2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Berhala

Acep Zamzam NoorbyAcep Zamzam Noor
February 2, 2018
inOpini

Foto: Mursal Buyung

7
SHARES

SAYA membayangkan ada benang merah antara budaya peninggalan Hindu-Budha, masyarakat pedesaan yang berkarakter agraris serta napas keislaman. Dan jika benang merah itu terus ditariknya, pasti akan sampai juga ke dunia pesantren. Hikmah-hikmah atau ajaran-ajaran yang nilainya sangat dalam namun disampaikan secara santai dan jenaka, juga merupakan karakter dari budaya pesantren.

Maka tak heran jika cerita-cerita Si Kabayan, juga sebagian cerita pantun sangat familiar di kalangan pesantren, khususnya pesantren-pesantren salaf. Kesaktian (seperti dalam cerita pantun) serta kejenakaan yang paradoks (seperti dalam cerita Si Kabayan) bukan hanya sekedar wacana bagi orang-orang pesantren, namun sudah menjadi perilaku itu sendiri.

Dalam budaya pesantren dikenal istilah khariqul ‘adah, yang artinya perilaku aneh, nyentrik, dan kadang di luar perkiraan kebanyakan orang. Perilaku mahiwal ini dipunyai oleh kiai-kiai tertentu atau anak-anak kiai (yang biasanya nakal, malas mengaji namun gemar puasa dan berziarah ke makan wali).

Jika ada kiai atau anak kiai yang perilakunya seperti yang disebut di atas masyarakat sekitar biasanya dapat memahami atau memaklumi, bahkan tak jarang menghormatinya sebagai orang “sakti” yang bisa memberikan berkah. Kadang keanehan atau kenyentrikan seperti itu diyakini sebagai proses menuju maqom tertentu dalam pencapaian spiritual, atau dianggap sebagai metode untuk menyampaikan sesuatu secara simbolik.

Banyak sekali kiai-kiai yang berperilaku aneh dan nyentrik, yang dalam menjalankan misinya memberikan pencerahan kepada masyarakat sering memakai logika atau perilaku paradoks ala Si Kabayan. Bukan hanya untuk urusan dakwah saja, tapi juga ketika harus mengambil keputusan atas memecahkan suatu masalah berat, baik dengan internal pesantren, dengan masyarakat sekitar maupun dengan pemerintah sehingga laukna beunang caina herang, yang berat kemudian menjadi cair, ketegangan tidak dilawan dengan ketegangan lagi. Kiai-kiai jenis ini pada dasarnya adalah mereka yang memahami budaya dan lingkungannya, yang memahami bahasa masyarakatnya dan umumnya mempunyai apresiasi terhadap tasawuf.

Sebenarnya sebutan kiai tidak selalu ada hubungannya dengan kealiman atau ketaatan seseorang. Juga tidak selalu ada hubungannnya dengan ilmu agama atau dunia kepesantrenan yang selama ini kita kenal. Sebutan kiai terdapat juga pada budaya yang sedikit banyak punya hubungan dengan dunia mistik.

Dalam tradisi Jawa banyak benda-benda pusaka seperti gamelan, keris, pedang, tombak, kereta kencana sampai peralatan dapur dinamai kiai. Begitu juga dengan binatang-binatang piaraan yang dianggap keramat seperti gajah, kerbau atau kuda. Bahkan sebutan kiai bisa juga ditujukan kepada pohon beringin, tempat-tempat angker seperti hutan atau bukit. Di keraton Yogyakarta dan Surakarta semua benda pusaka dinamai kiai. Begitu juga dengan binatang piaraan. Kiai Slamet misalnya, itu nama seekor lembu yang sangat dihormati.

Dengan demikian sebutan kiai bukan hanya milik orang yang dianggap menguasai ilmu agama saja. Dalang, pemusik karawitan, penari tradisional, pendekar silat, dukun atau paranormal juga biasa disebut kiai atau kadang hanya disingkat “ki” saja. Sebutan kiai atau ki muncul sebagai bentuk penghormatan terhadap benda, binatang atau manusia yang dianggap keramat dan diyakini bisa memberikan berkah. Begitu juga sebutan kiai dalam dunia kepesantrenan. Sebutan kiai tidak hanya diberikan pada orang yang alim saja, namun lebih-lebih pada mereka yang telah mengabdikan hidupnya untuk orang banyak. Seorang yang berilmu agama tinggi namun tidak mau menerjunkan diri ke tengah masyarakat mungkin tidak akan pernah dipanggil kiai.

Dalam konteks ini sebutan kiai menjadi semacam anugerah untuk seseorang yang telah menjadi tempat bertanya, tempat mengadu dan berlindung masyarakat di sekitarnya. Seseorang yang telah mampu mencerahkan masyarakatnya dalam banyak hal. Dan tentu saja pihak yang pantas memberikan anugerah atau gelar tersebut hanyalah masyarakat, bukan pemerintah, bukan universitas, bukan koran atau televisi, apalagi diri sendiri seperti yang banyak dilakukan dengan pede oleh para caleg atau calon kepala daerah belakang ini.

***

Ahmad Faisal Imron adalah seorang penyair, pelukis dan pemain musik. Di luar itu semua ia dikenal luas sebagai ajengan atau kiai, meski tidak pernah memakai jubah putih ala FPI. Ia dipanggil orang kiai bukan semata karena lahir, besar dan berkiprah di pesantren, namun lebih jauh ia telah melakoni sebuah paradoks dalam hidupnya. Selain mengasuh santri sebagai aktifitas utamanya, ia juga total berkesenian. Ia menulis puisi dengan serius dan kerap menyelenggarakan apresiasi sastra di pesantrennya.

Namun puisi-puisi yang ditulisnya bukanlah puisi dakwah yang dengan gampang mengkafirkan orang lain. Ia main musik dan secara berkala menggelar konser untuk menghibur masyarakat sekitar pesantren. Yang menarik musik yang ditampilkannya bukan kasidah, gambus atau nasyid, namun metal dan under ground. Ia juga melukis, dan tentu saja lukisan-lukisannya bukan kaligrafi Arab.

Lukisan-lukisannya justru abstrak ekspresionis kontemporer. Sebagai orang yang mengenalnya sejak kecil tentu saja saya tidak heran dengan semua paradoks ini. Bisa jadi justru merupakan bagian dari apa yang dimaksud dengan khariqul ‘adah di atas, sebuah perilaku yang kelihatan mahiwal atau di luar kebiasaan umum dalam konteks dunia kepesantrenan.

Beberapa waktu lalu Faisal Imron bersilaturahmi ke rumah saya dan mengabarkan akan memamerkan lukisan-lukisan terbarunya di Galeri Taman Budaya. Pameran tersebut diberinya judul “Puisi”. Saya senang sekali mendengar khabar ini, dan mudah-mudahan saja pameran tersebut bisa menjadi semacam pencerahan batin bagi kita di tengah keributan-keributan tidak penting yang terus menerus mempertentangkan budaya dengan agama.

Habib Rizieq Shihab misalnya, belakangan ia begitu santer menuduh ucapan salam khas masyarakat Sunda “sampurasun” sebagai musyrik. Ia juga gencar menyerang patung (yang merupakan karya seni rupa seperti halnya lukisan) sebagai perusak akidah. Mungkin imam besar FPI ini lupa bahwa istilah seperti “pesantren”, “kiai” dan “santri” yang selama ini dianggap sangat islami itu konon berasal dari kebudayaan Hindu-Budha. Habib mungkin lupa bahwa baju koko putih yang sering dipakainya juga warisan dari kebudayaan Tionghoa. Habib juga rupanya tidak sadar bahwa yang namanya berhala itu wujudnya kini sudah bukan patung lagi, bukan monumen lagi, tapi sudah bermetamorfosis menjadi uang, kedudukan dan kekuasaan.

Maka jika ada walikota yang disembah-sembah oleh tim sukses atau broker politik, itu bukan karena keagungan dan kemuliaan pribadinya, tapi lebih disebabkan karena kedudukan, kekuasaan serta uang yang dipegangnya. Begitu juga kalau ada bupati yang selama dua periode tidak berbuat apa-apa selain memasang baligo di mana-mana tapi malah didorong-dorong untuk maju menjadi calon gubernur, itu merupakan isyarat bahwa bupati tersebut uangnya sedang disembah (baca: diporotin) oleh orang-orang yang mendorongnya.

 

Tags: agamaBudhahindujawakebudayaanMuslim
Previous Post

Kisah dari Sebuah Desa: Tiga Bocah Yatim-Piatu, Kerupuk dan Cita-Cita…

Next Post

Bondres Dwi Pama Karangasem: Pelawak Main Sulap atau Pesulap Sedang Ngelawak

Acep Zamzam Noor

Acep Zamzam Noor

Penyair dan pelukis. Lahir di Tasikmalaya. Sehari-harinya bergiat di Sanggar Sastra Tasik (SST) dan Komunitas Azan sambil terus menulis dan melukis. Buku kumpulan puisinya antara lain Di Luar Kata (Pustaka Firdaus, 1996), Di Atas Umbria (Indonesia Tera, 1999), Dongeng Dari Negeri Sembako (Aksara Indonesia, 2001), Jalan Menuju Rumahmu (Grasindo, 2004), dan Menjadi Penyair Lagi (Pustaka Azan, 2007)

Next Post

Bondres Dwi Pama Karangasem: Pelawak Main Sulap atau Pesulap Sedang Ngelawak

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co