Selasar Sebelum Selasa
Kau kepala, menuju Utara
Aku ekor yang setia
Sehelai rambutmu,
putih
Memori lama dari lebat pikiranku,
terpilih
Lalu, dinding kaca
Pantulanmu sengaja tak kubaca
Sebab aku takut kau temukan
Membacamu diam-diam
Sikumu, lengkung dinding
Sebelum kita makin ke Utara
Undak-undak
Anak tangga
Pertemuan singkat
Tak sampai terucap
Tapi Tuhan kabulkan
Harapan, secara tepat
K, Januari 2025
Sajak Serapan: Aku Spons, Aku Bunga Karang
Spons
Bunga karang
Nama manakah yang lebih familiar?
Bagimu
Aku ingin menjadi spons
Aku ingin menjadi bunga karang
Karena aku ingin menyerap semua hal
Tentangmu
Seperti hari
Ketika aku mengenakan pakaian warna laut
Benakku punya kesibukan sendiri
Dalam merekam detail-detail yang tak ingin terluput
Seperti:
Caramu menyisir rambut
Saku sebelah mana tempatmu menyimpan dompet
Pudar warna celanamu dari kesibukan yang multifaset
Bahasa Indonesiamu yang fasih
Sepatu dan gaya tali yang kau pilih
Hingga
Aku bisa mengenali
Posturmu ketika berdiri
Gesturmu pada jari
Aku spons
Aku bunga karang
Entah apakah kau akan senang?
Pada sajak ini, kau kukenang
K, 04-05 Januari 2025
Resap
aku selalu membawa ingatan tentangmu
ke piring-piring sajian atau hampar tilam
meski jumpa hanya sekadar
nama kita yang bersirobok
di galur hidup yang tak abadi
sebab cinta dan kerinduan berkelindan
bukan hanya dalam bentuk sepenggal puisi
melainkan sampai sematan namamu
pada kaktus-kaktus berduri
yang kusirami seminggu sekali
K, 02 Maret 2025
Posesif
Dari Uzumaki-nya Junji Ito
Aku baru tahu
Bahwa cita-cita
Bisa sekadar
Keinginan meringkuk
Di dalam telinga
Orang yang kita cinta
Andai suatu hari menginginkannya—dan bisa
Entah apakah kekasihku setuju
Bila aku meringkuk dalam koklea miliknya
Dan terus-menerus berbisik, “Aku tahu isi kepalamu.”
K, 08 Maret 2025
Merakit Perahu Puisi di Pulau Sunyi
Aku tidak tergulung ombak
Yang berbuih putih lesi
Ketika ganas angin memecah debur
Gelombang laut yang pasang
Aku hanya tergulung rombak
Yang berbuih diksi-diksi
Ketika ganas ingin mengusik renung
Gelombang pikiran yang beringsang
Bila memang puisiku serupa perahu
Yang lambungnya bocor dan mesti tenggelam
Di pulau sunyi ini tidaklah aku ingin terdampar
Sebab merakit perahu puisi baru
Tak semudah yang terbayang
Apalagi merakit perahu puisi lama
Dengan perasaan yang telah asing lagi usang
K, 2025
*
Penulis: Hidayatul Ulum
Editor: Adnyana Ole
[][] Klik untuk BACA puisi-puisi lain