KETIKA tangan dan kakiku lumpuh dan tubuhku tak mampu lagi melontarkan seluruh kobaran batin yang bergelora di kepala, aku menatap ke langit yang tiba-tiba berbicara: anakku jangan sesali apa yang kamu miliki lapangkan hati nurani lepas seluruh peluru sanubari yang ingin kamu tembakkan ke sekitar menyapa rakyat-bangsamu.
Jangan pernah merasa segala hambatan menentangmu, bila dengan sudut pandang baru kamu tatap, akan terkuak hikmah, kamu akan takjub mengetahui: kelemahan, kekurangan bahkan kekalahan sekali pun adalah peluang terbaik untuk menang.
Karena ketika sukmamu terbakar oleh rasa perih tenagamu akan bertiwikrama lalu kamu akan tahu kamu masih punya mulut yang mampu melontarkan trilyunan makna untuk menandai kehadiranmu menuliskan sejarah bangsamu.
BERTOLAK dari kearifan lokal, jiwa tradisi, desa-kala-patra, Festival Monolog Bali setahun penuh ini adalah awal dari perjuangan panjang kita untuk mengusung negeri tercinta yang kaya nuansa ini, dari Bali!
Astya Puri 2
28 Februari 2017
Putu Wijaya