17 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Membaca “Perempuan Tanpa Nama”, Mencoba Mengenal Diri

Ida Ayu Putri AdityarinibyIda Ayu Putri Adityarini
February 2, 2018
inUlasan

Ilustrasi by Inok

66
SHARES

Judul Buku : Perempuan Tanpa Nama

Pengarang : Kadek Sonia Piscayanti

Penerbit : Mahima Institute Indonesia

Tahun Terbit : 2015

Jumlah Halaman : x + 288 halaman

ISBN :978-602-18311-6-8

Tidak seperti judul antologi-cerpen terbarunya, Perempuan Tanpa Nama, Kadek Sonia Piscayanti adalah seorang perempuan yang sudah memiliki nama di dunia tulis-menulis khususnya penulisan cerpen. Karya-karyanya dimuat dalam media cetak, dipublikasikan dalam antologi-antologi, dan dipentaskan menjadi drama-drama yang apik. Setelah beberapa tahun silam antologi cerpen Karena Saya Ingin Berlari diterbitkan, pada tahun 2015 Sonia kembali melahirkan sebuah antologi cerpen berjudul Perempuan Tanpa Nama.

Antologi Cerpen ini memuat cerpen-cerpen karya Sonia yang ditulisnya ketika kali pertama ia mempublikasikan cerpennya sampai cerpen-cerpen teranyar yang rampung ditulisnya satu tahun belakangan. Terdapat beberapa cerpen yang pernah dimuat dalam antologi Karena Saya Ingin Berlari dimuat kembali dalam antologi ini. Sebagai suatu kumpulan cerita, cerpen-cerpen yang dimuat dalam Perempuan Tanpa Nama ini menyediakan ruang-ruang imajinasi dan rasa-rasa yang beragam bagi pembacanya.

Hal pertama yang dirasakan oleh pembaca ketika membaca cerpen-cerpen di antologi ini adalah kekuatan bahasa yang dimiliki oleh Sonia yang sekaligus menjadi ciri khas dalam hampir semua cerpennya. Dapat dikatakan, hampir semua cerpen dalam antologi ini didominasi oleh narasi. Dialog antartokoh hanya digunakan sebagai pelengkap saja. Melalui narasinya, kekuatan bercerita Sonia dimunculkan. Sonia bercerita, bermonolog dalam cerpen-cerpen yang ia buat. Kalimat-kalimat dalam dalam narasinya didominasi oleh kalimat-kalimat singkat, kalimat-kalimat tunggal, bahkan kalimat-kalimat elips seperti yang terlihat pada beberapa penggalan cerpen berikut.

“Sekarang. Sekarang saatnya. Jendela. Sinar. Ya. Sekarang. Jendela itu akan bersinar. Sekarang. Ya. Belum. Tapi, sekarang. Ya, ah, belum. Sekarang. Ya. Sinar. Ah, belum. Kenapa sinar itu tak kunjung datang?” (Laki-Laki Tua yang Ingin Mati)

“Aku terlahir tanpa nama. Akan berakhir tanpa nama. Karena aku perempuan. Perempuan yang tak akan pernah bernama” (Perempuan Tanpa Nama)

“Malam begitu pekat. Hanya suara jengkerik sesekali meningkahi kesunyian. Pada sebuah ladang, di negeri perempuan. Seribu gadis melakukan tarian persembahan, entah untuk apa, kepada siapa. Tanpa selembar benang penutup badan. Mereka berputar, menari….” (Tetek)

Kalimat singkat, kalimat tunggal, bahkan kalimat elips dalam narasi-narasi yang dihadirkan Sonia dalam cerpen-cerpennya menunjukkan suatu kekuatan, tidak hanya dalam bahasa, tetapi juga dalam penghayatan materi-materi ceritanya. Penghayatan terhadap materi cerita membuat Sonia berani. Sonia menulis dengan berani dan tegas karena ia lebih dari sekadar mengetahui apa yang ia tulis. Melalui narasi-narasinya Sonia meyakinkan pembaca bahwa ia sangat meyakini apa yang ia tulis.

Selain itu, dominasi narasi dan kalimat pendek dalam antologi ini membuat pembaca seolah-olah memasuki tempo kehidupan yang serba cepat, serba bergerak, dan serba dinamis. Hal ini mungkin merupakan cerminan dari pengarang yang selalu berada dalam sebuah “kegelisahan” yang menuntutnya untuk selalu bergerak, berpikir, merasakan, merenung, dan menulis. Bahwa kehidupan adalah sebuah roda yang berputar dan bagi Sonia perputaran itu terjadi dengan sangat cepat. Narasi dan kalimat-kalimat itu membuat pembaca merasa bahwa suatu cerita harus bergerak dengan cepat. Cerita juga ikut berpacu dengan waktu karena ada cerita-cerita lain yang menunggu untuk dibaca. Hal ini akan terus berulang-ulang sampai tidak ada cerita yang bisa diceritakan lagi.

Yang kedua, pembaca akan merasakan bahwa Sonia sangat mengenal dirinya sendiri. Ia sadar pada keberadaannya. Dari cerpen-cerpennya, dapat diketahui ia sangat menikmati perannya sebagai seorang perempuan, seorang anak, seorang ibu, seorang istri, seorang guru, seorang pengamat, dan seorang penulis dengan segala risikonya. Hal itu terlihat dari sudut pandang orang pertama yang digunakan pada sebagian besar cerpennya. Sonia menikmati perannya sebagai dirinya sendiri entah dalam karakter apa pun.

Kemudian, melalui pilihan bahasa dalam cerpen-cerpennya, Sonia menyadari dalam masa apa ia berada. Sonia berada dan mampu beradaptasi dengan baik di antara dua masa. Masa ketika teknologi baru-berkembang dan masa ketika teknologi sudah demikian canggih. Ia menggunakan bahasa Indonesia standar dalam cerpen-cerpennya. Namun, ia juga tidak ragu menggunakan bahasa Inggris bahkan bahasa prokem khas anak muda zaman sekarang dalam cerpen-cerpennya, seperti pada beberapa penggalan cerpen berikut.

“Yang sok alay juga update komen: oh my god, ciyus singanya udah dateng? So sweet banget.

Yang sok jago bahasa inggris juga komen: Welcome home, my lion, my pride.

Yang sok cuek juga angkat komen: Lion. Who cares?

Yang sok lebay bilang: Ulala…Cetar membahana gegap gempita sekali, Singaku udah kembali….” (Kisah (Masih) Ajaib dari Negeri Singa))

“…. sampai ia tak bisa melakukan apapun karena semua fasilitas di rumahnya disegel petugas. No listrik, no air, no telpon.” (Kartu Cinta yang Tak Pernah Terbaca)

“Sehabis makan siang, ia menjadi bad mood dan tidak mau keluar lagi dari kamar.” (Persiapan Kematian dan Lain-Lain)

Di sisi yang lain, ide-ide cerita pada cerpen-cerpen Sonia yang bersumber dari pengalaman pribadinya menunjukkan bahwa selain mengenal dirinya dengan baik, Sonia mampu mengingat dan mencatat cerita-cerita hidupnya dengan apik. Setiap peristiwa yang ia alami dalam hidupnya adalah sumber cerita. Cerpen dipilih oleh Sonia untuk mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya. Cerpen “Langit Ini Mengejekku”, “Kosong”, dan “Kita Tak Pernah Sampai”, misalnya. Sonia meramu peristiwa-peristiwa itu, memilihkannya alur, dan menjelmakan dirinya menjadi tokoh-tokoh dalam cerita-cerita itu.

Pengungkapan pemahaman dan pandangan secara gamblang dalam suatu karya jarang dilakukan oleh pengarang. Namun, Sonia dengan gamblang mengungkapkan pemahaman dan pandangannya dalam cerpen-cerpennya, seperti pada penggalan cerpen berikut.

“Jika kita ingin menjadi ‘yang ingin kita jadikan’, maka kita pun harus memilih jalan menuju kesana, menapaki setiap langkah dengan kepastian dan keyakinan, sehingga mendukung kita lebih dekat kepada ‘yang ingin kita jadikan’. Dengan berkonsentrasi terus pada ‘apa yang ingin kita jadikan’ dan berupaya mewujudkannya dengan bekerja, maka kita akan didekatkan pada tujuan itu.

Aku akan menjadi yang ingin aku jadikan.

Aku menjadi. Aku menjadi yang ingin aku jadikan.” (Kosong)

Hal tersebut mengingatkan kita pada hakikat pemahaman menurut Paul Ricoeur: bahwa pemahaman pada hakikatnya adalah “cara berada” atau “cara menjadi”. Sonia mengenal dan memahami dirinya. Ia memahami apa yang ia inginkan dan ia melakukan tindakan-tindakan untuk membuat keinginannya “mengada” dan “menjadi”. Pemahaman Sonia terhadap dirinya itu secara tidak langsung membuat pesan yang dibawa oleh cerpen tersebut tidak lagi tersirat, tetapi tersurat.

Hal ketiga yang dirasakan pembaca ketika membaca cerpen-cerpen dalam Perempuan Tanpa Nama adalah kepekaan Sonia terhadap isu-isu yang terjadi di masyarakat. Kepekaan terhadap lingkungan adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh seorang pengarang. Sonia tidak hanya mengenal dengan baik dirinya sendiri, tetapi juga mengenal dengan baik lingkungannya. Beragam ranah kehidupan masyrakat ia angkat dalam cerpen-cerpennya, terutama dalam perannya sebagai seorang perempuan, seorang ibu, seorang anak, seorang istri, seorang guru, seorang penulis, dan dan seorang pengamat.

Isu pendidikan pada cerpen “Pada Suatu Pagi”, misalnya. Melalui cerpen itu Sonia mengkritisi potret pendidikan saat ini yang memprihatinkan. Bahwasanya guru tidak mau melakukan pendekatan lebih dalam terhadap muridnya sebelum membuat keputusan. Mereka membuat keputusan berdasarkan apa yang (sebagian) mereka lihat tanpa mau menelusuri terlebih dahulu.

Ada pula isu tentang perempuan dan perlawanan perempuan yang umumnya diangkat dalam tulisan-tulisan pengarang perempuan, seperti pada “Perempuan Tanpa Nama”, “Dendam Ibu”, “Tetek”, “Aku, Kaler, dan Buyar”, “Negeri Perempuan”, dan “Menu Makan Malam”. Sebagai seorang perempuan, Sonia menyadari bahwa seberapa berat pun tugas dan beban seorang perempuan, selemah apa pun perempuan, dan seberapa jauh pun perempuan ingin pergi perempuan akan kembali pada tugas-tugasnya: menjadi istri, menjadi ibu, menjadi perempuan.

Selain itu, Sonia juga mengangkat isu sosial, seperti “Kisah Ajaib dari Negeri Singa”, “Lautan Ludah”, “Laki-Laki Tua yang Ingin Mati”, “Persiapan Kematian dan Lain-Lain”, dan “Mari Kita Bicara tentang Bunga-Bunga”. Tidak hanya isu-isu “serius”, Sonia juga mengangkat cerita-cerita ringan tentang kehidupan sehari-hari, seperti “Cintalah yang Membuat Diri Betah untuk Sesekali Bertahan”, “Kartu Cinta yang Tak Pernah Terbaca”, dan “Suamiku dan Layang-Layangnya”. Ide-ide tersebut semakin memperkaya ragam cerita yang terdapat dalam antologi ini.

Namun, ketiga rasa yang dirasakan pembaca ketika membaca Perempuan Tanpa Nama menjadi sedikit terganggu dengan kesalahan pengetikan dan kesalahan penggunaan ejaan pada beberapa bagian dalam antologi ini. Terdapat beberapa kalimat yang dicetak tebal pada cerpen “Tetek” yang kurang jelas maksudnya. Apabila ingin menegaskan kata atau kalimat, dapat digunakan huruf miring. Penggunaan ejaan pada sebuah karya sastra berbentuk prosa tidak merupakan hal yang utama, tetapi merupakan hal yang penting. Harus ada sekat dan keseimbangan antara lisensia poetika dan penggunaan ejaan dalam penulisan karya sastra prosa.

Seperti yang dikatakan Clara Ng; bahwa ejaan pada tulisan (prosa) ibarat rambu-rambu lalu lintas bagi pengguna jalan raya. Begitu pula tentang penyuntingan dan pencetakan. Sebagai sebuah karya yang bernas, Perempuan Tanpa Nama hendaknya melewati beberapa tahap penyuntingan, terutama penyuntingan bahasa untuk meminimalkan kesalahan-kesalahan ejaan dan pengetikan sebelum karya tersebut diterbitkan.

Kendati demikian, kerikil-kerikil tersebut tidak menjadi halangan untuk menghentikan pembaca menikmati cerita-cerita dalam Perempuan Tanpa Nama. Narasi yang kuat, pemahaman Sonia terhadap dirinya, kepekaan Sonia terhadap isu-isu yang terjadi di lingkungannya membuat cerpen-cerpen dalam Perempuan Tanpa Nama menjadi cerpen-cerpen yang bernas dengan renungan ke dalam diri. Perempuan Tanpa Nama sangat layak dibaca apabila kita ingin lebih dekat dengan diri kita sendiri. Dengan membaca cerpen-cerpen dalam Perempuan Tanpa Nama, kita akan sampai pada pertanyaan: Seberapa dalam kita mengenal diri kita? (T)

Kemenuh, Januari—Februari 2016

Tags: BukuCerpenPerempuan
Previous Post

Pidato Bekas Mahasiswa: Skripsi Penting bagi Tukang Print

Next Post

Peta dan Wacana Ihwal Tubuh: Seni Rupa Bali Dasa Warsa Terakhir

Ida Ayu Putri Adityarini

Ida Ayu Putri Adityarini

Pernah kuliah di Singaraja. Kini terus menulis puisi dan cerpen sembari bekerja di Balai Bahasa Provinsi Bali

Next Post

Peta dan Wacana Ihwal Tubuh: Seni Rupa Bali Dasa Warsa Terakhir

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

‘Narasi Naïve Visual’ Ni Komang Atmi Kristia Dewi

by Hartanto
May 16, 2025
0
‘Narasi Naïve Visual’ Ni Komang Atmi Kristia Dewi

KARYA instalasi Ni Komang Atmi Kristia Dewi yang bertajuk ; ‘Neomesolitikum’.  menggunakan beberapa bahan, seperti  gerabah, cermin, batu pantai, dan...

Read more

Suatu Kajian Sumber-Sumber PAD Menurut UU No. 1 Tahun 2022

by Suradi Al Karim
May 16, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

TULISAN ini akan menarasikan tentang pentingnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Karena  PAD adalah...

Read more

Sikut Awak : Mengukur Masa Depan Bali

by Mang Tri
May 16, 2025
0
Sikut Awak : Mengukur Masa Depan Bali

SORE itu beruntung hujan tidak turun seperti hari-hari sebelumnya. Krisna Satya atau yang kerap saya panggil Krisna sedang berada di...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar
Panggung

Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar

AMFLITEATER Mall Living World, Denpasar, ramai dipenuhi pengunjung. Sabtu, 10 Mei 2025 pukul 17.40, Tempat duduk amfliteater yang bertingkat itu...

by Hizkia Adi Wicaksnono
May 16, 2025
Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa 
Kuliner

Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa

ADA beberapa buah tangan yang bisa kalian bawa pulang untuk dijadikan oleh-oleh saat berkunjung ke Singaraja Bali. Salah satunya adalah...

by I Gede Teddy Setiadi
May 16, 2025
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co