MENYESAP MANIS PERIH HIDUP
Untuk Pak Nyoman Sukerta, dan Cucunya Made.
Dipasang sejak Juni
Kungkungan lebah
Di pohon pohon cengkih
Di atas tanah terjal kaki gunung curam
Di sela sabar terus dipupuk perih
Setia Pak Tani menunggu
Lebah bermain terbang dan menari
Di bunga bunga putih doa
Menguar wangi bunga sari hidup
Menunggu raib waktu lima bulan itu tubuh kebal panas disengat;
Mantra dirapal, sayang.
Atau ia memang sudah kebal
Liat kulit serat usia
Menandakan ketabahan hidup
Dewa memberkatinya Oktober tanah basah
Buah lebat kasih dan legit dikecup;
Madu dipanen
Untuk,
Membayar rindu pada istri. Pada anak dan cucu
Diperas madu, manis untuk cinta.
Tajun, Oktober 2024
IKAN MATI
Ikan. Hanya seekor
Mati. Mengambang diantar ombak malam
Ikan. Nasib. Sial.
Ke langit. Pergi. Menjadi angin
Menjadi mimpi semua orang
Di bibir pantai
Singaraja, Januari 2025
MAUT, SEDEPA JARAKNYA
Malam,
Maut memburuku di sudut sudut gelap, Ibu.
Mereka mendekat dan menarik pelatuk dari senapan neraka.
Pelor ditembakannya ke tubuhku panas. Kejang kejang aku,
“Ayo ke kastil Tuhan!” katanya. Aku tak mau.
Dan mereka semakin mendekat, Ibu.
Sedepa jaraknya.
Singaraja, Januari 2025
TAK ADA PESTA DI DALAM KUBUR
Anak mati di dalam tubuh seorang perempuan
Tanpa tangis. Pula tanpa darah.
Menjaga kotak suara yang tak lagi rahasia
Demokrasi pesta. Merupa penjagaan liang cuma cuma,
Pula seorang bapak mati
Karena perintah melebihi umur tua tubuhnya yang tak pernah dihitung
Lelaki itu mati rontok tulang dilalap kosong isi dompet
Lalu disambangi orang sedih wangi baju sebelum pergi berpesta dan menantikan hadiah mereka upah rapih menghitung duit
Sedang yang lain teler terjatuh karena mabuk rasa capek mencari duit
Hidup kecut di pinggir gang kampung rokok sepotong
Tanpa bintang bagi si mati tanpa lencana kehormatan di bawah pohon:
Yang tiada selalu dilupa. Yang mati pengap dikubur!
Singaraja, 29 November 2024