BEBERAPA tahun lalu, karya visual masih dianggap sebagai sekadar alat pendukung dalam sebuah penelitian antropologi. Seiring perkembangan teknologi, kini karya visual, seperti foto dan film ditempatkan sebagai bidang yang layak dijadikan sebagai bidang kajian tersendiri.
Di beberapa negara, film dokumenter telah bisa dianggap sebagai hasil dari sebuah penelitian. Kemungkinan karena orang-orang di sana telah bosan dengan deskripsi sebuah masyarakat dalam bentuk teks dari seorang Antropolog.
Film dokumenter pertama kali digunakan sebagai alat penelitian oleh pasangan peneliti Margaret Mead dan R. Bateson yang meneliti tentang kehidupan di Bali pada zaman lampau. Kini semakin banyak peneliti menggunakan film dokumenter sebagai alat penelitiannya.
Tentu ada beberapa syarat penting yang harus dipatuhi oleh film dokumenter agar rekamannya tentang sebuah fenomena masyarakat dapat diakui sebagai alat penelitian.
Pertama, rekaman film dokumenter tersebut harus sesuai dengan realitas yang ada di masyarakat. Tidak boleh ada manipulasi oleh sutradara.
Kedua, adegan-adegan yang menunjukkan kejadian yang berlangsung di masyarakat pada kurun waktu tertentu jauh dari campur tangan sutradara.
Ketiga, rekaman film dokumenter itu sendiri harus diawali dengan riset terlebih dahulu agar kronologi suatu fenomena dapat tertata dengan rapi.
Keempat, narasumber yang ditampilkan dalam rekaman film tersebut benar-benar orang atau tokoh yang menguasai bidangnya dan berkaitan erat dengan fenomena yang tengah difilmkan.
Kini, dengan semakin banyaknya pembuat film yang berpegang teguh pada pendekatan yang menghindarkan intervensi pembuat film pada subjek sinematiknya, menjadikan Antropologi Visual semakin berkembang di Indonesia. (T)