ALKISAH pada zaman bunga-bunga masih saling berbicara, diadakan perjamuan yang mengundang seluruh bunga. Bunga-bunga datang ditemani pokok, ranting, dan daun-daun. Bunga-bunga berdatangan penuh senyum dan wewangian. Mereka berbaris pelan dan tertib memasuki balairung kerajaan atas angin.
Bunga Kenanga, Cempaka, Teratai, Jepun, Gemitir, dan semua bunga lainnya saling menyapa, dengan sangat santun dan suara mereka seperti angin berdesir. Mereka bercengkrama dengan mesra tentang curah hujan, tiupan awan, turunnya kabut, dan datangnya musim kumbang mengisap sari.
Di tengah perjamuan dan percakapan bunga-bunga itu, tiba-tiba datang si bunga putih berkelopak banyak. Sekalipun datang terlambat, dengan pongah ia mendongak dari daun-daunnya, ia pamer keindahan. Ia berjalan tanpa sedikit pun merunduk di tengah jamuan bunga-bunga, tanpa basa-basi memperkenalkan diri sambil tetap berjalan.
Hyang Tunggal, yang sedari tadi memperhatikan jalannya perjamuan bunga-bunga dari alam dewa, meniupkan angin ke arah bunga putih itu. Bunga itu terdorong (tulud) dan tersandung ke bawah pohon kelapa (nyuh). Bunga itu selanjutnya disebut bungaTulud Nyuh.
Di akhir perjamuan itu Hyang Dewata Maha Tunggal menampakkan diri sebagai wangi maha suci dan bersabda sebagai berikut.
“Kelak ketika telah kuciptakan manusia, mereka akan mengagumi kalian. Dalam jiwa manusia akan kutiupkan harum bunga-bunga, kelopak indah dan kesuburan putik sari. Kalau mereka rindu padaku, mereka akan mempersembahkan bunga-bunga untuk mewakili rindu mereka.”
“Pada waktunya nanti akan terlahir seorang guru batin yang mampu melihat perangai bunga-bunga dan menurunkan ilmu sesaji dan bunga-bunga pada murid-muridnya. Guru batin itu akan melarang murid-muridnya memakai bungaTulud Nyuh sebagai sesaji karena ia tak ingin murid-muridnya meniru perangai pongah dan tak santun si Tulud Nyuh.”
Sebelum kembali ke alam dewa, Hyang Tunggal memberkati bunga-bunga. Semua bunga diberkati khasiat dan wewangian. Beberapa bunga, seperti Padma, Sandat, dan Cempaka, serta Jepun bahkan dikaruniai keistimewaan.
Bunga Sandat (Kenanga), sekalipun terkenal dengan bunga yang dengan keharuman tak tercela, dia rendah hati tidak membentangkan kelopaknya. Karena kesahajaannya ia diberkati menjadi satu-satunya bunga yang selayu-layunya masih tetap berbau harum. Ketika direndam dalam air harumnya menyusupi partikel-partikel air dan kelopaknya tak membusuk merusak air.
Bunga Cempaka terberkati keharuman yang mengheningkan pikiran yang menciumnya. Ia mendapat tempat terhormat di antara bunga-bunga karena tak sedikit pun ia menonjolkan diri sekalipun ia putih, harum dan indah. Sampai kini Cempaka memilih menarik diri dan semadi di balik keheningan daun-daunnya yang lebar, tebal dan hijau. Cempaka memiliki keindahan tak tercela, bersih dan harum, tapi tak pamer.
Bunga Jepun Bali yang rela menggugurkan daun-daunnya untuk menumbuhkan kuncup-kuncupnya diberkati keharuman niskala. Berkat karunia Dewata, harum bunga Jepun tak pecah saat ditiup angin. Harumnya bulat seperti kristal saat diterbangkan angin dan mampu menembus pintu surga dan alam leluhur.
Bunga Teratai yang tumbuh dalam sahaja di kerendahan air berlumpur, menjadi bunga yang diberkati dan dikasihi para Dewa. Sekalipun akarnya menapak lumpur, daun dan kelopak-kelopaknya tak tercela bertangkup menyembah langit. Kesuciannya yang tak tersentuh lumpur membuat para orang suci menyembutnya sebagaipadmadanpangkaja; pusat semesta yang tak sentuh keruh. Orang suci mengisahkan Hyang Dewata bisa dijumpai di jantung kesucian padma.
Kemulian hati mendatangkan berkat. Kepongahan dan kecongkakan membuat bungaTulud Nyuhsampai kini tak dipakai dalam sesaji dan persembahyangan orang Bali. Demikianlah hikayat bunga-bunga. (T)
*Bhuja adalah anak lelaki penulis