PRIHENTEMEN
Prihentemen dharma dumaranang sarat
“sunia memanggil manggil dalam gigil: lepaslah lepaslah dengan adil”
Semua perkara akan berakhir
Dalam garis tangan maha adil
Tiada yang luput dari takdir
Semesta bergulir mengalir
Seperti air
Seperti air
Bekalmu adalah karmamu, bhaktimu, dharmamu
Kau tak sendiri
Ada cahaya, udara, air, api, tanah, dan rongga-rongga antara
Yang senantiasa menjaga hingga kau lepas dari semesta pertama
Menuju semesta lapisan berikutnya
“Bapak, Bapak, Bapak”
Kadang kau dengar mereka memanggil
Kali ini kau tak bisa kembali
Kali ini kau harus tahu batas tegas
Antara dharma dan karma
Semua telah selesai tuntas pada waktunya
Kidung dan mantra membawamu kesana
Bertemu semua yang kau rindukan
Nenek yang dulu pernah menggendongmu
Paman yang kau kasihi
Ayah yang lama telah pergi
Saudara yang kau rindui
Juga sahabat yang mendahului
Wajah-wajah mereka silih berganti menghampiri
“kini saatnya melepas yang ada di bumi”
Kau lihat lagi semuanya untuk terakhir kali
Istrimu yang setia, telah kehabisan air matanya
Anak sulungmu yang berbakti, telah menunjukkan pengabdiannya
Anak tengahmu yang sunyi, terlalu hampa untuk bersuara
Anak bungsumu yang sedang menanti kelahiran anak pertama, telah menjadi lelaki sempurna
Hadapilah hadapilah
Dharmamu telah kau jalankan dengan baik
Telah kau berikan semua
Bahkan kadang melebihi dari yang kau bisa
Bahkan kadang melampaui kenyataan
Sebuah cahaya menjadi panduan
Tiada lagi kau dengar suara yang biasa biasa saja
Kau dipeluk semesta
Dalam dharma dan karma
yang kau cipta
sejak hari pertama
“Bapak, selamat jalan”
Penghiburanmu satu-satunya adalah doa penghantar sunia
Dan semua karma yang kau tanam di sepanjang usia
Kini menjadi bekal perjalanan setia
Melepasmu dari lingkar samsara
Menuju sunia
SADHU
saraga Sang sadhu sireka tutana
Kau menjelma menjadi nama
Pastika
Sesuatu yang pasti terjadi
Sesuatu yang ada
Dan terus mengada
Meski tiada
Kaulah sang Sadhu
Yang senantiasa memandu
Memberi rambu
Pada mereka yang punya ragu
Seperti anak anakmu
Satu dua tiga
Angka tertinggi yang kau wujudkan
Kekalahan yang kau menangkan
Semua pertanda yang kau taklukkan
Menjadi bekal karma
bagi yang ada
kau Sang Sadhu
pergimu syahdu
Adamu buat rindu
Tiada hari seduka minggu
Yang kau pilih
Sebagai hari terakhir
Tapi kau sang Sadhu
Seperti namamu
Sadhu sadhu sadhu
Kau selalu ada seperti sang Waktu
TAN ARTHA
tan artha tan kama pidonya tan yasa
kubuka dompetmu
dalam sunyi
ada tiga lembar seribuan
yang kau susun dengan hati hati
tiga lembar seribuan
kenapa tiga
kenapa seribuan
apakah kau tak punya lebih
apakah kau tak punya lebih
hidupmu tak pernah lebih dari yang seharusnya
kau tak butuh lebih
saat kau punya semua
kau tak pernah ingin lebih
saat kau merasa punya semua
anak yang dharma
membawa artha dan karma mereka
dan kelak membawamu melebihi dari yang kau bayangkan
kau berbekal tiga ribu
di dompetmu
bukan itu
bukan itu
itu angka
bukan artha
sementara arthamu
telah menjelma karma
tak habis habisnya
tak habis habisnya
kau nikmati sendiri
lalu apa yang tersisa
selain kenangan
melebihi lembar-lembar rupiah
yang tiada makna
tan artha
tan artha
kau berbekal tujuan dan karma
bukan harta benda
itulah kelahiran sang dharma
yang utama
SANG SAJJANA
ya sakti sang sajjana dharma raksaka
kau tulis semampu mampunya
di atas beras yang bersih
sebuah pertanda
bagi jembatan yang tak terlihat mata
terhubung jiwa kita seketika
ternyata kau tak meminta apa apa
juga tak memaksa
kami percaya
kau telah tiba
di hari ke empat puluh dua
melalui udara
kau gerakkan dupa
dan aroma
kehadiran yang sungguh hadir
menjelma debar debar rasa
kau telah tibakah
tiba tiba sejumput beras dilentikkan dari jari sang pembaca
mata bertemu mata
anak kedua, kau sudah cukup berkarma
anak kedua, kau kadek sunia
bapak sudah jaga
jangan ada airmata
bapak sudah meniada dan mengada
dan jangan lagi berduka
sebab duka itu tak ada
itu hanya metafora sementara
____