KEARIFAN lokal merupakan warisan budaya yang bukan hanya seputar keindahan estetik namun juga kaya makna dan nilai. Yang arif ini lahir dari interaksi panjang antara manusia dan lingkungannya, yang kemudian membentuk pola hidup yang khas serta memperkuat karakter komunitas.
Di dalamnya tercermin cara pandang masyarakat terhadap alam, kehidupan sosial, spiritualitas, dan tatanan moral. Meski tak tertulis dalam naskah formal dan disampaikannya terkadang lewat tutur yang berbalut mitos, kearifan lokal memiliki daya hidup dan pengaruh yang luar biasa untuk diwariskan secara turun-temurun melalui tutur, laku, simbol-simbol, bahkan budaya hukum yang berkarakter.
Saat ini, di tengah derasnya arus globalisasi dan ekstrimnya gaya hidup, eksistensi kearifan lokal menghadapi tantangan yang cukup berat. Penetrasi globalisasi yang sangat kapitalistik itu membawa serta budaya populer yang seragam, konsumtif, mendangkalkan, bahkan menghilangkan makna dan nilai budaya lokal dalam jebakan komodifikasi dan Pemfosilan
Selama ini kedatangan produk budaya dan non-budaya dari luar memang lebih mudah diakses, lebih banyak dipromosikan, lebih menarik, dan lebih di minat generasi muda.
Fenomena ini bisa menyebabkan terkikisnya nilai-nilai lokal yang selama ini menjadi pondasi identitas bangsa. Menjaga kearifan lokal di era globalisasi bukan berarti menolak modernitas, melainkan merawat akar sambil menyambut perubahan.
Toh kita tidak dapat menahan laju dari perubahan zaman berserta akibat-akibatnya yang seperti yin dan yang itu , ada negatif ada pula positi yang hanya bisa kita lakukan adalah menerima realitas sembari terus beradaptasi berlandaskan kebijaksanaan atau beradaptasi tanpa landasan sehingga terbawa arus menjadi hal yang normal.
Dalam konteks kekuasaan, ideal nengara yang sangat kaya budaya ini, perlu memiliki tanggung jawab untuk menjaga kekayaan ini tetap hidup, relevan, dan berkontribusi bagi pembangunan nasional. Kearifan lokal tidak hanya layak dipertahankan bahkan dibentuk kementerian , tetapi juga perlu diangkat ke ruang publik sebagai sumber inspirasi dan solusi di level kebijaksanaan maupun implementasi atas berbagai persoalan kontemporer.
Peran Kearifan Lokal di Era Globalisasi
Pertama, Menjaga Identitas Budaya
Jangkar identitas budaya yang membedakan Indonesia dari negara lain adalah kearifan lokal.
Dalam dunia yang semakin homogen, identitas lokal menjadi penegas eksistensi bangsa di mata dunia. Nilai-nilai seperti gotong royong, musyawarah, dan sopan santun tidak sekadar simbol tradisi, tetapi menjadi cerminan filosofi hidup yang mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Di saat banyak negara kehilangan nilai-nilai sosial mereka akibat industrialisasi dan individualisme, Indonesia masih memiliki kekayaan nilai yang bisa dibanggakan. Sebagai contoh gotong royong, hadir bukan hanya melakukan kerja bakti yang bertujuan membersihkan lingkungan, tapi ia menjadi cermin dari semangat solidaritas dan kerja sama yang tinggi.
Nilai ini menjadi modal sosial penting dalam membangun masyarakat yang inklusif dan resilien. Musyawarah pun menjadi pilar demokrasi lokal yang menekankan pada kesepakatan, bukan dominasi suara mayoritas.
Nilai-nilai ini perlu terus digali, dipraktikkan, dan diajarkan agar tidak hilang di tengah budaya instan. Dalam dunia pendidikan, penting untuk mengintegrasikan kearifan lokal sebagai materi pembelajaran yang tidak hanya memperkaya pengetahuan siswa, tetapi juga membentuk karakter dan jati diri mereka.
Pendidikan karakter berbasis budaya lokal akan lebih kontekstual dan bermakna bagi peserta didik. Ketika anak-anak mengenali dan mencintai budayanya sejak dini, mereka akan tumbuh sebagai pribadi yang kuat identitasnya.
Kedua, Perekat Sosial
Fungsi dari kearifan lokal salah satunya sebagai perekat sosial yang menjaga harmoni dan kohesi sosial dalam masyarakat.
Tradisi lokal sering menjadi wahana bertemunya warga dalam suasana yang penuh kekeluargaan dan keakraban.
Sebagai contoh; upacara adat, kenduri, atau pesta panen raya bukan hanya sekadar seremonial dan tempat kumpul-kumpul saja. Ia menjadi tempat yang mengandung nilai dan makna seperti gotong royong, saling membantu, dan memperkuat solidaritas antar generasi. Sehingga dengan sendirinya, kegiatan ini mendorong interaksi dan kolaborasi sosial yang positif dan menciptakan rasa saling memiliki.
Dalam konteks keberagaman di Indonesia yang multi etnis dan multikultural, kearifan lokal berjalan menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai macam perbedaan.
Nilai-nilai yang berjalan dalam tradisi dan budaya lokal, sering kali menjadi pilihan karena lebih efektif dalam menyelesaikan konflik sosial dibanding pendekatan formal karena di dalamnya terbangun nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan.
Sebagaimana diketahui, di berbagai daerah hukum adat menjadi rujukan bahkan landasan hukum untuk menyelesaikan persoalan sosial, bahkan di luar kerangka hukum negara.
Ketiga, Merawat Memori Kolektif Masyarakat
Cerita rakyat, mitos, dan simbol-simbol budaya lokal, memperkuat rasa kebersamaan dan sejarah bersama. Nilai-nilai ini, bila terus dirawat, akan memperkuat ketahanan sosial di tengah gempuran budaya asing yang cenderung mempromosikan individualisme dan persaingan.
Pada peran yang ketiga ini, Clifford Geertz, dalam konsep “thick description“-nya, menjelaskan bahwa budaya adalah jaringan makna yang diproduksi dan ditafsirkan oleh masyarakat.
Cerita rakyat, mitos, atau ritual tradisional—seperti Ritual Nyepi di Bali atau mitos Roro Jonggrang di Jawa—bukan sekadar hiburan, melainkan sarana untuk mengabadikan nilai sejarah, moral, dan identitas bersama. Melalui proses penafsiran mendalam terhadap simbol-simbol ini, masyarakat memahami diri mereka dalam konteks sejarah yang panjang, sehingga memperkuat ikatan kolektif.
Geertz menegaskan bahwa makna kultural ini menjadi fondasi kesadaran bersama, yang bertindak sebagai “arsip hidup” untuk menghadapi dan menghayati perubahan zaman.
Keempat, Pelestarian Lingkungan
Banyak kearifan lokal yang berakar pada relasi harmonis antara manusia dan alam. Misalnya, sistem irigasi Subak di Bali bukan hanya metode pengairan, tetapi juga mencerminkan nilai spiritual dan sosial dalam mengelola air.
Di Baduy, masyarakat memiliki aturan adat yang melarang eksploitasi hutan, yang secara tidak langsung menjaga keanekaragaman hayati dan mengurangi risiko bencana ekologis. Hal ini membuktikan dan menyampaikan pesan, bahwa kearifan lokal memiliki kontribusi nyata dalam pelestarian lingkungan dan kesehatan kehidupan manusia.
Nilai pelestarian lingkungan, menjadi sangat relevan di tengah krisis iklim dan kerusakan lingkungan global. Pendekatan lokal yang berbasis pada kearifan dan pengalaman panjang masyarakat bisa menjadi pelengkap, bahkan alternatif terhadap pendekatan teknologi tinggi yang mahal dan kadang tidak kontekstual.
Toh, globalisasi tidak harus selalu identik dengan teknologi canggih; bisa juga berarti membangun kesadaran baru atas nilai-nilai lama yang telah terbukti efektif. Pelestarian lingkungan, berbasis kearifan lokal juga bisa menjadi bagian dari pendidikan lingkungan hidup dan pelestarian budaya.
Dengan menjadikan praktik-praktik lokal sebagai contoh dan panduan, masyarakat dalam hal ini khususnya generasi muda, akan lebih mudah memahami dan meneladani cara-cara menjaga dan merawat bumi yang sederhana, murah, efektif dan menyenangkan. Pelibatan masyarakat adat dan lokal, dalam kebijakan lingkungan juga semakin penting dan strategis untuk keberlanjutan pembangunan.
Kelima, Daya Tarik Ekonomi dan Pariwisata
Produk berbasis kearifan lokal memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Batik, tenun, kerajinan tangan, kuliner daerah, dan ritual adat kini menjadi daya tarik utama dalam industri kreatif dan pariwisata.
Keunikan dan identitas budaya lokal, menjadi nilai jual tersendiri yang tak bisa digantikan oleh produk massal lainnya. Harus diakui di era global, pasar justru semakin menghargai dab memberi ruang, pada hal-hal yang khas dan memiliki cerita budaya di baliknya.
Semua komponen bangsa rasanya perlu bersinergi dan memperkuat komitmen untuk mengembangkan dan meluaskan sektor ekonomi ini tanpa mengorbankan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Sebagai contoh, pengembangan batik yang bukan hanya soal motif dan warna, tetapi juga pemaknaan filosofis, teknik pembuatan barang-barang tradisional, dan keterlibatan masyarakat lokal. Hal serupa juga berlaku dalam pengemasan wisata budaya yang harus tetap etis, menghormati adat, dan memberdayakan masyarakat lokal sebagai subjek, bukan sekadar objek tontonan.
Keberhasilan mengelola potensi ekonomi berbasis kearifan lokal, bisa memperkuat ekonomi daerah sekaligus menjaga keberlanjutan budaya.
Selain itu, hal ini dapat membuka lapangan kerja baru yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan memicu untuk rasa bangga terhadap budaya sendiri.
Dengan pendekatan yang tepat, kearifan lokal tak hanya lestari, tapi juga menjadi sumber penghidupan yang bermartabat. Di tengah arus globalisasi yang deras dan kian mendunia, kearifan lokal hadir sebagai jangkar budaya yang menjaga kita tetap berpijak pada jati diri bangsa.
Kearifan lokal bukan sekadar warisan sejarah, akan tetapi ia menjadi ruang sumber nilai, pengetahuan, dan tempat praktik hidup yang relevan dengan tantangan kehidupan masa kini dan masa depan.
Dengan menjaga, dan merawat identitas budaya, memperkuat kohesi sosial, melestarikan lingkungan, hingga membuka potensi ekonomi dan pariwisata, hal ini menjadi jalan untuk membuktikan bahwa kearifan lokal memiliki peran strategis dalam pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadaban. Namun, mempertahankan kearifan lokal tidaklah cukup dengan kebanggaan semata.
Ia perlu usaha secara sadar, lalu ditransformasikan secara bijak, dan ditanamkan secara aktif secara terus menerus terutama kepada generasi muda. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dunia pendidikan, pelaku budaya, dan media menjadi kunci agar nilai-nilai lokal tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh dan memberi makna dalam kehidupan modern.
Menjaga kearifan lokal, bukan berarti menutup diri dari dunia luar, tetapi menunjukkan kepada dunia siapa kita sebenarnya. Justru dengan akar yang kuat, kita akan mampu tumbuh tinggi dan berkembang serta siap menyongsong masa depan dengan lebih percaya diri. Karena bangsa yang besar bukan hanya yang mampu mengejar kemajuan, tetapi yang juga mampu merawat kebijaksanaan yang diwariskan leluhur sebagai fondasi untuk terus melangkah ke depan. [T]
Penulis: Dr. Hasbullah
Editor: Adnyana Ole