16 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Identitas, Madu Sekaligus Racun Bagi Kemanusiaan

Komang ArmadabyKomang Armada
February 2, 2018
inOpini

Foto: Ole

47
SHARES

“Mama, please take this badge off of me, I can’t use it anymore.” (Knockin’ on Heaven’s Door – Bob Dylan)

JAUH sebelum seniman besar pengusung musik balada itu berbicara murung perihal atribut, identitas – atau apa pun namanya – hinduisme sudah membabarkannya terlebih dahulu melalui kitab Weda Smerti : Itihasa. Epos Mahabharata, tepatnya. Dalam salah satu petilannya disampirkan sebuah kiasan bagus bagaimana identitas melambungkan, sejurus berikutnya, menjerumuskan penyandangnya tanpa ampun ke titik sebaliknya.

Arjuna dan Ekalaya Sebagai Alegori

Pada hari yang tidak ingin ia ingat, di tepi sebuah hutan, Arjuna mendapati anjing berburunya mati dengan cara yang ganjil. Lima anak panah menancap tepat di langit-langit mulutnya, “atraksi” yang hanya sanggup dilakukan oleh pemanah dengan kecakapan luar biasa. Anak panah yang tentu dilesakkan kelima-limanya sekaligus pada jeda amat singkat saat binatang malang itu menyalak membuka mulutnya.

Ekalaya muncul dari balik gerumbulan pohon, meminta maaf atas kelancangannya. Arjuna berdiri kikuk, dan jauh di dasar kesadarannya, ia merasa ciut, kerdil dan kalah. Anak Pandu yang seumur-umur merasa tak menemukan tanding itu, yang jumawa oleh pelbagai atribut yang ia sandang : seorang panengah Pandawa, pemanah paling titis dari keluarga Bharata, pangeran paling berbakat dalam ilmu perang, murid kesayangan Rsi Durna pula ……

Nyatanya, sederet embel-embel cemerlang yang membuat jeri lawan itu mati hawa, tampak biasa, sangat biasa di depan Ekalaya. Pemanah dengan asal-usul yang tak cemerlang. Yang ditolak sebagai murid oleh Durna. Yang memutuskan belajar sendiri dengan memuja dan menyuntuki bertahun-tahun patung Durna sebagai guru imajiner. Kabar kemunculannya, tidak bisa tidak, mengagetkan seisi Hastina, tidak terkecuali Guru Durna.

Identitas, Sebuah Paradoks.

Betapa absurd identitas sebenarnya. Memuliakan sekali waktu, memasung penyandangnya ke dalam sekat sempit di lain waktu. Memasang jarak, mematikan kesediaannya berbagi ruang dengan yang beda.

Dalam skala besar bernama Indonesia, identitas itu bisa bernama etnis, agama, ras, golongan atau pilihan warna politik. Stratifikasi sosial pun begitu. Mendudukkan orang pada posisi tinggi-rendah, kadang berhadap-hadapan, kemudian membuat rumusan pongah atasnya. Kita mengenal terminologi ‘kelas menengah’, ‘kelas bawah’, ‘kota’, ‘udik’, ‘kaum terdidik’, ‘kaum tak terdidik’.

Dalam konteks Bali, embel-embel itu bisa bernama kawitan, trah, wangsa, ‘orang tempatan’, ‘kaum pendatang’ alias tamiu, dan seterusnya. Tiga yang pertama saya abaikan dalam tulisan ini. Sementara dua yang terakhir – orang tempatan (wed : bahasa bali) dan kaum pendatang – rasanya lebih seksi sebagai tema, setidaknya tahun-tahun belakangan ini.

Saya tidak sedang memparadekan sensitivitas orang Bali, tidak. Hanya suka tercenung, jengah oleh sindrom dualitas tidak berkesudahan ‘saya-Anda’, ‘kita-mereka’ yang saya jumpai. Beberapa kawan, sering dengan sinisme, berbicara seakan kata-katanya mewakili kedalaman sebuah mimpi buruk : “Tukang pecel lele, penggali sumur, pemasang instalasi kabel listrik bawah tanah, bahkan canang pun mulai dibuat dan dijual oleh orang Jawa.” Saya menangkap kegundahannya. Yang agak memakan energi, terutama untuk tujuan meredakan singsut hati kawan saya tadi, dibutuhkan kesabaran ekstra plus penjelasan yang terbilang rumit dan panjang.

Secara kultural, manusia Bali tergolong lentur mengadopsi nilai-nilai luar, mengendapkannya seakan entitas tadi bukan lagi entitas asing. Untuk menyebut contoh : budaya memperingati hari ulang tahun atau merayakan Valentine’s Day tampak diterima baik-baik saja tanpa resistansi. Dari aspek kontestasi kapital apalagi, Bali tak ubahnya besi sembrani di mana janji-janji kesejahteraan, perputaran uang, gerak perekonomian dan kalkulasi industri berpusing saling menyangga.

Apa yang salah? “Mereka yang selalu menyalahkan lantai tidak akan pernah bisa menari”, saya ingat bunyi sebuah amsal Melayu. Sembari mensyukuri Bali sebagai magnet yang dikaruniai daya pikat, andai boleh berurun saran, manusia Bali baiknya menyiapkan kebesaran hati, kecakapan menghitung resiko sebagai ‘tambang galian’ ke mana orang berduyun-duyun menguji keberuntungannya.

Sektarianisme Menemukan Gelanggang

Di beberapa media on-line, para pemandu sorak menebar istilah nyame dauh pangkung atau Kurawa, stigma yang mengacu kepada orang-orang non Hindu-Bali yang bertempat tinggal ataupun bekerja di Bali. Saya pikir, istilah-istilah tadi adalah imaji negatif semata yang datang dari bilik bawah sadar, ekspresi rasa inferior akut sekelompok kaum yang tidak kunjung merasa menjadi tuan di tanah sendiri.

Frasa nyame dauh pangkung, apalagi selain identifikasi geografis tanpa peta yang berangkat dari akumulasi kecemasan dan fobia. Pertanyaannya, ada apa dengan kesadaran ruang berbangsa kita andai setiap identitas dimaknai sesempit anak uli kangin, anak uli delod, dan seterusnya. Bagaimana dengan para transmigran asal Bali yang tersebar di banyak belahan Indonesia lain? Bayangkan frase dengan sinisme yang sama disematkan kepada saudara-saudara kita oleh warga Buton, Palopo atau Lampung.

Istilah Kurawa pun segendang sepenarian. Perumpamaan berkonteks genealogi yang semena-mena dijumput dari khasanah dunia wayang yang diniatkan, lagi-lagi sebagai panggung pertunjukkan subyektivitas ‘aku-kamu’, ‘kita-mereka’ dengan bangunan dinding kokoh di tengah-tengahnya. Kekuatan otoritatif mana yang berhak mengkualifikasikan yang lain sebagai Kurawa? Lantas dengan menyebut pihak lain Kurawa, apakah serta merta mengesahkan penyebutnya memperoleh previlese sebagai Pandawa ?

Manusia tumbuh dari kompleksitas anasir tanpa batas. Mustahil, misalnya, menguliti seseorang, memindai sel organ-organ tubuhnya di bawah teropong mikroskop, membuka kubah tengkoraknya untuk kemudian menyimpulkan isi relung pikirannya.

Identitas lebih kepada perkara aproksimasi. Kira-kira. Tak pernah tunggal. Cap yang belum tentu permanen. Jauh dari eksak. Untuk pertanyaan-pertanyaan ‘Dari mana asalmu?’, ‘Apa agamamu?’, ‘ Bagaimana latar belakang sosialmu?’, atau rumusan-rumusan yang identified object begitu, saya percaya, tidak pernah ada jawaban definitif atasnya.

Menu Bernama Indonesia

Saya tutup tulisan ini dengan sebuah analogi sederhana: sebuah menu pepes ikan barakuda. Seekor ikan barakuda, cincangan daun kemangi, rimpang rempah-rempahan penyedap, pembungkus dari daun pisang dan terakhir, biting bambu sebagai pengait. Tidak penting menduga-duga si ikan barakuda dari laut mana, tidak penting si daun kemangi dari halaman rumah mana, rempah-rempahan dicerabut dari tanah mana, daun pisang dari empang sebelah mana, bambu dari hutan mana. Garam laut tidak harus mendaku diri lebih utama dari asam gunung, bukan? Mari berendah hati, bersepakat melebur diri bersama menjadi sebuah menu rancak “Pepes Ikan Barakuda” bernama Indonesia.

Selamat Ulang Tahun, Indonesia.

Tags: Indonesiakemanusiaantoleransi
Previous Post

KKN, Ajang Promosi Sekaligus Pembuktian Kaum Jomblo

Next Post

Benarkah Perempuan Mungil “Tak Laku Jual”? – Tentang Aku dan Tubuh

Komang Armada

Komang Armada

Petani, penikmat kopi dan penyuka sepak bola indah. Bisa dihubungi melalui nyomanarmada@yahoo.com

Next Post

Benarkah Perempuan Mungil “Tak Laku Jual”? – Tentang Aku dan Tubuh

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Sikut Awak : Mengukur Masa Depan Bali

by Mang Tri
May 16, 2025
0
Sikut Awak : Mengukur Masa Depan Bali

SORE itu beruntung hujan tidak turun seperti hari-hari sebelumnya. Krisna Satya atau yang kerap saya panggil Krisna sedang berada di...

Read more

Makan Apa Sih, Kok Masih Muda Bisa Asam Urat?

by Gede Eka Subiarta
May 16, 2025
0
Selamat Galungan, Selamat Makan Lawar! — Ingat Atur Gaya Makan Agar Tetap Sehat

BARU umur 30 tahunan, tetapi sudah mengalami asam urat yang parah, ada juga yang sudah gagal ginjal dan ada juga...

Read more

‘Prosa Liris Visual’ Made Gunawan

by Hartanto
May 15, 2025
0
‘Prosa Liris Visual’ Made Gunawan

SELANJUTNYA, adalah lukisan “Dunia Ikan”karya Made Gunawan, dengan penggayaan ekspresionisme figurative menarik untuk dinikmati. Ia, menggabungkan teknik seni rupa tradisi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co