Covid-19, tiada henti memicu kontroversi. Kali ini, pusaran kontroversi menghantam entitas peradaban kelas atas dunia. Petenis putra terbaik dunia Novak Djokovic, negara maju dan modern Australia dan perhelatan turnamen tenis elit grand slam Australia Open disengat kontroversi virus Corona. Gara-gara belum vaksinasi Covid-19, visa Djokovic dicabut oleh pemerintah Australia dan tentu saja terancam tidak bisa bertarung pada turnamen Australia Open tahun ini. Jika diurai, situasi ini dapat menjadi sangat rumit dan multi dimensional.
Drama kontroversi ini menjadi semakin menarik lantaran pandemi Covid-19 sudah memasuki tahun ketiga dan kali ini, pihak-pihak yang diterpa kontroversi bukan kaleng-kaleng. Nole, panggilan Novak Djokovic, tentu saja sangat berkepentingan dengan seri grand slam Australia Open dan berjuang mati-matian untuk mendapat izin ikut serta.
Pemegang sembilan trofi Australia Open dan 20 gelar juara grand slam ini, harus mempertahankan tiketnya untuk bersaing di Australia Open kali ini karena memberinya kesempatan untuk pertama kalinya menjadi tunggal putra terbaik dunia. Sebagai petenis peringkat satu dunia saat ini, peluang itu sudah di depan mata. Ia akan meninggalkan The Big Three yang lain, Rafael Nadal dan Roger Federer yang saat ini ketiganya sama-sama menguasai 20 trofi grand slam. Namun, pemerintah Australia bisa saja menghentikan ambisi Djokovic dengan mencabut kali kedua visa legenda hidup Serbia ini.
Medis Versus Attitude
Secara medis, Djokovic jelas orang yang memenuhi syarat untuk tampil pada turnamen yang digelar di Melbourne Park nanti. Alasannya adalah, ia baru saja terkonfirmasi Covid-19 di bulan Desember 2021. Maka secara medis, ia belum memerlukan vaksinasi Covid-19 karena status imunitasnya yang telah melindunginya dari infeksi ulangan. Meski demikian, rekomendasi-rekomendasi terbaru tidak mengharuskan seorang penyintas perlu menunggu setelah tiga bulan untuk menerima vaksin.
Tampaknya kebijakan ini sangat dipengaruhi pula oleh ketersediaan vaksin. Di masa-masa awal program vaksinasi, saat ketersediaan vaksin masih sangat terbatas, jadwal pemberian vaksin bagi penyintas ditetapkan cukup ketat setelah tiga bulan paparan. Inilah yang telah memicu berbagai kecaman terhadap Asosiasi Tenis Australia (TA) yang telah memberi dispensasi kewajiban medis bagi Djokovic. Rasanya, cukup jelas pertimbangan penyelenggara akan daya tarik sosok Djokovic bagi penonton yang tentu saja akan mendongkrak penjualan tiket. Namun pemerintah Australia punya pandangan lain.
Pandangan lain dengan potensi ancaman yang sangat besar bagi Djokovic, mencabut kembali visa petenis yang bermimpi meraih sepuluh kali trofi Australia Open ini. Australia yang cukup kelelahan dengan badai gelombang Delta, telah membuat skema yang sangat ketat bagi pendatang yaitu kewajiban sudah memiliki sertifikat vaksinasi Covid-19.
Sayang sekali, Novak Djokovic adalah seseorang yang anti vaksin dan anti protokol kesehatan terkait Covid-19. Telah diketahui oleh khalayak umum, pada sekitar pertengahan tahun 2020, saat pandemi virus Corona sedang mengepung dunia bagai api melalap ilalang kering, Djokovic membuat kehebohan. Ia dan sejumlah petenis lainnya menyelenggarakan turnamen tenis tanpa prokes di negerinya. Meski mendapat kritikan berbagai pihak, ia bergeming.
Lalu, dari aktivitas sosial tanpa prokes itu, Djokovic dan sedikitnya lima orang petenis lainnya terkonfirmasi Covid-19. Nah, setelah itu, seharusnya ia menerima dosis vaksin sesuai rekomendasi WHO, namun ia tidak melakukannya. Hingga kemudian di akhir tahun kemarin, kembali terkonfirmasi Covid-19. Kronologis cerita yang sedemikian jelas memperlihatkan sikap Novak Djokovic menyangkut pandemi Covid-19, sudah lebih dari cukup untuk menganulir visa yang bersangkutan. Jelas ini soal keteladanan.
Isu Kebebasan
Meskipun secara umum negara-negara Eropa setuju vaksinasi Covid-19, namun masih ada sejumlah negara di benua biru yang sangsi dengan efektivitas vaksin Covid-19. Salah satunya adalah Serbia. Hanya sekitar 45% warga Serbia yang sudah menerima vaksin Covid-19 dan baru 25% yang menerima suntikan booster.
Prinsip kebebasan selalu menjadi isu sentral dan esensial di kalangan masyarakat Eropa, meski saat ini masih sedang menghadapi wabah yang belum dapat dipastikan ujungnya. Sebagian besar negara, baik di Eropa maupun global, dalam hal pandemi seperti saat ini, memilih sikap, negara harus mengatur. Isu ini tidak dapat disetarakan dengan kebebasan berpendapat atau beragama misalnya, karena pandemi jelas memberi dampak komunal dan berbahaya.
Novak Djokovic, dalam berbagai kesempatan memang mengajukan alasan prinsip-prinsip kebebasan memilih untuk kemudian tidak mengikuti program vaksinasi. Ia jelas sangat meyakini ini murni persoalan pribadi. Meski kita semua memahami sebaliknya, prokes dan program vaksinasi diterapkan karena Covid-19 sangat nyata merupakan masalah bersama.
Maka tak berbeda seperti dalam masyarakat kita di belahan dunia timur, sains modern dengan mudah dapat dihadang oleh keyakinan personal yang terlampau kuat. Keyakinan yang dibangun dari hati dan perasaan lebih sering unggul di atas pikiran manusia yang menjadi ragu. Jika demikian, mari kita tunggu sikap pemerintah Australia menyangkut visa si Nole, akankah didasari hati dan perasaan ataukah pikiran? [T]