STATUS Kota Pendidikan tentu merupakan sebuah daerah dengan kualitas sumber daya manusia yang cerdas kritis serta didukung dengan budaya-budaya peningkatan inelektual dengan berbagai kegiatan positif yang membangun sebuah peradaban. Sejak di bangku sekolah kita sering mendengar status kota pendidikan yang disandang oleh Jogjakarta. Tentu dalam benak kita kota Jogjakarta banyak melahirkan pemikir-pemikir hebat seperti Ki Hajar Dewantara misalnya.
Tentu juga bukan hanya sebatas itu jika kita main-main ntah sekedar liburan atau ada tugas keluar kota menuju Jogjakarta kita akan disuguhkan banyak hal menarik yang memberikan banyak edukasi kepada kita. Misalnya di Jogjakarta banyak penggiat-penggiat membaca buku dengan membuka perpustakaan jalanan bahkan di daerah tersebut harga buku-buku bacaan yang tersedia di tempat-tempat buku sangatlah terjangkau. Hingga sumber belajar dan pengembangan wawasan sangatlah dimanjakan oleh lingkungan yang sengaja dibentuk untuk menguatkan kualitas intelektual.
Yang terjadi di kalangan umum sangat mudah mendapakatkan ilmu pengetahuan hingga daya nalar krittis mampu memberikan sebuah kontrol dan mengembangkan potensi budaya daerahnya. Nyatanya hari ini Jogjakarta menjadi teladan untuk basil kultur pendidikan. Apa yang tidak ada di daerah ini baik seni, budaya, wisata, bahkan dunia akademisi paling berkembang di Jogjakarta maka layak jika kota Pendidikan berhasil disandang oleh daerah yang istimewa ini.
Lantas bagaimana dengan kondisi di Bali hari ini ? Tentu potensi Bali lebih menjanjikan jika dilihat dari hal wisata alamnya dan kesenian budaya daerahnya dibanding Jogjakarta yang notabene juga kaya akan budaya tentu perbandingan ini berdasarkan fakta rill realitas bahwa bule-bule yang datang berwisata lebih kenal Bali bahkan daripada Indonesia sendiri. Maka tak heran jika statemen Walikota Jogjakarta sendiri pernah menyampaikan kepada media bahwa Jogjakarta harus bercermin pada Bali dengan tata kelola yang baik tentang wisata.
Dalam hal ini tentu kita patut cermati antara Bali dan Jogjakarta sama-sama belajar menciptakan yang namanya mengembangkan wilayahnya. Bali harus bercermin pada Jogjakarta tentang kultur budaya pendidikan, sedangkan Jogjakarta bercermin terkait pengelolaan Pariwisata yang ada di Bali. Dari itu semua tentu kabupaten kecil yang berada di sebelah utara di pulau Bali, yakni Buleleng, juga harus mengambil kesimpulan dan sikap untuk belajar dengan didasari kemauan untuk maju.
Di Jogjakarta sangat menjamur yang namanya Toko Buku dan Perpustakaan, tak hanya perpustakaan yang dikelola oleh pemerintah atau sebuah lembaga-lembaga perbedaya akan tetapi perpustakaan Jalananan yang di galang oleh pemuda-pemuda yang mengemban misi mencerdaskan kehidupan bangsa mengingat rata-rata orang Indonesia dalam membaca buku setiap tahunnya sangat sedikit rata-rata 5 sampai 10 buku orang Indonesia membaca hingga tamat. Sedangkan di Eropa dan Jepang mereka hampir rata-rata 25 buku habis dibaca dalam setahun.
Jika dilihat dari manfaatnya sudah sangat jelas jika membaca buku adalah kebiasaan yang sangat membawa manfaat untuk mengenal dunia dan isinya, kalau diibaratkan lagi pentingnya sebuah buku itu seperti kita punya harta karun persis yang disampaikan oleh sastrawan Putu Wijaya dalam monolognya.
Di Singaraja khusus perpustakaan jalanan tidak menjamur seperti Jogjakarta bahkan Toko-toko buku yang memfasilitasi buku-buku bagus tidaklah banyak di Singaraja. Hanya terdapat sekitar 2 toko buku yang berpusat di kota. Untuk perpustakaan hanya ada 2 perpustakaan yakni perpustakaan Provinsi Bali dan Perpustakaan Daerah/Kabupaten, dan baru satu Perpustakaan Jalanan yang bernama Lentera Merah yang digalang oleh mahasiswa-mahasiswa sebagai bentuk dari amanah preambul UUD 1945 Bab ke-empat untuk senantiasa ikut membantu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lentera Merah dalam pengertiannya tentu memiliki Filosofi sendiri dalam setiap komposisi katanya yakni Lentera yang berarti lampu atau cahaya yang menerangi atau mencerahkan dan Merah secara arti memiliki makna berani atau sebuah bentuk perlawanan jika disederhanakan dalam sebuah pengertian atau pemaknaan utuh tentu Lentera Merah yang basisnya adalah sebuah Perpustakaan Jalanan yang nantinya mampu membantu masyarakat daerah Singaraja untuk menambah wawasan atau mencerahkan wawasannya dan perlawanan.
Perlawanan sendiri tentu maksudnya bukan perlawanan yang memakan korban atau sebuah pemberontakan berdarah namun perlawanan itu sendiri ialah bentuk kita untuk melawan kebodohan dan merawat ingat bahwa kita manusia Indonesia adalah bangsa yang berperadaban sesuai gambaran yang ditulis oleh penulis asal Brasil dengan judul bukunya yakni “Atlantis yang Hilang”. Buku tersebut menceritakan asal mula peradaban itu lahir hingga kita manusia Indonesia masuk dalam cirri-ciri dari apa yang digambarkan oleh Andrea Dos Santos.
Perpustakaan jalanan tentu akan memiliki pengaruh yang menimbulkan sebuah perubahan semisal dari pemuda-pemudi yang ada di Singaraja mempunyai yang namanya komunitas diskusi dan belajar yang di mana setiap kegiatannya dapat melakukan bedah buku dan diskusi-diskusi tentang keadaan negara hari ini. Hingga nantinya komunitas dalam Lentera Merah ini mampu menjadikan setiap kegiatannya menjadi sebuah tulisan untuk mengajak atau menyerikan pentingnya membaca untuk memberikan semangat membaca kepada pemuda-pemudi sebagai generasi bangsa.
Tentu hal ini dalam subjektivitas penulis merupakan sebuah bentuk revitalisasi terkait keberadaan Singaraja sebagai Kota Pendidikan. Menyandang julukan sebagai kota pendidikan itu tidaklah biasa-biasa saja. Banyak indikator yang harus kita perhatikan semisal kultur budaya pendidikan, rasa ingin tahu masyarakatnya yang sangat tinggi, melahirkan intelektual-intelektual cerdas, fasilitas edukasi yang memanjakan untuk membaca dan belajar, sumber daya manusianya yang berkualitas dan lain-lain yang berhubungan dengan pendidikan itu sendiri.
Melalui Komunitas Lentera Merah dengan gebrakan membuka perpustakaan jalanan nantinya diharapkan mampu memberikan sumbangsih atau berbagi media belajar dengan adanya buku-buku yang disediakan untuk membaca dan merawat ingatnya. Bukan tanpa tujuan masyarakat cerdas tentu menyokong demokrasi yang sehat karena dalam demokrasi harus terjalin yang namanya kontrol sosial baik secara horizontal maupun vertikal sehingga menciptakan keadilan dan kesejahteraan. Jika masyarakat yang menganut sistem demokrasi tetapi tidak didukung oleh masyarakat yang cerdas tentu roda kehidupan demokrasi sehat akan cacat. Maka dari itu Pancasila menempatkan Bangsa cerdas di point pertama dalam identitas bangsa setelah memeluk keyakinan.
Lentera Merah bisa dikatakan sebuah revitalisasi untuk mengembalikan budaya pendidikan di Singaraja, dengan hal tersebut tentu mampu sejalan dengan amanat pancasila. Revitalisasi mengandung arti pembaharuan sesuatu yang sempat hilang atau memudar hingga dihadirkan kembali. Singaraja tentu merupakan kota pendidikan maka dengan ini adanya Lentera Merah dengan gerakan perpustakaan jalanan diharapkan mampu mengembalikan citra Kota Pendidikan di Singaraja.
Pasalnya di Singaraja sendiri menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kepemudaan Provinsi Bali mengatakan bahwa Kabupaten Buleleng menduduki ranking pertama paling banyak anak-anak putus sekolah tentunya sangat kontradiktif dengan status yang disandang Singaraja sebagai Kota Pendidikan. Dengan adanya Lentera Merah yang menyediakan sumber-sumber belajar diharapkan mampu menjadi solusi dan manfaat bahkan jika perlu ada lentera-lenteta lain yang punya gerakan sama untuk membantu mengembangkan kualitas Sumber daya manusia di Kabupaten Buleleng.
Lentera Merah itu buka setiap malam minggu atau Sabtu malam di sudut Taman Kota Singaraja. Datanglah ke situ… (T)