BERCERITA
Aku menemukan ibuku di masa lalu
Yang memaksaku menjadi ayah masa lalu
Aku teringat cerita ibuku masa SMA
saat aku masih di dalam rahim
Ibu berkata
‘Ayah menunggu ibu’
‘Melewati ibukota menuju alun-alun kota’
‘Tidak mendekati adik-adiknya’
‘Dan tentunya dengan senyuman memesonanya’
aku teringat ayah
menunggu selama dua belas pelukan bulan
mengapakah ayah masih saja berharap jika wanita lain ada di pelupuk matanya
seorang gadis cantik minta ditiup matanya oleh ayah
jika dicium wanita itu pasti diam
tapi ayah malah ingat ibu kala itu
hilang sudah debu di mata gadis itu
ibu jadi beruntung
kisah mereka akan terulang sebagai aku dan kau
antara memilih ibu atau memilikmu memaksaku merenung
kelak, di dalam rahimmukah anakku tertidur?
JALAN
Anjing berkeliaran di tengah jalan
Terasa langit menghitam
Kubiarkan dingin menyelimuti bumi di tubuhku
Dalam perjalanan menuju pelabuhan
Anjing sialan mengejarku
Wajahnya beringas
Menggigit sebelah sepatu nuraniku
Mampus aku, kabur
Dalam perjalanan menuju pelabuhan
Kudengar seseorang berkidung
Suaranya semerdu keheningan hutan
Menertawakan ketakutan dalam kesendirian
Seseorang berkidung
Anjing menggongong
Aku termenung sendirian di pelabuhan
RINDU
Kulukis engkau dengan pena dan tinta yang kutemukan di
rumah bernama musim
Kulukis engkau dengan kanvas biru bernama lautan
Bingkai yang terbuat dari pohon pohon tua
Aku lukis engkau di sebuah ruang bernama semesta
Dimana hanya ada aku dan engkau disana
Segera kulukis wajahmu dengan penuh senyuman
Di tahun sunyi ini
‘Kali ini senyumanmu kubuat lebar, wanitaku’
Lebih lebar dari senyum pengantin tahun lalu
Lebih lembut dari untaian bunga sutra
Sedang matamu kubuat sederhana
Aku lukis seluruh wajahmu dengan sederhana
Karena kau memang sederhana
Hanya senyumanmu yang kulebarkan
Karena kau tidak tersenyum saat ini
Hanya merengut.
Maka aku lukis saat kau merengut
Tapi ternyata semesta ini tidak cukup buat menampung
rengut
Lantas dengan senang aku lukis kau saat merengut di
sebuah ruang yang selalu kosong bernama hati
Sedang senyuman lebarmu kubiarkan terlihat di wajahmu.
Hingga sajak ini tak mampu mewadahi senyumanmu,
wanitaku