20 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Uma Tattwa: Harmonisasi Manusia dengan Lingkungan Agraris Melalui Yadnya

Ida Bagus Gangga Manu ManuababyIda Bagus Gangga Manu Manuaba
November 10, 2023
inEsai
Uma Tattwa: Harmonisasi Manusia dengan Lingkungan Agraris Melalui Yadnya

Petani bekerja | Foto ilustrasi dari penulis

SEBUTAN Bali sebagai Pulau Dewata atau The Island of Gods memang sesuai dengan apa yang melatarbelakanginya. Bali adalah pulau dengan penuh keberagaman budaya. Masyarakat Bali tidak pernah lepas dengan persembahan yadnya kepada-Nya. Di Bali, yadnya menjadi bagian dari kebudayaan yang membuat Bali dilirik oleh wisatawan.

Satu jenis yadnya yang banyak dipraktikkan di Bali adalah ritual di sektor agraris. Sektor agraris di Bali menjadi pertimbangan wisatawan untuk dijadikan objek wisata dengan keunikan yang dihadirkan. Pertanian Bali menerapkan metode terasering, yakni sebuah metode konservasi tanah dan air yang dibuat dengan cara membuat teras-teras yang melintang lereng. Pertanian dengan kontur terasering menguntungkan sebab dapat meminimalisir kemiringan pada lereng, dapat menahan aliran permukaan, dan memaksimalkan penyerapan air oleh tanah. Kontur terasering ini memunculkan keindahan yang dihadirkan oleh pertanian Bali sebab keabstrakan alam yang dihadirkan dengan memanjakan lensa wisatawan mancanegara.

Pertanian Bali secara tradisional berkaitan erat dengan sarana banten yang dipersembahkan dengan tujuan menyeimbangkan lingkungan persawahan. Namun, tata pertanian tradisional Bali ini kini mulai tergerus oleh kemajuan teknologi. Pergeseran laku agraris ini pun dikhawatirkan dapat memudarkan “taksu” atau spirit kebudayaan Bali. Pada sistem pertanian tradisional Bali, ada alat-alat yang digunakan untuk bekerja di sawah seperti uga, tengala, lampit, ani-ani, gerejag, tampi dan lain sebagainya. Sekarang, alat-alat itu sudah jarang terdengar di telinga masyarakat, terkhusus generasi Z hingga generasi alpha. Mereka mungkin terasa begitu asing mendengar istilah-istikag itu. Di zaman sekarang, Bali memang mutlak telah beralih ke pertanian modern dengan mengandalkan teknologi, seperti contoh membajak sawah menggunakan mesin traktor, memanen padi menggunakan mesin, dan hingga perawatan pada padi itu sendiri menggunakan bahan-bahan kimia untuk menunjang produksi.

Di balik kualitas maupun kepraktisan yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi serta bahan-bahan kimia pada perawatan padi secara serius, ada sisi lain yang kini perlu diperhatikan. Penggunaan bahan-bahan kimia dalam pertanian membawa efek samping yang turut melekat pada padi. Sejalan dengan kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia tersebut, masyarakat mulai kembali menerapkan pertanian yang ramah lingkungan atau dikenal dengan pertanian organik.

Detik.com pada berita berjusul “Semua Sawah-Kebun di Bali Ditarget Terapkan Pertanian Organik di 2024” menyajikan sebuah keprihatinan masyarakat pada pertanian Bali yang dengan skala besar menggunakan bahan kimia dalam pertanian. Ini tidak hanya berimbas pada tumbuhan itu sendiri, tapi juga berimbas pada ragam hayati serta tanah sawah yang telah terkontaminasi bahan-bahan kimia. Ini seolah merealisasi ungkapan yang sering kita temukan di masyarakat bahwa, “Kasihan Ibu Pertiwi, kasihan lahan kita yang terus kita sakiti. Kita sudah kembali ke pertanian irganik”.

Bagaikan ingin kembali ke masa lalu, masyarakat kini ingin mencoba lagi untuk menerapkan langkah pertanian organik. Bahkan beberapa orang sampai memiliki targetnya sendiri untuk bisa merealisasikannya pada tahun 2024. Akan tetapi, nyatanya masyarakat malah susah untuk lepas dari kenyamanan maupun kepraktisan bahan kimia yang diaplikasikan pada persawahannya.

Secara tidak langsung tujuan mulia dari masyarakat untuk menuju pertanian hijau tentunya selaras dengan apa yang sudah diwariskan oleh leluhur tentang bagaimana memuliakan Ibu Pertiwi, terkhusus tanah persawahan, berbasis naskah-naskah tradisional. Salah satunya adalah pustaka lontar Uma Tattwa yang dapat dijadikan pedoman dalam mengelola persawahan dengan laku yang baik. Uma Tattwa menjabarkan bagaimana upaya berlaku bijak dengan lingkungan persawahan dengan sarana banten untuk menunjang keseimbangan sekala–niskala serta tidak merugikan unsur yang ada.

Kadang kala wacana yang muncul dengan tujuan yang konkrit untuk mencapai hal yang mulia tidak dapat berjalan dsesuai harapan. Manusia sering menempatkan diri sebagai makhulk paling tinggi derajatnya, dan masih terbelenggu maindset bahwasa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya. Hal itu menyebabkan apa yang dilakukan hanya semata untuk keuntungannya sendiri.

Yadnya sebagai Representasi Isi Alam Semesta

Tidak akan ada habisnya jika membicarakan tentang yadnya di Bali. Barbagai sumber menyatakan bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan, dipelihara, dan dikembangkan oleh yadnya. Manusia yang berstatus sebagai penggerak dengan kelebihan pikiran dan akal yang dimiliki dapat mengembangkan serta memelihara lingkungan alam semestanya. Sesungguhnya wujud persembahan tidak hanya sebatas pada bentuk korban suci, melainkan yadnya juga dapat diwujudkan dengan berperilaku ataupun peduli akan lingkungan sekitar. Sebagai insan yang memiliki kepercayaan tentunya tidak dapat lepas dengan yang namanya hidup berdampingan. Berdampingan yang dimaksud bukanlah berdampingan dengan sesama, akan tetapi tercapai kehidupan alam lain yang dipercaya turut ada dalam makrokosmos ini.

Kentalnya nuansa religius kebudayaan orang Bali tidak terlepas dari adanya sebuah konsepsi kehidupan sekala–niskala. Sebagai contoh bagaimana konsepsi sekala–niskala ini berjalan beriringan ialah dengan mengatasi sebuah permasalahan yang ada, misalnya seseorang yang tengah sakit yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit (sekala) dan dengan konsepsi niskala senantiasa menghaturkan sebuah banten yang ditujukan kepada Sang Pencipta ataupun manifestasi-Nya dalam segala wujud dengan memohon doa agar diberi kelancaran serta berkat untuk pasien semoga diberi kesembuhan. Di sinilah peran yadnya dalam mensinergiskan kehidupan sekala niskala ini. Hal ini dipertegas lagi dengan pernyataan Sumardjo (2000:7) yang menyatakan bahwa yadnya dilakukan bukan tanpa alasan, karena pada dasarnya hanya ada dua alam pada kehidupan manusia ini, yakni alam nyata yang terindra dan alam lain atau alam yang tidak terindra.

Begitulah sekiranya yadnya memiliki peran sentral dalam menjaga keseimbangan alam ini. Dalam permasalahan yang tengah dihadapi insan untuk dapat kembali menerapkan pertanian hijau yang pernah dilakukan leluhur kita dengan keramahannya terhadap lingkungan, sangat sulit untuk dapat merealisasikan wacana tersebut sebab balik lagi bahwa para petani terlanjur nyaman akan kepraktisan pertanian modern. Namun, jika tekad yang tulus dalam menerapkan pertanian hijau demi keberlangsungan ekosistem yang sehat dibarengi dengan konsepsi sekala–niskala niscaya dapat melancarkan perjalanan tersebut. Setidaknya upaya itu dapat tercapai walaupun pada pemikiran insan di zaman sekarang meragukan akan adanya konspsi sekala–niskala, sebab kembali lagi bahwa ini merupakan sebuah kepercayaan insan masing-masing.

Berbagai sumber telah menjelaskan bagaimana bertindak adil dalam menjaga keeksistensian pertanian, baik itu dari bagaimana pengelolaan yang seharusnya diterapkan bagaimana konsepsi sekala niskala maupun bagaimana etika dalam mengelola persawahan hingga tidak menyebabkan ketimpangan pada tataran ekologi yang ada di dalamnya. Salah satunya sumber naskah yang mengenai persawahan adalah Uma Tattwa.

Uma Tattwa menjelaskan bagaimana peran yadnya dalam menangani permasalahan yang ada pada sawah. Peran itu mulai dari bagaimana sarana yadnya dalam memulai untuk membersihkan pematang sawah yang di dalam naskah disebut eed nyapuh pundukan. Prosesi ini dalam teks tersbut memiliki tujuan untuk meminta izin atau nunas ica kepada Tuhan Yang Maha Esa agar senantiasa diberikan kelancaran dalam proses pembersihan pematang untuk memulai proses pengelolaan sawah.

Selain itu, pada teks itu juga diterangkan bagaimana peran yadnya dalam menangani hama pada persawahan. Selain melakukan tindakan nyata oleh petani, upaya niskala dengan bagaimana peran yadnya sebagai persembahan kepada Sang Pencipta juga ditempuh. Melalui yadnya dimohonkan agar lahan pertanian dijauhkan dari wabah hama yang dapat merusak padi. Dengan yadnya dapat di konklusikan bagaimana peran harmonisasi dari lingkungan sekala–niskala yang diterapkan dalam menjaga eksistensi dari pertanian tradisional, yang tidak semata-mata membasmi tetapi lebih pada bagaimana menetralisir sebuah ancaman dengan percaya kepada konsepsi niskala.

Sejalan dengan apa yang diwacanakan oleh insan tani di Bali, upayamewujudkan pertanian tradisional atau pertanian hijau dapat mendukung tujuan pemerintah dalam mewujudkan bahan pangan organik serta tidak merugikan lingkungan yang mengitarinya. Jika ditelisik dan diamati secara langsung ke lapangan, ekosistem yang ada di persawahan sudah mulai terancam dan satwa yang ada pada persawahan mulai langka keberadaanya. Sebagai contoh generasi Z maupun alpha sudah tidak tidak mengenal dengan yang namanya satwa jubel, kakul, belauk, klipes, cuweng, gadagan, dan yang paling berjasa sebagai partner petani adalah burung cenidra/cetrung dalam sebutan masyarakat di daerah Tampaksirng diyakini sebagai utusan Dewi Sri dalam menjaga padi. Dalam bahasa Bali burung ini sering disebut sebagai kedis ane ngempu padi (burung yang menjaga padi). Burung ini memiliki peran menjaga padi dari hama burung pipit dan sejenisnya. Pada saat burung ini akan memulai masa perkawinan, ia akan membuat sarang pada tanaman padi, yang mana ketika sarang tersebut telah selesai dan berisikan telur maupun anakan burung maka menurut kepercayaan petani tidak akan memanem padi tersebut hingga pada sarang tersebut sudah tidak berpenghuni lagi.

Sekiranya itulah anjuran dalam tulisan kangin-kauh ini. Saya berharap tulisan ini sekiranya dapat memberi manfaat. Sekiranya kita mungkin merindukan ekosistem persawahan di masa silam. Sekiranya kita ingat bagaimana banyak di antara kita dengan gembira bermain layangan di sawah sembari berburu serangga-serangga yang dapat dijadikan kudapan untuk sekadar memuaskan rasa lapar ketika lelah uusai menerbangkan layangan. Tidak dapat dipungkiri jika apa yang kita lakukan di masa sekarang masih jauh dari kata peduli lingkungan, tapi percayalah ketika kita mencoba kembali pada jati diri sebagai insan yang memiliki martabat sebagai makhluk yang paling spesial di tangan Tuhan, kita akan mampu menjaga alam agar senantiasa dapat menjaga korelasi alam semesta ini. [T]

Rujukan Pustaka

  • Sumardjo, Jakob. (2000). Filsafat Seni. Institut Teknologi Bandung
Tags: agrarispertaniansastrauma tattwa
Previous Post

Mengkomunikasikan Sejarah dengan Nurani

Next Post

Sudut Pandang Pahlawan: Adakah Hal yang Tidak Biasa?

Ida Bagus Gangga Manu Manuaba

Ida Bagus Gangga Manu Manuaba

Mahasiswa Program Studi Sastra Jawa Kuna Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Saat ini sedang meneliti teks Uma Tattwa

Next Post
Sudut Pandang Pahlawan: Adakah Hal yang Tidak Biasa?

Sudut Pandang Pahlawan: Adakah Hal yang Tidak Biasa?

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Manusia Tersekolah Belum Tentu Menjadi Terdidik

by I Nyoman Tingkat
May 19, 2025
0
Manusia Tersekolah Belum Tentu Menjadi Terdidik

PADA 2009, Prof. Winarno Surakhmad, M.Sc.Ed. menerbitkan buku berjudul “Pendidikan Nasional : Strategi dan Tragedi”.  Buku setebal 496 halamanitu diberikan...

Read more

Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

by Dewa Rhadea
May 19, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

PAGI ini, saya membaca sebuah berita yang membuat dada saya sesak: sekelompok siswa Sekolah Dasar (SD) di Cilangkap, Depok, terlibat...

Read more

Aktualisasi Seni Tradisi dalam Pusaran Era Kontemporer

by Made Chandra
May 19, 2025
0
Aktualisasi Seni Tradisi dalam Pusaran Era Kontemporer

Upaya Membaca yang Dianggap Lalu, untuk Membaca Masa Kini serta Menerka Masa Depan KADANG kala selalu terbersit dalam pikiran, apa...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Mujri, Si Penjaja Koran: Sejak 22 Tahun Tetap Setia Berkeliling di Seririt
Persona

Mujri, Si Penjaja Koran: Sejak 22 Tahun Tetap Setia Berkeliling di Seririt

TERSELIPLAH sosok lelaki bertopi di antara sahut-riuh pedagang dan deru kendaraan di jalanan sekitar Pasar Seririt, Buleleng, Bali, pada satu...

by Komang Puja Savitri
May 19, 2025
Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar
Panggung

Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar

AMFLITEATER Mall Living World, Denpasar, ramai dipenuhi pengunjung. Sabtu, 10 Mei 2025 pukul 17.40, Tempat duduk amfliteater yang bertingkat itu...

by Hizkia Adi Wicaksnono
May 16, 2025
Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa 
Kuliner

Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa

ADA beberapa buah tangan yang bisa kalian bawa pulang untuk dijadikan oleh-oleh saat berkunjung ke Singaraja Bali. Salah satunya adalah...

by I Gede Teddy Setiadi
May 16, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co