PERSAHABATAN, tidak pernah ada yang tahu kapan percisnya dimulai. Tidak ada tanggal khusus seperti orang berpacaran. Semuanya dimulai begitu saja. Seringnya dimulai dengan banyaknya persamaan yang kita miliki, tetapi tidak jarang juga disatukan oleh perbedaan.
Awalnya kita hanyalah orang baru. Yang mungkin kebetulan saja dipertemukan dalam ruang dan waktu yang sama. Intensitas pertemuan agaknya menggiring kita untuk berbagi kisah. Yang awalnya aku hanyalah pendengar dari kisah-kisahmu, hingga akhirnya aku ikut serta menjadi bagian dari kisah yang kau ceritakan.
Mulai dari teman ngobrol, mencari tempat makan siang, membuat tugas bersama, hingga berbagi rahasia saat ternyata kita sama-sama menyukai kakak senior di kampus (tetapi untungnya kita tidak menyukai orang yang sama, J).
Setelah itu, kita pun mulai mencari waktu untuk hang out bersama. Tidak usah jauh-jauh, cukup sampai di pantai menikmati senja bersama, atau sampai di toko roti depan kampus. Bersama kopi hangat dan roti coklat, obrolan pun semakin jauh, mulai dari kelucuan-kelucuan yang terjadi di kampus, kemudian ke kisah-kisah para artis televisi, sampai mampir ke pembicaraan mengenai tingkah polah para wakil rakyat.
“…Seharusnya mereka begini, seharusnya begitu…” Begitu obrolan kita biasanya, obrolan khas anak kuliah yang seolah-olah sangat paham akan semua permasalahan di bumi. Sungguh kamu adalah teman dalam segala situasi.
Kita tak pernah mendeklarasikan bahwa kita adalah sahabat, tetapi dari intensitas kebersamaan orang-orang mengklaim begitu saja bahwa kita bersahabat. Hari-hariku berjalan dengan sangat menyenangkan. Aku tak pernah merasa sepi meski tinggal jauh dari keluarga.
Apa arti persahabatan bagi kita? Kita tak pernah mempertanyakan hal itu.
Plato, filsuf Yunani, yang pernah kubaca pemikirannya dalam sebuah artikel di internet, menghubungkan persahabatan dengan cinta. Ada tiga konsep cinta dari Plato, yakni philia, eros, dan agape.
Philia dan eros adalah cinta dengan melihat kualitas atau kelebihan seseorang: ganteng, cantik, pintar, dan sejenisnya. Jadi, kita mencintai atau bersahabat dengan seseorang karena kelebihan yang dimiliki seseorang.
Philia adalah cinta antarsaudara, sahabat, teman sekelas, teman satu komunitas, rekan kerja, teman kampus, atau satu suku, satu agama dan sejenisnya. Sementara eros adalah cinta yang melibatkan nafsu seksual.
Dan cinta tertinggi menurut Plato adalah agape. Ini jenis cinta yang tak lagi melihat kehebatan atau keunggulan orang lain. Dalam konsep ini, cinta seorang sahabat misalnya justru ingin membantu sahabatnya agar lebih hebat dan unggul. Misalnya lagi, cinta seorang ibu kepada anaknya, atau cinta seorang kakak pada adiknya.
Yang mana dari konsep Plato berkaitan dengan persahabatan kita?
Kita tak pernah memperhatikan hal seperti itu. Ya, begitulah. Menurutku, memiliki sahabat adalah obat yang paling mujarab bagi banyak penyakit jiwa yang melanda. Putus cinta larinya ke sahabat, masalah keluarga curhat pada sahabat.
Lalu jika akhirnya kau punya masalah dengan sahabatmu? Kau akan lari ke mana? Aku belum temukan jawabannya.
Apa persahabatan ini hanya dibentuk oleh kebersamaan? Saat jarak dan waktu tak mengizinkan pertemuan, lalu apakah kita sudah tidak lagi sebagai sahabat?
Aku yang dulu selalu kaucari pertama kali saat kau sedang dilanda gelisah, kini tak berhak lagi tahu apa-apa tentangmu. A year ago, we stayed up till 3 am talking, and today I don’t know how to even say hey.
Mungkin ini salahku yang terlalu asyik dengan kehidupan yang baru. Bukan salahmu tak ingin berteman denganku lagi, ini salahku yang tak bisa menjaga pertemanan kita.
Aku terlalu sibuk membanggakan diri bahwa aku punya teman sepertimu. Dan aku terlambat menyadari bahwa ternyata banyak sikapku yang membuatmu tak nyaman denganku.
Aku terlambat menyadari, aku telah kehilangan sahabat terbaik. (T)