahasiswa nasional yang kerapkali digelar di luar Bali. Pun Teater Angin yang sempat menjadi garda depan teater sekolah Bali lewat ajang PSR, MAS, dan event teater lainnya. Yang juga (diam-diam) tetap berproses dengan caranya sendiri.

Tentu, saya bukannya bermaksud menggali kenangan lalu. Sebab dulu, tentu beda dengan sekarang. Zaman akan senantiasa berubah. Sadar atau tidak, kita juga (diam-diam) terus bergerak. Saya sendiri, juga (diam-diam) menuju ke depan. Melupakan kenangan tentang teater sekolah dan teater kampus yang pernah saya alami. Namun apa yang (diam-diam) saya lupakan ini, oleh adik2, serasa diingatkan kembali tentang kehadiran teater kampus dan teater sekolah di Bali. Inilah teater kampus! Inilah teater sekolah! (T)

Singaraja, 2017

Tags: Festival Monolog Bali 100 Putu WijayakampusMonologsekolahseni pertunjukanTeater
Wayan Sumahardika

Wayan Sumahardika

Sutradara Teater Kalangan (dulu bernama Teater Tebu Tuh). Bergaul dan mengikuti proses menulis di Komunitas Mahima dan kini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Pasca Sarjana Undiksha, Singaraja.

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Kilas

Pameran “X”–tion, Sebuah Upaya Melampaui Batas

ARC of Bali Reloaded Project #2019 kembali menggelar pemeran di Bentara Budaya Bali, Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali, 9-18 Juni ...

June 11, 2019
Ilustrasi: Komang Astiari
Opini

Jika Orang Bali Menjual “Due”

DI Bali, lumrah bila di tempat atau kawasan yang disucikan, jika melihat sesuatu, umpamanya benda, hewan atau binatang (langka), orang ...

February 2, 2018
Pantai Broken Beach di Nusa Penida (Foto: Google/novanusapenida.com)
Opini

Broken Beach, Legenda Ular Raksasa dan Lemahnya Nilai Integritas serta Nilai Religius

Masa Lalu yang Menjadi Materi Penting Hari Ini Menyajikan keindahan yang berbeda dan original menjadikan pantai ini sebuah magnet bagi ...

July 19, 2019
Ilustrasi tatkala.co | Nana Partha
Esai

Bagaimana Jika Akhirnya Kita Terbiasa dengan Situasi ini? – [Renungan di Masa Pandemi]

Sebulan lebih sudah kita terkarantina karena situasi ini. Bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Berbagai perasaan muncul dalam sebulan ini. ...

April 20, 2020
Foto: Putik
Ulasan

Mabuk di Dalam Puisi – Ulasan Buku “Montase” Wayan Jengki Sunarta

Judul: Montase (Kumpulan Puisi) # Penulis: Wayan Jengki Sunarta # Penerbit: Pustaka Ekspresi # Tahun: 2016 # ISBN: 978-602-7610-73-6 PUISI ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In